Kamis, 18 Juni 2009

PENYADARAN MORAL DARI BILIK PANGGUNG COCOM

Resensi Pentas Teater kelas X-4

Teater merupakan salah satu seni kolektif yang artinya seluruh kegiatan berteater membutuhkan kerjasama personal untuk membuat sebuah karya sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing. Kolektivitas kerja teater adalah karya seni yang dikerjakan secara bersama-sama antara produser, sutradara, pemain, serta pengelola lainnya, seperti petugas tata suara, tata busana, tata setting, dan tata rias. Kinerja dengan kebersamaan dan kekompakan akan menunjukkan hasil yang maksimal dan hal tersebut memang menjadi kendala di kelas X-4. Hal ini terjadi saat persiapan setting pentas yang tidak dikerjakan dengan sempurna, sehingga apa yang sudah dipersiapkan ternyata tak bisa dipakai pada malam pementasan.

Sebuah kekurangan pada kerja kolektif akan berakibat fatal atau merugikan seluruh apa yang sudah dipersiapkan dengan matang. Teater juga membutuhkan penonton, karena tanpa penonton teater tidak bermakna. Oleh karena itu, semua yang terlibat dalam kegiatan pertunjukan teater harus mengetahui tugas-tugasnya sehingga pertunjukan teater dapat berjalan dengan lancar.

....

Malam itu...

Mushollah di belakang sekolahan

Agak berbeda dengan malam-malam sebelumnya

Karena ada peristiwa yang memang tak pantas terjadi

Namun...

Semuanya sudah menjadi bagian dari persoalan seputar mushollah

Adegan awal dibuka dengan penataan musik perkusi menghentakkan keheningan seluruh penonton. Alunan musik perkusi tergarap dengan komposisi musik yang menarik. Monolog cocom (Emmak) membuka adegan pada karya teater yang bertajuk Cocom in the action produksi kelas X-4 SMA Negeri 1 Sumenep. Cocom memberikan gambaran bahwa dirinya sudah bosan menjadi keset, benda yang selama ini hanya sebagai pembersih kaki dan diinjak-injak tanpa seseorang memperhatikan dirinya. Emmak memainkan monolog sangat begitu apik namun vokal yang jauh dari kapasitas kebutuhan panggung, menjadikan penonton sebagian besar tidak mampu mendengar dialognya. Vokal yang minim memang sangat mengganggu pencapaian isi dari cerita kepada penonton.

Cocom juga mengatakan bahwa dia tiap hari selalu menjadi saksi atas kelakuan banyak orang yang berada di mushollah, dan ternyata menurut kesaksian dirinya bahwa mushollah tidak sebagai tempat sholat namun untuk kepentingan yang lainnya. Sepasang semut muda-mudi (ucha dan helmi) dengan mengendap-endap memasuki mushollah, bukan untuk melakukan aktivitas ritual namun untuk hanya sekedar berpacaran dan menurut sepasang semut bahwa di mushollah aman untuk berpacaran. Permainan ucha dan helmi dengan style akting yang menarik, membuat pertunjukan semakin hidup.

Ternyata yang merasa bosan dengan tingkah laku penghuni sekolah Telad-An bukan hanya cocom, namun daun (Anis) juga merasa bosan dengan penyalahgunaan ruang ibadah untuk kepentingan yang lainnya. Cocom dan daun bertemu dengan saling memberikan informasi bahwa sudah sebegitujauhkan ulah siswa-siswi memperlakukan Mushollah tidak pada tempatnya, ada sebuah harapan bagi diri cocom bahwa mushollah dikembalikan pada pemanfatan kepentingan yang sepantasnya, sebagai tempat ibadah.

Peristiwa terjalin dengan penyutradaraan yang tertata apik dan dua ekor tikus (firman dan adit) memasuki mushollah membagikan hasil korupsi dengan anggapan bahwa mushollah sebagai tempat yang aman, karena tidak mungkin diketahui tikus-tikus yang lain. Namun apa yang terjadi bahwa perbuatan dua ekor tikus koruptor tersebut ternyata memang sudah diendus oleh dua ekor tikus lainnya (adi dan edwin). Mereka mengintip perbuatan pejabat sekolahan tersebut (dua ekor tikus koruptor) dan menjebaknya pada peristiwa kemudian.

Cocom mencurigai sandal (bebek) sebagai kroni dari dua ekor tikus pejabat namun sandal menyangkal dirinya sebagai kroni, kerena sebenarnya dia sudah bosan dijadikan sandal. Permainan bebek dengan improvisasi-improvisasinya mampu menghidupkan suasana yang berbeda dari keseluruhan pementasan cocom in the action ini. Ending yang menyeret kedua tikus koruptor ini ke pihak kepolisian, menyiratkan bahwa segala macam bentuk korupsi hendaknya diberantas sesuai dengan hukum yang berlaku. Cocom menutup pertunjukan kali ini dengan kegembiraan bahwa Mushollah diharapkan menjadi tempat ibadah bukan untuk tempat bermaksiat dan pembagian hasil kerja yang kotor. Sebuah harapan kita bersama.

Pertunjukan yang disutradarai oleh Ayu Novia N ini menarik karena seluruh peran tidak menampilkan tokoh manusia namun disimbolkan dengan kehidupan mahluk lain, seperti binatang, keset dan daun. Sebuah cerita satire yang dikemas apik tanpa akan menyinggung perasaan oknum-oknum tertentu. Cerminan realitas kehidupan yang terjadi pada dunia di luar aktivitas manusia. Renungan bagi kita semua, mungkinkah ini akan kita biarkan sehingga akan membuat Tuhan bosan kepada kita.....

...

Mungkinkah..

Tuhan mulai bosan

Melihat tingkah kita

Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa.....*

(*ebiet g ade)

(sekali lagi sukses Resital kelas X-4...berkaryalah tiada akhir...pusing???.... yang jelas iya... tapi...asyik khan???)***agusteater

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

 

TANAH KAPOR | Creative Commons Attribution- Noncommercial License | Dandy Dandilion Designed by Simply Fabulous Blogger Templates