Rabu, 24 Juni 2009

SILAU

Hati mata..

Mata hati..

Dan hati-hati mata kita

leburkan air mata di atas kata-kata


*teateristico

Congngo'lah...

....KOMPAK DAN AIR MATA

Catatan panitia resital IV

......

Dengan keplek di dada,

Kau pertaruhkan plus minusmu diajang kreativitas

Milikku dan punyamu

Beradu dalam kebersamaan...

Minggu malam, agenda rutin tahunan terlaksana dengan acara pembukaan resital IV dan dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep. Sebenarnya geliat panitia resital IV sudah melakukan persiapan sekitar satu bulan sebelumnya. Persiapan untuk mendapatkan anggaran pembiayaan, pembentukan panitia dan memantau perkembangan hasil karya atau materi resital IV dari masing-masing kelas dilakukan dengan baik. Kekompakan bekerja dan tupoksi kerja masing-masing dikerjakan dengan baik, walaupun ada beberapa panitia yang memang belum siap mengemban kerja dengan semangat guna mensukseskan acara resital kali ini.

Diskusi, sharing dan provokasi untuk menjadikan semangat yang satu ”sukseskan resital IV” selalu didengungkan dan ternyata memang demikian kenyataannya, mereka siap untuk bekerja, meluangkan waktu dan menumpahkan seluruh energinya guna menyelenggarakan acara resital IV dengn sukses secara materi karya, penyatuan visi kerja, kenyamanan suasana resital, keamanaan bahkan menjaga imaje resital tetap menjadi ajang kreativitas siswa SMA Negeri I yang baik dan terbaik.

Dengan keplek di dada,

Kau sirami kesejukan di hati mereka...

Hiruk pikuk kerja dengan lalu lintas panitia yang maksimal, dan hampir setiap hari bekerja dan bekerja. Tanpa mengendorkan urat syaraf, mereka benar-benar orang pilihan untuk menumbuh suburkan kreativitas seni ini untuk bisa eksis kepermukaan. Perusahaan, instansi dan donatur mereka loby untuk mendapatkan recehan dana agar seluruh persiapan resital bisa teratasi.

Pihak sponsor yang mau mendukung acara resital IV kali ini diantaranya : Trisakti Yamaha Motor, Coca cola, Sophie Martin, BPRS, kantor Pos Sumenep, Srikandi, El Malik, AMC. Pihak penyiaran yang memperlancar pempublikasian acara resital IV yakni Stasiun RRI Sumenep, Karimata FM dan TV lokal Madura Chanel. Universitas Negeri Surabaya sebagai sebuah lembaga pendidikan perguruan tinggi ikut ambil bagian pada acara Resital. Kanwil Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur dengan mengirimkan nara sumber di bidang sinematografi pelajar, ikut memberikan pencerahan proses belajar sinema dan membuat movie makers smansa lebih memahami dunia seputar film pelajar. Hubungan kerjasama yang terjalin pada acara Resital IV kali ini dapat diharapkan sebuah awal komunikasi penyangga pendidikan dengan pihak sekolah yang memang perlu dilakukan. Tak lupa memang pada kesempatan kali ini panitia resital IV mengucapkan banyak terima kasih atas kerjasama dan dukungannya, sehingga resital kali ini berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan resital.

Dengan keplek di dada,

Segala kegalauan hati menyatu di ragamu...

Dikomandani oleh Jenny Faradillah sebagai ketua panitia Resital IV dan didukung bayu (toekang apabai elakone), nanda (se nyatet pesse), Putri (e kabuto tanda tanganna), Iwid (ajilid gabus), Fery (tokang ngekkek film), Rio (song ngosong barang), Anang (se bingong malolo), Pras (tak etemmo buntokna), Daine (gun sem mesem malolo), Mada’i (tokang parkir), Andi (maodik lampu), dedy (ngator se apentassa), Fitri ban Uri (asalaman moso tamoy) dan yang tak kalah sibuknya pembina-pembina resital, agus teater (tokang ngok marongok n karebba dhibik), Hidayat Raharja (aneng peneng moso ulasan) dan udin (pemandu sorak= se tokang nari bila pertandingan basket). Saling merespon dan mengingatkan selalu menjadi santapan sebelum dan sesudah acara resital. Masukan-masukan bagaimana mengembangkan acara resital lebih lanjut, menjadi wacana yang selalu mengemuka diantara kami semua.

Diluar hingar bingar dengan musik dari audio kecil di masing-masing mading kelas, dan di kepala para panitia bising dengan segala persoalan yang terjadi selama pelaksanaan resital IV. Masalah demi masalah muncul, persinggungan-persinggungan egoisme juga subur, namun semua dapat diatasi dengan kerja dan kerja guna kesuksesan acara siswa untuk siswa ini.

Dengan keplek di dada,

Air mata melegakan resah...

Nampak di depan kantin sekolah, duduk jongkok dengan HP ditangan, namun pandangan kosong dan gelisah yang membeku. Wajah suram dengan gundah yang mendalam...pyur...air mata bersimbah diantara kepiluan dan....puas...puas...puas....ketua panitia resital IV pada malam penutupan acara resital IV malam itu.

Banyak memang...

Dan sudah sempurnalah peristiwa demi peristiwa berlalu

Mengisi lembaran-lembaran

Dengan cerita yang membuat bibir tersenyum

Dengan air mata yang mengalir

Dengan hati yang pilu

Dan memang...

Tingallkan keplek....

Tutuplah lembaran ini dengan goresan di hatimu


*agusteater
Congngo'lah...

INDIE

; catatan sisa resital smansa IV

Membuat film bagi anak-anak remaja di jaman sekarang bukan hal yang sulit, sehingga setiap tahun selalu ada kompetisi diselenggarakan untuk mewadahi kreativitas kaum muda. Beberapa lembaga atau komunitas menyelengarakan kompetisi film yang bersifat bebas, dalam artian semangat yang berbeda dengan kelaziman yang ada (industri). Hal ini amat sering di lakukan di jalur musik, yang dikenal dengan musik indie. Musik yang b ergerak dan beredar di luar mayor label. Sebuah gejala baru yang memungkinkan munculnya kreativitas tak terduga dan menjadi alternatif tayangan yang bisa memberikan hiburan.

Hadirnya musik indie merupakan sebentuk perlawanan terhadap dominansi industri yang menetukan bentuk kreativitas sehingga mengkooptasi kreator untuk mengikuti kehendak industri. Situasi menekan, sehingga kemudian lahir karya yang monoton, seragam. Kondisi ini dapat dilihat pada perkembangan industri musik saat ini. Setiap muncul kelompok musik baru yang memberikan keuntungan bagi industri musik atau rekaman, maka akan segera dibuat lagu semacam itu dalam berbagai versinya. Semuanya semata hanya untuk mendapatkan keuntungan semata. Ketika mereka terjerat dalam gurita industri, tak bisa melepaskan diri dari cengkeraman dan menjadi sapi perahan yang dikendalikan pemilik modal. Mereka tak ubahnya seperti budak belian yang harus tunduk kepada tuannya.

