Hati mata..
Mata hati..
Dan hati-hati mata kita
leburkan air mata di atas kata-kata
*teateristico
Catatan-catatan kreatif yang tak pernah selesai akan terus membuka
dan membuka ingatan kita tentang persoalan hidup dan kehidupan ini.
Hati mata..
Mata hati..
Dan hati-hati mata kita
leburkan air mata di atas kata-kata
*teateristico
Resital smansa 2009 berakhir semalam (21 juni 2009). Acara ditutup dengan acara puncak yaitu penganugerahan penghargaan kepada pemenang lomba recital yaitu film indie, mading tiga dimensi, batik, poster, juga teater. Yang paling menarik adalah penganugerahan penghargaan terhadap pemenang festival film indie. Malam penganugerahan pemenang sekaligus penutupan recital dikonsep seperti penganugerahan karya film tingkat dunia.
Tampil sebagai pemenang dalam dalam festival film indie adalah film karya kelas XI A3 dengan judul “Upacara” yang bercerita tentang nasionalisme. Keputusan panitia menetapkan film “Upacara” sebagai The Best Film menimbulkan pro dan kontra terutama dari kalangan cineas muda Smansa Sumenep. Kontra terhadap keputusan panitia penilai didasari anggapan bahwa kualitas film yang mengikuti turut serta dalam festival tahun ini lebih banyak dan baik dari sebelumnya. Serta adanya anggapan bahwa banyak film yang lebih menarik dari “Upacara”, sebut saja 75= tuntas, Becak, Senyum Yang Terabaikan,Ibuku Becak dan lainnya.
Kontroversi ini bisa diakhiri apabila kita memiliki konsep film indie. Konsep film indie akan dipahami apabila mempelajari teori film indie. Indie berasal dari Independent, yang berarti bebas, berdiri sendiri. Berarti sesuatu yang berbeda dan tidak sama dengan yang ada. Film indie berarti film yang berdiri sendiri dan berbeda dengan film-film yang sudah ada. Film indie adalah bentuk perlawanan terhadap kemapanan dan keluar dari maeinstream perfilman kekinian dengan. Ini dilakukan dengan menciptakan jalan sendiri. Film indie durasinya pendek, karena pendek pastinya jlimet . Sutradara dituntut bisa mengungkapkan ide secara utuh ke gambar film dan harus bisa ditangkap secara penuh oleh penonton. Film indie sangat miskin dialog. Dialog digantikan dengan gambar gerak yang divisualisasikan dalam bentuk film. Tanpa dialog, dengan melihat gambar yang ditampilkan penonton mengerti maksudnya. Disini gambar yang berbicara. Untuk itu dibutuhkan kameramen yang hebat yang mengerti anggle dan dari sudut mana gambar akan di shoot. Selain itu dibutuhkan editor unggul dan telaten.
Setelah kita mendapatkan konsep film indie tentunya keputusan panitia menetapkan film “Upacara” sebagai pemenang tidaklah salah. Diantara film lainnya “Upacara” sebuah karya film yang lebih dekat pada konsep film indie, sekalipun film tersebut compang-camping disana-sini. Sementara film lainnya masih kental dengan aroma sinetron. “upacara” sebuah film yang tanpa dialog, tetapi dengan gambar yang disajikan penonton mengerti atas apa yang dimaksudkan. Berbeda dengan lainnya yang mengandalkan dialog untuk menyampaikan maksud dan pesan film.
Sukses untuk “Upacara” XI A3, juga sukses untuk panitia rersital khususnya untuk ketua pelaksana yang selalu pulang malam. Dan diantaranya diselingi dengan tangis dan derai air mata. Puas!, puas!, puas!.
Syafiuddin Syarif, Guru Bhs. Jepang SMAN 1 Sumenep
Congngo'lah...Membuat atau mencipta sebuah karya bukanlah sesuatu yang sulit, tetapi sangatlah mudah. Itulah sedikit pesan yang bisa ditangkap setelah menonton film indie karya siswa kelas XI A4 dengan judul “Apa Ye”. Bagaimana tidak, ide pembuatan film ini tidaklah begitu dahsyat dan tidak melalui proses diskusi panjang internal tim produksi. Ide film ini muncul tiba-tiba tanpa nyana dari seorang anggota tim yang telah frustasi mencari ide funtastik.