Puncak tekanan yang menimbulkan kesadaran bagi musikus muda. Mereka kemudian melakukan perlawanan perlawanan untuk memberikan alternatif terhadap kemonotonan yang dikendalikan oleh industri kapital, pemilik modal. Lahirlah kelompok-kelompok musik indie yang bertumbuhan di berbagai tempat. Mereka kemudian bergerilya untuk memproduksi musik dan mendistribusikan sendiri tanpa melalaui perusahaan ternama Fenomena yang cukup menarik, pertumbuhan musik indie mendapat tempat di kalangan kaum muda. Kondisi yang kemudian dibaca oleh industri rokok dengan mengadakan festival musik indie. Sayangnya pemenang festival ini kemudian kembali memasuki pasar industri musik yang terjebak pada selera pasar.

Salah satu fenomena musik indie di Indonesia yang mencuat belahan dunia luar, kelompok musik underground di Ujungberung – Bandung. Kelompok musik ini mampu membangun jejaring di dunia maya dan mampu berkolaborasi dengan musisi Amerika. Hebatnya lagi kelompok indie yang mereka kelola, mampu membangkitkan home industri untuk industri kaos dan remakan musik, mampu membangkitkan perekonomian masyarakat.

Indie = perlawanan terhadap kemapanan industri kapital. Sebuah ruang yang memungkinkan kaum muda untuk menumpahruahkan segala ambisi keinginan dan kreativitas dalam berbagai bidang. Hadirnya film Indie menyegarkan kondisi perfilman yang monoton, apalagi menghadapi tayanagn sinetron yang dijejali dengan pelbagai sampah industri kreatif. Di tangan kaum muda, film-film indie memberikan alternatif tontonan untuk melawan kebusukan sineteron dan film yang berorientasi pada keuntungan belaka, tanpa memperhitungkan pengaruh kepada penontonnya.
Film indie dalam resital smansa IV di SMA Negeri 1 Sumenep cukup menarik. Jika dibandingkan dengan produksi fiolm pada tahun-tahun sebelumnya, produksi tahun ini jauh lebih bagus dan ide menantang. Ide-ide mereka sebagian besar mengambil tema-tema yang dekat dan lingkungan sekitar. Tentu hal ini membutuhkan waktu dan perhatian lebih untuk bisa mengembangkn mereka ke titik puncak kreativitas yang lebih menantang. Setidaknya disini (SMANSA) mereka telah menimba pengalaman mengenai film Waktu yang akan mematngkan, karena jalan tempuhan mereka banyak bercabang, entah kemana mereka akan melangkah, setidaknya pengalaman ini memberikan bekal apresiasi terhadap dunia film dan dunia nyata yang mengahdang di hadapan. Good bye!!!

Hidayat Raharja, Guru, esais, pengola blog “SAVANT” ; anak-anak yang tak bi(A)sa menulis, tapi berani menulis. Congngo'lah...

Selasa, 23 Juni 2009

PISANG BAKAR...DI CAFE KATES

Malam ditaburi gemintang

Kaki-kaki menapaki lorong petang

Jarum-jarum cemara menjahit bulan

asap pisang bakar dengan kopi ditangan

Temani resital jelang malam

.....

Beberapa potongan tikar untuk lesehan di tempat parkir banyak anak yang berkerumun, melepas kangen, menakar pengalaman, dan ada juga yang berdiskusi kecil mengenai pelaksanaan resital dari tahun ke tahun. Teman-teman teater kates melayani seluruh tamu yang memesan menu di cafe kates. Dengan layanan yang penuh senyum, namun juga nampak ada beberapa forum diskusi kecil seputar karya yang ditampilkan di resital IV. Tak nampak keluhan-keluhan keluar, yang ada hanya semangat dan semangat untuk menata penampilan kelasnya masing-masing.

Sebelum acara di aula dimulai, sederet kendaraan bermotor diparkir di lapangan basket, dan sementara crew cafe menanti pembeli dan sederet mading tiga dimensi diapresiasi oleh warga kelasnya masing-masing. Kongkow-kongkow dan sesekali terlihat percintaan diantara mereka. Ya mungkin memang jaman sudah bergerak cepat sehingga apa kata petuah Madura Bappa, Babbu, guru, rato tak lagi masuk diwacana mereka. Cuek dan dicuekin terhadap guru, pura-pura tidak tau kalau memang ada panitia, dan yang paling menyebalkan mengulangi apa yang sudah diinformasikan oleh seluruh pihak, namun memang begitulah rata-rata karakter anak-anak sekarang ini.

Panitia berkumpul di ruang multi media, mempersiapkan segala sesuatu untuk kepentingan resital dan mengevaluasi apa yang perlu dikerjakan. Rutinitas tiap malam sebelum dan sesudah acara resital. Akupun memulainya dengan susunan acara, mengingatkan tugas masing-masing dan apapun bentuk kejadian dan informasi yang terjadi di luar ruang aula secepatnya diinformasikan padaku. Dan lampu aulapun berubah ke lampu panggung, menunjukkan acara mulai berlangsung.

Lampu cafe kates masih menyala,

dan crew cafe menanti dan melayani pembeli....

sambutan demi sambutan dari masing-masing ketua panitia kelas dan wali kelas, mewarnai rutinitas tiap malam di ruang aula. Hal ini untuk membuka tali silaturahmi dan mengapresiasi karya dari putra-putrinya. Suasana komunikasi antar orang tua siswa terjalin dengan suasana santai karena ruang aula ditata apik dan ada sedikit camilan dan minuman yang sudah disediakan oleh panitia kelas. Sambil menikmati acara suguhan karya film dan teater, semakin penuh maknalah acara resital tahun demi tahun digelar.

Lampu cafe kates masih menyala,

Sementara ruang-ruang kosong disudut-sudut yang gelap

Nikmati malam dengan kehendaknya masing-masing...

Ngrumpi, mojok, mpacaran, tengkar, asap mengepul....dan hal-hal yang diinginkan...menjadi fakta dan kenyataan malam berganti malam. Namun banyak juga yang serius memantau dan mengapresiasi ruang kretif yang sudah empat kali berjalan ini. Memang laporan demi laporan dan penjelasan demi penjelasan dari seksi keamanan mampir ke telingaku dan akupun marah besar saat malam itu, bulan menjadi saksi dan angin semilir membutakan mata... kejadian yang menggelapkan resital, antara kebimbangan dan keinginan, hampir rasanya aku menangis, kenapa...kejahatan moral merusak tatanan estetika yang aku bina ini... inilah catatan terburuk karena ulah hati yang buta.

Lampu cafe kates masih menyala,

Mulut-mulut menikmati lesatnya roti bakar

Rasa strabery, coklat, nanas dan aneka rasa metropolitan yang lain

Diresital terlihat para alumni cineas smansa, alumni smansa, penonton dari sekolahan lain, pengangguran yang ingin mencari jodoh, muda-mudi nakal yang mencari kesempatan, anak-anak yang pernah ku kenal untuk mencari musuh agar berkesan macho, dan menikmati seluruh suasana resital dari malam ke malam. Dan suasana musik live dari ekskul musik menciptakan kehangatan di depan cafe kates. Memang hanya satu tahun sekali pelaksanaan resital ini ada, untuk menutup segala aktivitas akademik. Namun ini bukan acara hura-hura, melainkan sebuah rangkaian proses pembelajaran bidang seni budaya, disitu ada tugas yang harus diselesaikan untuk penilaian, baik pergelaran karya teater, penayangan sinema, pameran poster dan batik, serta pameran mading 3 dimensi. Ini sebuah proses yang panjang yang dikerjakan oleh peserta didik terutama kelas sepuluh dan sebelas di SMA Negeri 1 Sumenep. Disamping itu yang paling penting adalah mengajari siswa untuk belajar managemen produksi, melahirkan karya dan mampu diapresiasi oleh masyarakat atau penonton. Itulah harapan dariku untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan resital ini bisa bejalan dari tahun ke tahun, seperti halnya harapan dinas pendidikan kabupaten sumenep yang disampaikan saat sambutan pembukaan dan penutupan resital IV oleh Kepala Bidang Pendidikan Menengah Pendidikan, bapak Dirman.