Ide film “Apa Ye” berawal dari kegagalan. Ceritanya berawal dari kegagalan tim produksi membuat skenario film. Skenario film yang telah ditulis dalam bentuk skrip ditolak mentah-mentah oleh Pembina sinematografi Pak Agus. Skenario ditolak Pembina, tim segera mencari ide baru dan kemudian dibuat skenario lagi. Lagi-lagi skenario dicorat-coret oleh pembina karena dianggap tidak menarik dan salah sana-sini. Peristiwa penolakan ini terjadi berulang-ulang dan membuat tim produksi pusing tujuh keliling. Segala usaha mereka lakukan untuk mendapatkan ide film yang akan mereka produksi. Mereka menjelajah di dunia maya menggunakan alat jejaring dunia maya, datang ke konsultan ide kreatif, bahkan sempat datang ke Mbah Dukun untuk dijampi-jampi supaya otak menjadi encer dan keluar ide cemerlang. Sungguh nahas, hasilnya nihil. Ide menarik untuk produksi film tidak muncul-muncul.
Ditengah stress stadium tiga yang melanda tim produksi muncul ide tak dinyana. Salah seorang anggota tim mengungkapka ide untuk mengangkat kegagalan tim membuat scenario film diangkat menjadi film. Ide ini ibarat oase ditengah pasir menjadi pengobat dahaga bagi tim produksi yang haus akan ide. Segera setelah itu tim menemui Pembina. Kali ini beda, Pak Agus langsung menyambut baik ide mereka dan segera dibuat skenarionya. Selanjutnya sesegera mungkin dilakukan produksi.
Setelah disetujui pembina, tim produksi segera tancap gas melakukan produksi film. Film ini diberi judul “Apa Ye”, sebuah ungkapan dalam bahasa Madura. “Apa Ye” berarti “Apa Ya”, sebuah ungkapan yang menyatakan dalam keadaan kebingungan dan sedang mencari jalan keluar kira –kira apa dan bagaimana. Jalan keluar sudah mereka temukan dan jadilah film indie karya XI A4.
Menonton film ini kita teringat akan ide awal produksi airminum mineral dalam kemasan. Pada awal digulirkan ide untuk menjual air minum mineral dalam kemasan botol plastik ditolak mentah-mentah oleh orang dan dianggap tidak masuk akal. Karena orang-orang Indonesia tidaklah kekurangan air minum. Sekalipun idenya ditolak dan dianggap tidak masuk akal, mereka tetap memproduksi air minum itu. Hasilnya, air minum mineral itu mendapat sambutan dari masyarakat. Air kemasan itu laku keras dipasaran. Bahkan hingga saaat ini merek air minum itu menjadi penguasa pasar bisnis air minum mineral kemasan.
Film “Apa Ye” karya siswa XI A4 banyak memberikan pelajaran hidup bagi penonton. Pelajaran hidup itu antara lain, 1) ide harus dicari, kalau perlu diburu. Ide tidak akan datang dengan sendirinya, 2) sebuah karya tidak selalu diawali ole ide besar, kadang ide sederhana (kecil) apabila diproses dengan benar akan menjadi karya besar, 3) dalam hidup janganlah mudah menyerah terhadap masalah, hadapi dan berjuanglah untuk mencarikan jawabannya. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
Syafiuddin Syarif , Guru Bhs. Jepang SMAN 1 SUMENEP
Ulasan Teater: Kerajaan Kecoak X-3
Musik perkusi menghentak memecahkan suasana penonton yang memadati gedung aula Smansa dengan pertunjukan teater Kerajaan Kecoa karya X-3 SMA Negeri 1 Sumenep. Empat ekor kecoa (mahluk yang dianggap kotor) oleh manusia lagi mengumpulkan sisa-sisa makanan yang berserakan di lantai panggung. Cerita bergerak dengan mensyukuri bahwa makanan berlimpah di wilayah kerajaan kecoa di negeri seberang, dan tiga ekor kecoa lainnya mengintip-ngintip ingin memasuki wilayah kerajaan seberang untuk mencuri makanan yang berlimpah ruah. Strategi pencurian mereka susun dan penjagaan wilayah kerajaan kecoa diperketat. Dengan setting yang tertata apik dengan dua pohon ranting kering disebelah gapura kerajaan, ingin menyampaikan bahwa setting yang kering karena masuk pada dunia kaum binatang bernama kecoa bukan dunia kehidupan manusia.