Lampu cafe kates masih menyala,

Obrolan aku dengan pak Dayat Raharja dan sinse Udin mulai hangat,

Sehangat suasana cafe dari malam ke malam

Rencana dan harapan mengenai resital semakin mengemuka, dari keinginan kita membukukan dokumen-dokumen kegiatan resital pertama sampai resital IV harus terlaksana, mengundang pembicara-pembicara dari luar baik seniman, pengamat dan budayawan, pembenahan ruang pameran, ruang-ruang diskusi yang perlu dibuka, dan memang ivent resital di Smansa inilah yang sudah terakses melalui dunia maya. Aku hanya mampu berharap, seperti harapan kita semua....resital...teruslah berresital....

Lampu cafe kates mulai padam,

Resital pun usai....

Tinggalkan bisu

Kenangan yang terbungkam


***Agusteater....

Congngo'lah...

SESARUNG DIANTARA KAKI YANG TELANJANG

Catatan cafe kates resital IV

Tak kah kau lihat
serombongan anak memasuki ruang berkarpet
dengan langkah pasti
menutupi wajah
bak ninja dengan satu tujuan
membunuh atau terbunuh
....
menanti...
lingkaran waktu menuju ...
dan segala beku menyatu
...
tepuk riuh
"kubangga dengan karyaku", sela seseorang
"kukecewa karena ideku tak sampai", saut seseorang
"aku...hanya bisa diam", lidah kelu seseorang
....
dan rombongan sesarung
melangkah tegap
"aku menang...
diantara kekalahan ini".
...
lampu pun padam
...
matahari songsong seribu harap
diantara pucuk-pucuk bulir padi
dan embun tuntaskan dahaga
karena kau dan aku butuh bersama
...
lagi
dan esokpun kembali

*teateristico Congngo'lah...

TAK ADA LAGI SUARA DI POJOK KELAS ITU

Catatan cafe resital IV


Keluh...
menjadi peluh
catatan tingalkan kenangan
dan daun rebah di tanah kering
....
tak lagi ada suara dipojok kelas itu
sunyi menanti
tak seperti dulu lagi
...
"mengapa kau rebahkan kenangan itu sepekan
lalu kau teriakkan kata bisu ?" tanyamu

"rinduku tak nyala lagi,
saat angin menidurkan bayang imajiku,
dan karyakupun tuntas", kenangmu pada resital.

"kapan kau tumpahkan lagi banyolan-banyolanmu ?,
gugat seluruh kepenatan dari angka ke angka, dari rumus ke rumus,
dan kutemukan pelarian kreativitasku", tegasmu padaku.

plong....

aku kan tinggalkan rerantingku yang kering
di tanah yang subur ini

*teateristico Congngo'lah...

Senin, 22 Juni 2009

RUANG YANG KOSONG

Catatan cafe kates resital IV

Meteor
.....
Ruang dengan cahaya 5 watt
menyisakan daun-daun yang tak lagi berkata-kata
lalu...
kosong yang nyenyat

*teateristico Congngo'lah...

KUJELMAKAN SUKMAKU

Catatan cafe resital IV

seribu gema memenuhi ruang
seratus ide tumpah ruah di lantai licin
sepuluh nafas penuhi telingakata-kata
satu karya yang terbaik
...
aku menari-nari dibalik bayangan cahaya lampu
dan sesekali aku melempar serapah
diantara kekakuan kreativitas
.....
ku jelmakan sukmaku
diantara kepedihan karya-karyamu
.....
dan malam itupun
reranting patah berserak dilantai licin
tumbuh tunas
diantara kesombongan dan keangkuhan ide
menyeruak melalui gambar, kata dan gerak tubuh
...
tepuk riuh gemuruh
piala ditangan
dan senyum
...
sementara airmata
berhamburan
saat keringat tak lagi mengucur makna

*teateristico Congngo'lah...

ANAK –ANAK ANGIN

:untuk sineas muda smansa

Mereka adalah anak-anak

Angin dari kehidupan

Film adalah pilihan

Walau kadang terasa serak

Mereka belia

Bercita merubah dunia

Lewat film meraih cita

Hari esok sejuta warna

Meski muda usia

Dahsyat dalam karya

jangan tinggalkan mereka

curahkan bimbingan

Agar (lebih) beri makna

Tuk dunia dan hidupnya.

Syafiuddin Syarif Congngo'lah...

SMANSAS INDIE FESTIVAL FILM 2009 GOES TO “UPACARA”


Resital smansa 2009 berakhir semalam (21 juni 2009). Acara ditutup dengan acara puncak yaitu penganugerahan penghargaan kepada pemenang lomba recital yaitu film indie, mading tiga dimensi, batik, poster, juga teater. Yang paling menarik adalah penganugerahan penghargaan terhadap pemenang festival film indie. Malam penganugerahan pemenang sekaligus penutupan recital dikonsep seperti penganugerahan karya film tingkat dunia.

Tampil sebagai pemenang dalam dalam festival film indie adalah film karya kelas XI A3 dengan judul “Upacara” yang bercerita tentang nasionalisme. Keputusan panitia menetapkan film “Upacara” sebagai The Best Film menimbulkan pro dan kontra terutama dari kalangan cineas muda Smansa Sumenep. Kontra terhadap keputusan panitia penilai didasari anggapan bahwa kualitas film yang mengikuti turut serta dalam festival tahun ini lebih banyak dan baik dari sebelumnya. Serta adanya anggapan bahwa banyak film yang lebih menarik dari “Upacara”, sebut saja 75= tuntas, Becak, Senyum Yang Terabaikan,Ibuku Becak dan lainnya.

Kontroversi ini bisa diakhiri apabila kita memiliki konsep film indie. Konsep film indie akan dipahami apabila mempelajari teori film indie. Indie berasal dari Independent, yang berarti bebas, berdiri sendiri. Berarti sesuatu yang berbeda dan tidak sama dengan yang ada. Film indie berarti film yang berdiri sendiri dan berbeda dengan film-film yang sudah ada. Film indie adalah bentuk perlawanan terhadap kemapanan dan keluar dari maeinstream perfilman kekinian dengan. Ini dilakukan dengan menciptakan jalan sendiri. Film indie durasinya pendek, karena pendek pastinya jlimet . Sutradara dituntut bisa mengungkapkan ide secara utuh ke gambar film dan harus bisa ditangkap secara penuh oleh penonton. Film indie sangat miskin dialog. Dialog digantikan dengan gambar gerak yang divisualisasikan dalam bentuk film. Tanpa dialog, dengan melihat gambar yang ditampilkan penonton mengerti maksudnya. Disini gambar yang berbicara. Untuk itu dibutuhkan kameramen yang hebat yang mengerti anggle dan dari sudut mana gambar akan di shoot. Selain itu dibutuhkan editor unggul dan telaten.