Penataan lampu yang menarik namun banyak celah-celah yang bocor karena lighting yang ada sangatlah sederhana. Dari dalam masuk sri ratu kecoa (chacha) dengan didampingi kedua perdana mentrinya, genit dan selalu tahu tentang perkembangan dunia gosip-mengosip layaknya infoteimen di televisi yang hadir ditengah-tengah kehidupan manusia di negeri ini. Mungkin inilah cermin kehidupan sosial politik di negri kita ini, yang mana penguasa-penguasa negeri ini juga sibuk melihat tayangan infoteimen dan juga sebagai pelaku publik figur yang syarat dengan gosip-gosip yang laku untuk dijual ke publik. Kritik dan mungkin satire yang diungkap pada garapan kali ini. Dan ternyata kelimpahan makanan yang membuat sri ratu kecoa bersikap seperti itu.
Kedatangan tiga kecoa yang mengendap-endap hendak mencuri makanan di kerajaan seberang, dicegah oleh ke dua pengawal. Ketiga kecoa tersebut tidak kekurangan uang namun hanya karena kekurangan makanan, loby serta penyuapan terjadi sehingga pengawal menerima tawaran tersebut, akhirnya dengan leluasa pencuri tersebut menguras makanan dari kerajaan kecoa. Sebuah cerminan tentang kondisi yang terjadi di negeri ini, sehingga dimanapun dapat kita dengar kebocoran-kebocoran proyek karena Program KKN yang masih dilestarikan atau mungkin masih dipertahankan.
Sri ratu kecoa marah dan mengusir ke dua pengawal kerajaan untuk dideportasi ke negara orang, karena tidak menginginkan orang-orang yang berKKN tumbuh dan berkembang di kerajaannya. Serentak semua kecoa bingung karena kehadiran manusia dengan membawa senapan berupa semprotan anti serangga, croot..croot...croot... dan terkaparlah semua adegan yang dibangun dari awal hingga akhir. Sebuah ending yang mengejutkan, karena manusialah semua buaian dan adegan kehidupan ini berhenti dan musnah. Manusia memang sangat berkuasa untuk mengatur keberlangsungan hidup, yang nyata-nyata Tuhan tetap selalu menyayangi umatnya. Ironis memang itulah kenyataan yang sedang kita hadapi.
Memadukan konsep dengan gagasan pelestarian lingkungan menggunakan materi cerita tentang semaraknya KKN sangat menarik hasil olahan sutradara (uut) pada pertunjukan teater kali ini. halus, satire dan tidak menyinggung kepada oknum menjadi pertunjukan yang segar dan menarik. Namun ada beberapa kekurangan baik dari kekuatan akting pemain dan penataan artistik. Gapura yang dibangun sangat menunjukkan wilayah dan jaman tertentu dari kebudayaan bangsa ini, lebih baik hendaknya gapura bersifat umum dan tidak menunjuk pada rujukan sejarah, karena cerita yang diangkat keluar dari kajian sejarah tertentu. Penataan koustum sangat menarik dengan pilihan desain dan warna, namun kelemahannya ada pada pencahayaan yang kurang maksimal. Sehingga untuk menonjolkan kesan warna dan karakter kurang nampak dari penonton.
Apresiasi tentang tema lingkungan memang kaya akan hasil eksplorasi dan perlu diingat jebakan-jebakan artistik selalu menjadi sebuah kelemahan dalam pertunjukan yang memang secara tehnis minim untuk kekuatan eksplorasi. (sukses berkecoak ria X-3) ***agusteater
RANGKAIAN KEGIATAN RESITAL IV – Pekan Seni Budaya Smansa 2009
Bertempat di ruang multi media SMA Negeri I Sumenep, pada hari senin, 15 Juni 2009, tepat pukul 15.30 seminar dan wokshop dihadiri oleh seluruh Anggota ekskul cinematografi, perwakilan kelas X dan XI serta diikuti oleh perwakilan komunitas cinema MAN dan SMA Muhammadiyah 1 Sumenep. Seminar dihadiri oleh nara sumber dari Staf Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur yang sekaligus sebagai Dosen Film di STKW Surabaya serta praktisi dan pengamat film pelajar yaitu Bapak Antok Agusta, S.Sn.
Diawali dengan pemutaran film indie “UPACARA” karya XI IIA-3 SMANSA, perbincangan dimulai dan diskusi nampak hidup. Pemaparan tentang tehnik-tehnik cinematografi yang memang selama ini kita kurang apresiatif, sehingga apa yang dihasilkan selama ini banyak terdapat kekurangan. Antusias peserta seminar dengan pertanyaan-pertanyaan tentang keinginantahuan ilmu-ilmu cinematografi mampu dipaparkan oleh nara sumber dengan komunikatif sekali. Ada beberapa point yang dapat disampaikan, diantaranya tentang apa sebenarnya sinema itu, tak lain adalah yang pertama pengungkapan komunikasi dengan bahasa gambar, kedua, karena cinema itu gambar yang bergerak, sehingga dalam pengambilan gambar seharusnya kamera selalu bergerak dalam satu kali tik (shoot), yang ketiga adalah pengambilan harus detil sehingga makna dari gambar sampai kehadapan penonton. Menarik memang saat kita semakin paham akan dunia film, sehingga karya film akan mampu berbicara tentang tuangan-tuangan ide kita melalui gambar tidak lagi melalui media lisan atau tulis.
Memang layak dan patut dijadikan perhatian karena fenomena yang terjadi pada perkembangan dunia film pelajar tidak masuk pada ruang karya pop atau iindustri hiburan, film pelajar lebih cenderung mengangkat tema dari dunianya sendiri dan persoalan-persoalan yang dekat dengan lingkungannya. Sedang dunia industri film yang dapat kita lihat searang ini banyak mengangkat tema untuk kebutuhan rating (peringkat penonton) dan nilai keuntungan penjualan dari produk film yang diproduksi. Hal inilah yang nantinya diharapkan dari kemunculan film-film pelajar membuat karya untuk sebuah pencerahan pemikiran yang kritis dan inovatif, khususnya pada dunianya, yaitu dunia pelajar.
Motiviasi-motivasi bagi movie maker pelajar SMANSA untuk selalu berkarya disambut hangat oleh peserta seminar dan workshop kali ini, mereka gelisah dan pertanyaan-pertanyaan dicecarkan pada Bp. Antok agusta. Dan beliau yakin bahwa sebentar lagi akan muncul movie maker dari SMANSA khususnya dan Madura pada umumnya yang akan mewarnai dunia perfilman di negeri kita ini. Karena pada perkembangannya kini banyak diisi oleh film jaelangkung dan terowongan casabalanca. Miris memang kalau seluruh konsumen film dijejali dengan tema-tema tentang dunia gaib, gosip dan kemelaratan serta penderitaan orang lain dijual ke publik, apalagi sebagian besar penontonnya adalah kalangan pelajar. Pertanyaannya kini adalah mau dibawa kemanakah ruang apresiasi pelajar saat ini dengan dunia hiburan yang sudah merambah keruang-ruang pribadi?
Apa yang dikerjakan oleh movie makers di Smansa dengan acara resital ini akan memberikan harapan dan pencerahan bagi dunia film pelajar ke depannya, ini mungkin harapan atau pernyataan dari nara sumber Bp. Antok Agusta kepada peserta seminar dan workshop cinema pelajar dalam rangkaian Resital IV – pekan Seni Budaya Smansa 2009. **Selamat Resital IV***
TANAH KAPOR | Creative Commons Attribution- Noncommercial License | Dandy Dandilion Designed by Simply Fabulous Blogger Templates