Setelah kita mendapatkan konsep film indie tentunya keputusan panitia menetapkan film “Upacara” sebagai pemenang tidaklah salah. Diantara film lainnya “Upacara” sebuah karya film yang lebih dekat pada konsep film indie, sekalipun film tersebut compang-camping disana-sini. Sementara film lainnya masih kental dengan aroma sinetron. “upacara” sebuah film yang tanpa dialog, tetapi dengan gambar yang disajikan penonton mengerti atas apa yang dimaksudkan. Berbeda dengan lainnya yang mengandalkan dialog untuk menyampaikan maksud dan pesan film.

Sukses untuk “Upacara” XI A3, juga sukses untuk panitia rersital khususnya untuk ketua pelaksana yang selalu pulang malam. Dan diantaranya diselingi dengan tangis dan derai air mata. Puas!, puas!, puas!.

Syafiuddin Syarif, Guru Bhs. Jepang SMAN 1 Sumenep

Congngo'lah...

IDE SEDERHANA KAYA WARNA

Membuat atau mencipta sebuah karya bukanlah sesuatu yang sulit, tetapi sangatlah mudah. Itulah sedikit pesan yang bisa ditangkap setelah menonton film indie karya siswa kelas XI A4 dengan judul “Apa Ye”. Bagaimana tidak, ide pembuatan film ini tidaklah begitu dahsyat dan tidak melalui proses diskusi panjang internal tim produksi. Ide film ini muncul tiba-tiba tanpa nyana dari seorang anggota tim yang telah frustasi mencari ide funtastik.

Ide film “Apa Ye” berawal dari kegagalan. Ceritanya berawal dari kegagalan tim produksi membuat skenario film. Skenario film yang telah ditulis dalam bentuk skrip ditolak mentah-mentah oleh Pembina sinematografi Pak Agus. Skenario ditolak Pembina, tim segera mencari ide baru dan kemudian dibuat skenario lagi. Lagi-lagi skenario dicorat-coret oleh pembina karena dianggap tidak menarik dan salah sana-sini. Peristiwa penolakan ini terjadi berulang-ulang dan membuat tim produksi pusing tujuh keliling. Segala usaha mereka lakukan untuk mendapatkan ide film yang akan mereka produksi. Mereka menjelajah di dunia maya menggunakan alat jejaring dunia maya, datang ke konsultan ide kreatif, bahkan sempat datang ke Mbah Dukun untuk dijampi-jampi supaya otak menjadi encer dan keluar ide cemerlang. Sungguh nahas, hasilnya nihil. Ide menarik untuk produksi film tidak muncul-muncul.

Ditengah stress stadium tiga yang melanda tim produksi muncul ide tak dinyana. Salah seorang anggota tim mengungkapka ide untuk mengangkat kegagalan tim membuat scenario film diangkat menjadi film. Ide ini ibarat oase ditengah pasir menjadi pengobat dahaga bagi tim produksi yang haus akan ide. Segera setelah itu tim menemui Pembina. Kali ini beda, Pak Agus langsung menyambut baik ide mereka dan segera dibuat skenarionya. Selanjutnya sesegera mungkin dilakukan produksi.

Setelah disetujui pembina, tim produksi segera tancap gas melakukan produksi film. Film ini diberi judul “Apa Ye”, sebuah ungkapan dalam bahasa Madura. “Apa Ye” berarti “Apa Ya”, sebuah ungkapan yang menyatakan dalam keadaan kebingungan dan sedang mencari jalan keluar kira –kira apa dan bagaimana. Jalan keluar sudah mereka temukan dan jadilah film indie karya XI A4.

Menonton film ini kita teringat akan ide awal produksi airminum mineral dalam kemasan. Pada awal digulirkan ide untuk menjual air minum mineral dalam kemasan botol plastik ditolak mentah-mentah oleh orang dan dianggap tidak masuk akal. Karena orang-orang Indonesia tidaklah kekurangan air minum. Sekalipun idenya ditolak dan dianggap tidak masuk akal, mereka tetap memproduksi air minum itu. Hasilnya, air minum mineral itu mendapat sambutan dari masyarakat. Air kemasan itu laku keras dipasaran. Bahkan hingga saaat ini merek air minum itu menjadi penguasa pasar bisnis air minum mineral kemasan.

Film “Apa Ye” karya siswa XI A4 banyak memberikan pelajaran hidup bagi penonton. Pelajaran hidup itu antara lain, 1) ide harus dicari, kalau perlu diburu. Ide tidak akan datang dengan sendirinya, 2) sebuah karya tidak selalu diawali ole ide besar, kadang ide sederhana (kecil) apabila diproses dengan benar akan menjadi karya besar, 3) dalam hidup janganlah mudah menyerah terhadap masalah, hadapi dan berjuanglah untuk mencarikan jawabannya. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.

Syafiuddin Syarif , Guru Bhs. Jepang SMAN 1 SUMENEP

Congngo'lah...

Jumat, 19 Juni 2009

PENGRUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT TEKHNOLOGI

Resensi Pentas Teater Tappor Kellap X-5

Penonton memadati ruang aula. Lampu panggung lambat laun mulai memberikan suasana temaram, pasukan semut merah bergerak memasuki panggung. Dengan langkah sigap dan memberikan kesan pasukan tentara yang lagi melaksanakan patroli. Gerakan yang rampak dan diiringi vokal yang mengetarkan dinding-dinding aula, mereka menuju hutan yang memang menjadi kawasan hunian masyarakat semut. Di panggung segerombolan semut dengan perasaan riang sambil menari dari balik pohon besar, menandakan bahwa kehidupan mereka tenang dan damai tanpa kekurangan dan ganguan apapun. Penyutradaraan yang dikerjakan apik oleh Pras dengan menghadirkan penataan gerak yang tertata rapi.

Penataan ruangan pergelaran berhubungan dengan tata pentas di aula dan penataan setting yang sederhana mampu menampilkan suasana hutan. Memang ada konsep pemanggungan teater tidak selalu dipentaskan di atas panggung, tetapi bisa juga dipentaskan dipelataran atau arena. Oleh karena itu, penataan ruangannya pun berbeda-beda. Hal ini juga berhubungan dengan penonton. Pada pentas konvensional, biasanya menggunakan panggung yang di depannya diberi tirai depan dan penonton berada di depan panggung. Tempat pentas biasanya dilengkapi dengan korden-korden pembatas hiasan atas. Penataan ruangan bersifat statis. Panggung letakknya di belakang. Penonton berada di depan panggung duduk berjajar. Suasana seperti inilah yang ditampilkan pada pergelaran teater karya X-5 dengan judul Beringin Berrit.

Alur semakin naik tatkala kehadiran pengusaha hutan (Angga) memasuki panggung dengan membawa robot pemotong pohon (Vavan) dengan dikontrol oleh opereter robot (Satria) merencanakan akan membuat proyek pembangunan. Seluruh semut gelisah dan 4 pasukan semut mencoba melawan dan mempertahankan diri dari robot, namun yang terjadi pasukan semut kalah dan terkapar karena kekuatan robot. Alur menemukan klimaksnya saat ada perlawanan dari jenderal semut (Ani) yang ingin tetap mempertahankan wilayah hutan dari rongrongan manusia. Terjadilah perlawanan semut dengan pengusaha tersebut, namun kematian jenderal semut menitipkan pesan pada warga semut bahwa ”jagalah hutan ini dari kerakusan manusia”.

Perlawaan demi perlawanan tak mampu lagi dilakukan oleh semut-semut, dan dengan meminta bantuan dari pohon beringin berrit (Selvi), yang sementara itu juga pengusaha tersebut juga ingin merobohkan pohon beringin tua. Dengan kekuatan mistis yang keluar dari pohon beringin, maka pengusaha tersebut mampu terkalahkan dan akhirnya pasukan semut mampu menghadapinya. Kematian yang diterimanya. Dan hutan kembali tentram tanpa gangguan manusia lagi.

Gemah ripah loh jinawi, masyarakat hutan kembali meneruskan generasi barunya dengan penyelamatan lingkungan yang harus mereka lakukan sendiri. Karena manusia tak mampu lagi berpikir tentang manfaat lingkungan dan pelestarian lingkungan. Hanya sekedar kepentingan dan keuntungan sesaat. Inilah tema dari pertunjukan teater kelas X-5 yang ingin disampaikan ke hadapan penonton, sebagai renungan dimana teater sebagai media komunikasi dan refleksi untuk disampaikan kehadapan penonton.

Ada Nilai moral disini yang ingin disampaikan, sebagaimana fungsi dari teater. Nilai moral adalah nilai yang berhubungan dengan budi pekerti, etika dan susila. Setiap karya seni pasti mengandung nilai moral. Nilai moral yang ada di dalam karya seni, khususnya karya teater, dapat mengubah sikap dan prilaku penontonnya. Kalau nilai moralnya tinggi dapat membentuk perilaku penonton yang baik dan positif, tetapi kalau nilai moralnya rendah dapat membentuk penonton memiliki perilaku yang kurang baik. Karya teater yang telah dikemas oleh teater Tappor kelap memiliki nilai moral yang sangat tinggi yaitu mengajak penonton untuk bisa saling menjaga lingkungan hidup ini. Yang kedua manusia sebagai mahluk yang berkuasa diharapkan mampu menghargai mahluk yang lemah.

Dari proses produksi yang dilakukan oleh tim produksi Tappor kellap, sungguh sangat luar biasa dimana seluruh tim produksi mampu menunjukkan kerjasama yang bagus, saling melayani dam saling membantu, tetapi memang ada beberapa gelintir anggota yang cuek dengan proses produksi, nah kiranya proses produksi teater ini dapat dijdikan wahana atau ruang kreativitas yang berkelanjutan karena ini merupakan proses pembelajaran untuk saling kerjasama dan saling melayani dan mampu menghargai perbedaan untuk satu konsep karya khususnya karya seni teater.

Daun-daun kering

Berguguran...

Dan tunas

Akan tumbuh

Mewarnai aroma alam

Dan kehidupan melanjutkan perjalanan nasibnya

......*

(*teateristico) selamat dan teruslah berkarya, hingga kalian ada diantara lahan kreativitas di smansa ***agusteater
Congngo'lah...

Kamis, 18 Juni 2009

PENYADARAN MORAL DARI BILIK PANGGUNG COCOM

Resensi Pentas Teater kelas X-4

Teater merupakan salah satu seni kolektif yang artinya seluruh kegiatan berteater membutuhkan kerjasama personal untuk membuat sebuah karya sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing. Kolektivitas kerja teater adalah karya seni yang dikerjakan secara bersama-sama antara produser, sutradara, pemain, serta pengelola lainnya, seperti petugas tata suara, tata busana, tata setting, dan tata rias. Kinerja dengan kebersamaan dan kekompakan akan menunjukkan hasil yang maksimal dan hal tersebut memang menjadi kendala di kelas X-4. Hal ini terjadi saat persiapan setting pentas yang tidak dikerjakan dengan sempurna, sehingga apa yang sudah dipersiapkan ternyata tak bisa dipakai pada malam pementasan.

Sebuah kekurangan pada kerja kolektif akan berakibat fatal atau merugikan seluruh apa yang sudah dipersiapkan dengan matang. Teater juga membutuhkan penonton, karena tanpa penonton teater tidak bermakna. Oleh karena itu, semua yang terlibat dalam kegiatan pertunjukan teater harus mengetahui tugas-tugasnya sehingga pertunjukan teater dapat berjalan dengan lancar.

....

Malam itu...

Mushollah di belakang sekolahan

Agak berbeda dengan malam-malam sebelumnya

Karena ada peristiwa yang memang tak pantas terjadi

Namun...

Semuanya sudah menjadi bagian dari persoalan seputar mushollah

Adegan awal dibuka dengan penataan musik perkusi menghentakkan keheningan seluruh penonton. Alunan musik perkusi tergarap dengan komposisi musik yang menarik. Monolog cocom (Emmak) membuka adegan pada karya teater yang bertajuk Cocom in the action produksi kelas X-4 SMA Negeri 1 Sumenep. Cocom memberikan gambaran bahwa dirinya sudah bosan menjadi keset, benda yang selama ini hanya sebagai pembersih kaki dan diinjak-injak tanpa seseorang memperhatikan dirinya. Emmak memainkan monolog sangat begitu apik namun vokal yang jauh dari kapasitas kebutuhan panggung, menjadikan penonton sebagian besar tidak mampu mendengar dialognya. Vokal yang minim memang sangat mengganggu pencapaian isi dari cerita kepada penonton.

Cocom juga mengatakan bahwa dia tiap hari selalu menjadi saksi atas kelakuan banyak orang yang berada di mushollah, dan ternyata menurut kesaksian dirinya bahwa mushollah tidak sebagai tempat sholat namun untuk kepentingan yang lainnya. Sepasang semut muda-mudi (ucha dan helmi) dengan mengendap-endap memasuki mushollah, bukan untuk melakukan aktivitas ritual namun untuk hanya sekedar berpacaran dan menurut sepasang semut bahwa di mushollah aman untuk berpacaran. Permainan ucha dan helmi dengan style akting yang menarik, membuat pertunjukan semakin hidup.

Ternyata yang merasa bosan dengan tingkah laku penghuni sekolah Telad-An bukan hanya cocom, namun daun (Anis) juga merasa bosan dengan penyalahgunaan ruang ibadah untuk kepentingan yang lainnya. Cocom dan daun bertemu dengan saling memberikan informasi bahwa sudah sebegitujauhkan ulah siswa-siswi memperlakukan Mushollah tidak pada tempatnya, ada sebuah harapan bagi diri cocom bahwa mushollah dikembalikan pada pemanfatan kepentingan yang sepantasnya, sebagai tempat ibadah.

Peristiwa terjalin dengan penyutradaraan yang tertata apik dan dua ekor tikus (firman dan adit) memasuki mushollah membagikan hasil korupsi dengan anggapan bahwa mushollah sebagai tempat yang aman, karena tidak mungkin diketahui tikus-tikus yang lain. Namun apa yang terjadi bahwa perbuatan dua ekor tikus koruptor tersebut ternyata memang sudah diendus oleh dua ekor tikus lainnya (adi dan edwin). Mereka mengintip perbuatan pejabat sekolahan tersebut (dua ekor tikus koruptor) dan menjebaknya pada peristiwa kemudian.

Cocom mencurigai sandal (bebek) sebagai kroni dari dua ekor tikus pejabat namun sandal menyangkal dirinya sebagai kroni, kerena sebenarnya dia sudah bosan dijadikan sandal. Permainan bebek dengan improvisasi-improvisasinya mampu menghidupkan suasana yang berbeda dari keseluruhan pementasan cocom in the action ini. Ending yang menyeret kedua tikus koruptor ini ke pihak kepolisian, menyiratkan bahwa segala macam bentuk korupsi hendaknya diberantas sesuai dengan hukum yang berlaku. Cocom menutup pertunjukan kali ini dengan kegembiraan bahwa Mushollah diharapkan menjadi tempat ibadah bukan untuk tempat bermaksiat dan pembagian hasil kerja yang kotor. Sebuah harapan kita bersama.

Pertunjukan yang disutradarai oleh Ayu Novia N ini menarik karena seluruh peran tidak menampilkan tokoh manusia namun disimbolkan dengan kehidupan mahluk lain, seperti binatang, keset dan daun. Sebuah cerita satire yang dikemas apik tanpa akan menyinggung perasaan oknum-oknum tertentu. Cerminan realitas kehidupan yang terjadi pada dunia di luar aktivitas manusia. Renungan bagi kita semua, mungkinkah ini akan kita biarkan sehingga akan membuat Tuhan bosan kepada kita.....

...

Mungkinkah..

Tuhan mulai bosan

Melihat tingkah kita

Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa.....*

(*ebiet g ade)

(sekali lagi sukses Resital kelas X-4...berkaryalah tiada akhir...pusing???.... yang jelas iya... tapi...asyik khan???)***agusteater
Congngo'lah...

Rabu, 17 Juni 2009

ZANNEN DESUNE....


RESITAL : Momen Membangun Keakraban Wali Murid dengan Guru (Sekolah)

Pendidikan adalah proses, demikian diungkapkan oleh tokoh pendiri mazhab pendidikan liberal Paolo frei. Pendidikan sebagai proses diterjemahkan bahwa kegiatan penyelenggaran pendidikan di sekolah dalam bentuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau diluar KBM bertujuan merupakan proses yang dirancang dan harus dijalani oleh peserta didik mencapai sebuah tujuan atau hasil akhir dari proses tersebut. Pendidikan bertujuan mencetak peserta didik yang memiliki karakter, manusia yang unggul, tidak hanya dari sisi jasmani tetapi juga sisi rohani. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan sebuah proses dalam pendidikan sangatlah menentukan. Proses yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik. Sebaliknya proses yang tidak baik akan berdampak pada hasil yang tidak baik.

Keberhasilan siswa dalam proses belajar tidaklah hanya dari sisi akademik (keilmuan) semata, tetapi yang tak kalah pentingnya adalah sisi non akademik (diluar keilmuan). Semua keberhasilan tersebut haruslah ada semacam penghargaan atau apresiasi dari segenap stake holder pendidikan. Apresiasi tersebut diberikan sebagaiwujud simpati dan mengahargai terhadap usaha dan jerih payah peserta didik selam menjalani proses. Apresiasi perlu dan mutlak diberikan karena pendidikan adalah miniatur kehidupan sosial masyarakat dan curahan dunia ide dari cita-cita ideal masyarakat yang diharapkan. Kehidupan masyarakat yang dinamis didorong oleh kepedulian diri untuk memberikan peran sesuai dengan kompetensi diri ditengah masyarakat guna tercipta kehidupan yanh harmonis. Setiap pribadi memilki peran tersendiri dan mendapatkan pengakuan akan perannya oleh komonitas sosialnya.

Segala bentuk apresiasi, pengakuan, penghargaan atas hasil dari proses maksimal yang jalani oleh peserta didik tidak ditujukan agar peserta didik berbangga diri dan melupakan yang lain (sombong). Apresiaisi diberikan sebagai wujud sikap charity and reponsibility atas prestasi (hasil) anak didik setelah melalui proses panjang dan bersabar selama berproses. Sebuah penghargaan terhadap pikiran yang tercurahkan dan keringat yang tercucurkan untuk sebuah hasil. Pengukuhan dan pengakuan atas pribadi yang memiliki potensi yang selanjutnya potensi itu diberikan dalam bentuk peran ditengah miniatur sosial masyarakat (sekolah). Selayaknya anak yang memilki kemampuan akademik atas teman yang lain hendaknya menjadi tutor sebaya yang bertugas mengajari teman-temannya yang kesulitan menangkap informasi keilmuan yang diberikan guru. Dalam komonitas sosial, pribadi yang memiliki kemampuan lebih berkewajiban untuk menjadi motor penggerak menuju masyarakat yang dinamis. Hal ini sebagai wujud pertanggungjawaban atas apresiasi berbentuk prestasi yang diterima.

Resital yang diselenggarakan setiap tahun diakhir semester genap merupakan ajang unjuk kreasi siswa. Dalam event ini ditampilkan karya siswa kepada segenap stake holder pendidikan. Majalah dinding tiga dimensi, Photoshop, teater, batik dan pemutaran film indie adalah hasil keratifitas siswa dari proses yang relatif panjang. Untuk sebuah karya setiap individu dalam komonitas sosial kelas dituntut bisa bekerja sama sekaligus sama-sama bekerja. Mulai dari ide, konsep, pelaksanaan di lapangan diatasi secara bersama-sama. Permasalahan dan kendala dilapangan dihadapi dan dicarikan jalan keluar bersama. Setiap pribadi siswa dengan kompetensi yang dimiliki memberikan perannya untuk sebuah hasil karya komonal. Sebuah potret kehidupan masyarakat ideal yang diidamkan bersama.

Setiap usaha dan kerja keras seseorang haruslah direspon. Respon diberikan berbentuk apresiasi sebagai penghargaan dan pengakuan atas unjuk kerja yang ditampilkan. Setiap pementasan teater dan pemutaran film indie panitia mengundang para orang tua siswa untuk menyaksikan dan memberikan apresiasi terhadap apa yang dilakukan anaknya ditengah komonitas kelas dalam masyarakat pendidikan. Lain dari itu, event ini adalah momentum bertemunya para orang tua siswa dengan wali kelas ataupun para guru. Merupakan waktu yang tepat untuk menjalin keakraban antara orang tua siswa dengan para guru (pihak sekolah).

Selama ini sekolah sebagi institusi ibarat menara gading yang tidak boleh disentuh oleh tangan-tangan luar sekalipun orang tua siswa. Sekolah dengan sistem dan menejemen yang diterapkan menutup pintu rapat-rapat atas ide, masukan yang datang dari luar. Sekalipun muncul konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah mulai membuka diri atas peran dan masukan orang luar. Sekolah tidak akan mampu menyerap sepenuhnya aspirasi dan unek-unek yang datang dari luar. Ujung-ujungnya masukan itu disimpan dalam kotak: “ Usul Saudara kami catat dan akan dipertimbangkan”.

Momen resital adalah timing yang tepat untuk membuka jarak antara sekolah dengan pihak luar. Sembari menyaksikan karya siswa ada waktu bagi guru dan orang tua untuk berkomonikasi langsung. Orang tua menanyakan perkembangan anaknya kepada guru dan guru bisa menjelaskan kepada orang tua tentang kesulitan dan kendala yang dihadapi dunia pendidikan. Tak terasa curhat antara orang tua dengan guru menjadi komonikasi efektif untuk menghilangkan sekat pemisah antara orang tua dengan guru (pihak sekolah). Dari proses informaal sharing inilah akan tecipta keakraban antara orang tua dengan guru. Apabila telah tercipta keakraban, maka akan terjalin hubungan harmonis sekolah dengan pihak luar sebagai bagian dari stake holder institusi pendidikan. Sebuah jalinan harmonis yang berdiri diatas dasar saling memahami atas realitas dunia pendidikan yang merupakan tanggungjawab bersama.

Sayang, momen ini tidak bisa dimanfaatkan dengan baik oleh guru terutama wali kelas dan orang tua siswa. Guru, wali kelas juga orang tua siswa tidak semuanya hadir untuk memberikan apresiasi terhadap karya anak-anaknya. Peluang yang baik untuk menjalin komonikasi untuk menciptakan keakraban antara wali murid dan wali kelas / guru (sekolah) hilang sia-sia. Akhirnya tulisan ini saya tutup dengan ungkapan orang Jepang: ざんねん ですね (Sayang ya!).

Syafiuddin Syarif : adalah pengajar Bhs. Jepang SMA 1 Sumenep
Congngo'lah...

Selasa, 16 Juni 2009

SEMPROTAN ANTI SERANGGA...K.K.N. DUNIA KECOA

Ulasan Teater: Kerajaan Kecoak X-3

Musik perkusi menghentak memecahkan suasana penonton yang memadati gedung aula Smansa dengan pertunjukan teater Kerajaan Kecoa karya X-3 SMA Negeri 1 Sumenep. Empat ekor kecoa (mahluk yang dianggap kotor) oleh manusia lagi mengumpulkan sisa-sisa makanan yang berserakan di lantai panggung. Cerita bergerak dengan mensyukuri bahwa makanan berlimpah di wilayah kerajaan kecoa di negeri seberang, dan tiga ekor kecoa lainnya mengintip-ngintip ingin memasuki wilayah kerajaan seberang untuk mencuri makanan yang berlimpah ruah. Strategi pencurian mereka susun dan penjagaan wilayah kerajaan kecoa diperketat. Dengan setting yang tertata apik dengan dua pohon ranting kering disebelah gapura kerajaan, ingin menyampaikan bahwa setting yang kering karena masuk pada dunia kaum binatang bernama kecoa bukan dunia kehidupan manusia.

Penataan lampu yang menarik namun banyak celah-celah yang bocor karena lighting yang ada sangatlah sederhana. Dari dalam masuk sri ratu kecoa (chacha) dengan didampingi kedua perdana mentrinya, genit dan selalu tahu tentang perkembangan dunia gosip-mengosip layaknya infoteimen di televisi yang hadir ditengah-tengah kehidupan manusia di negeri ini. Mungkin inilah cermin kehidupan sosial politik di negri kita ini, yang mana penguasa-penguasa negeri ini juga sibuk melihat tayangan infoteimen dan juga sebagai pelaku publik figur yang syarat dengan gosip-gosip yang laku untuk dijual ke publik. Kritik dan mungkin satire yang diungkap pada garapan kali ini. Dan ternyata kelimpahan makanan yang membuat sri ratu kecoa bersikap seperti itu.

Kedatangan tiga kecoa yang mengendap-endap hendak mencuri makanan di kerajaan seberang, dicegah oleh ke dua pengawal. Ketiga kecoa tersebut tidak kekurangan uang namun hanya karena kekurangan makanan, loby serta penyuapan terjadi sehingga pengawal menerima tawaran tersebut, akhirnya dengan leluasa pencuri tersebut menguras makanan dari kerajaan kecoa. Sebuah cerminan tentang kondisi yang terjadi di negeri ini, sehingga dimanapun dapat kita dengar kebocoran-kebocoran proyek karena Program KKN yang masih dilestarikan atau mungkin masih dipertahankan.

Sri ratu kecoa marah dan mengusir ke dua pengawal kerajaan untuk dideportasi ke negara orang, karena tidak menginginkan orang-orang yang berKKN tumbuh dan berkembang di kerajaannya. Serentak semua kecoa bingung karena kehadiran manusia dengan membawa senapan berupa semprotan anti serangga, croot..croot...croot... dan terkaparlah semua adegan yang dibangun dari awal hingga akhir. Sebuah ending yang mengejutkan, karena manusialah semua buaian dan adegan kehidupan ini berhenti dan musnah. Manusia memang sangat berkuasa untuk mengatur keberlangsungan hidup, yang nyata-nyata Tuhan tetap selalu menyayangi umatnya. Ironis memang itulah kenyataan yang sedang kita hadapi.

Memadukan konsep dengan gagasan pelestarian lingkungan menggunakan materi cerita tentang semaraknya KKN sangat menarik hasil olahan sutradara (uut) pada pertunjukan teater kali ini. halus, satire dan tidak menyinggung kepada oknum menjadi pertunjukan yang segar dan menarik. Namun ada beberapa kekurangan baik dari kekuatan akting pemain dan penataan artistik. Gapura yang dibangun sangat menunjukkan wilayah dan jaman tertentu dari kebudayaan bangsa ini, lebih baik hendaknya gapura bersifat umum dan tidak menunjuk pada rujukan sejarah, karena cerita yang diangkat keluar dari kajian sejarah tertentu. Penataan koustum sangat menarik dengan pilihan desain dan warna, namun kelemahannya ada pada pencahayaan yang kurang maksimal. Sehingga untuk menonjolkan kesan warna dan karakter kurang nampak dari penonton.

Apresiasi tentang tema lingkungan memang kaya akan hasil eksplorasi dan perlu diingat jebakan-jebakan artistik selalu menjadi sebuah kelemahan dalam pertunjukan yang memang secara tehnis minim untuk kekuatan eksplorasi. (sukses berkecoak ria X-3) ***agusteater

Congngo'lah...

TERNYATA NASIONALISME MASIH ADA

“ Fefleksi terhadap Film Indie Upacara Bendera”

Nasionalisme adalah paham mencintai tanah air. Nasionalisme awalnya muncul di Eropa kemudian menyebar ke negara lain yang saat dunia berada dibawah imperialisme dan kolonialisme negara kuat (asing) terhadap negara tak berdaya. Nasionalisme menjadi api penyulut bangsa-bangsa terjajah untuk berontak membebaskan diri dari belenggu imperialis kolonialis yang lazim disebut penjajahan. Negara penjajah yang memiliki armada militer besar dan kuat, dan didukung peralatan perang laut (waktu itu) melakukan ekspansi besar-besaran kenegara-negara lain yang terbelakang. Awalnya adalah untuk berdagang, kemudian mereka menguasai wilayah melakukan ekspolarasi besar-besaran terhadap kekayaan yang terkandung didalamnya. Misi membangun peradaban baru dari negara yang lemah dan terbelakang menjadi dalil pembenaran terhadap negara-negara penjajah untuk menguasai suatu wilayah negara tertentu termasuk menguasai kebudayaan.

Penjajahan dan penguasaan atas wilayah tertentu pada waktu itu secara konvensi nasional adalah benar. Filosofinya adalah, negara yang sudah maju berhak untuk melakukan pembaharuan untuk kemajuan peradaban negara yang terbelakang. Sejarah membuktikan, penjajahan telah melahirkan penderitaan rakyat negara jajahan. Karena negara penjajah hanya melakukan eksplorasi kekayaan alam yang ada kemudian diangkut kenagara asalnya sebagai komoditas perdagangan antar negara Eropa yang sudah maju waktu itu. Hasil perdagangan berupa uang, emas dan lainnya dipergunakan untuk membiayai pembangunan negara penjajah sedangkan negara terjajah dibiarkan terbelakang dan rakyatnya menderita. Penderitaan, kelaparan,wabah penyakit, kematian adalah pemandangan yang biasa dan tidak menggoyahkan rasa negara penjajah untuk memikirkan hal itu. Hal itu terjadi bertahun-tahun bahkan ratusan tahun. Adalah tidak salah apabila muncul kekuatan lokal sporadis yang menuntut dan melakukan perlawanan terhadap penjajah untuk menuntut kehidupan yang rakyat yang lebih baik. Walaupun hal itu berangkat dari kesadaran untuk menuntut hak-hak mereka atas wilayahnya sendiri, perlawanan yang diberikan tidaklah seimbang dengan kekuatan penjajah untuk menangkal perlawana rakyat. Karena penjajah unggul dari kekuatan militer dan persenjaatan modern. Rakyat pribumi yang berjuang menuntut haknya gugur bergelimpangan diujung senapan mesin penjajah.

Nasionalisme menemukan momentumnya pada abad 19. Negara-negara terjajah terutama yang ada di benua Asia dan Afrika berhasil melepaskan diri dari belenggu rantai penjajahan. Negara-negara terjajah menjadi merdeka dan bebas dari kolonialisme dan imperilisme asing atas negaranya. Dengan semangat nasionalisme pada tanggal 17 agustus 1945 Indonesia berhasil mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka. Negara Indonesia yang berhasil membebaskan diri dari belenggu penjajahan belanda selama tiga ratus lima puluh tahun, dan penjajahan Jepang selama tiga tahun.

Nasionalisme melahirkan sikap patriotisme. Patriotisme adalah sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Patriotisme berasal dari kata "patriot" dan "isme" yang berarti sifat kepahlawanan atau jiwa pahlawan, atau "heroism" dan "patriotism" dalam bahasa Inggris. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga untuk kehormatan dan harga diri bangsa. Patriotisme melahirkan pahlawan-pahlawan kusuma bangsa. Pahlawan yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan, harga diri, dan kejayaan bangsa. Patriot bangsa yang rela mempersembahkan jiwa raga, rela berkorban dengan pamrih tanpa mengharapkan balasan apa-apa.

Kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia pada 17 agustus adalah persembahan para pahlawan yang gugur berjuang menyabung nyawa melawan pemerintah jajahan Belanda. Kemerdekaan telah memakan ratusan bahkan puluhan ribu jiwa pejuang bangsa ini. Mereka berjuang mengangkat senjata apa adanya melawan persenjatan lengkap penjajah untuk kemerdekaan bangsa. Mereka sadar bahwa persenjataan mereka kalah dari dari persenjataan penjajah, namun demi harga diri dan kemerdekaan bangsa, mereka tetap berjuang. Sebuah usaha perjuangan yang tidak sia-sia sekalipun mereka telah terkubur menjadi tanah.

Adalah kata-kata Soekarno: Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya”. Kata- kata ini bukanlah sebuah pemeo biasa yang kering akan makna dalam kehidupan berbangsa. Disaat negara dalam keadaan merdeka, penjajahan sudah berakhir, generasi selanjutnya cenderung untuk melupakan terhadap perjuangan para pahlawan. Kata-kata Soekarno tersebut adalah pengakuan anak bangsa atas perjuangan gigih para pahlawan bangsa yang telah gugur mengorbankan jiwa raga untuk kemerdekaan. Alam kemerdekaan saat ini adalah hasil perjuangan pahlawan bangsa yang gugur menyabung nyawa melawan penjajah. Memang mereka telah mati, tetapi perjuangan dan pengorbannya telah dirasakan oleh generasi sekarang ini. Jangan lupakan pengorbanan para pahlawan yang berjuang untuk bangsa ini, itulah kira-kira pesan Soekarno untuk generasi bangsa ini.

Setelah perjuangan fisik telah mencapai puncaknya dan kemerdekaan telah diraih, jadilah bangs ayang berdaulat. Berdaulat artinya memiliki kekuasaan sepenuhnya atas negaranya sendiri. Dengan kedaulatan yang dimiliki bebas untuk menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan kehendak dan kemauan rakyat. Apabila sebuah negara belum merdeka otomatis tidak akan berdaulat, karena masih berada dibawah kekuasaan negara lain. Kedaulatan adalah harga diri bangsa yang harus dijaga dan diperjuangkan dari anasir asing. Kedaulatan mengajarkan bahwa kekuasaan tertinggi negara ada ditangan rakyat. Kekuasaan rakyat akan negara harus dihormati, karena rakyat adalah orang yang berjuang mendirikan negara sekaligus pemilik dari sebuah negara.

Upacara bendera yang diselenggarakan setiap hari senin disekolah adalah salah satu cara untuk menanamkan jiwa nasionalisme dan patriotisme bagi generasi muda bangsa terutama dari kalangan pelajar. Juga wahana untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan negara pelajar sebagai bagian dari rakyat sebuah negara. Selain itu berfungsi untuk membentuk jiwa generasi yang menghargai jasa para pahlawan bangsa.

Dalam upacara ada mengheningkan cipta, sebuah hening untuk mennghayati makna perjuangan dan pengahargaan terhadap jiwa para pahlawan yang telah gugur berjuang untuk negara yang saat ini didiami. Hening merupakan sikap kosong, melepaskan diri dari nafsu, dialihkan untuk mengenang arwah pahlawan bangsa. Sekalipun tidak turut berjuang melawan penjajah untuk kemrdekaan setidaknya kita mengenang dan menghargai ribuan nyawa yang telah gugur itu.

Selain itu setiap pelaksanaan upacara ada pengibaran bendera Indonesia. Saat bendera dikibarkan oleh pasukan pengibar, setiap peserta upacara harus memberikan hormat dengan menyilangkan tangan kanan diangkat dan ditempatkan dekat dahi layaknya penghormatan khas Indonesia. Bendera adalah lambang kedaulatan sebuah negara. Negara berkibar berarti negara nasih eksis, sedangkan bendera yang tidak dikibarkan lagi berarti negara sudah tiada lagi. Bendera bukanlah kain yang diberi warna semata. Bendera adalah lambang dan jiwa negara yang hdup. Hormat kepada bendera bukanlah mendewakan kain bendera, tetapi sebuah simbol penghargaan dan pengakuan atas kedaulatan rakyat dalam negara. Hormat kepada bendera mengajarkan kepada pelajar bahwa kedaulatan rakyat harus diakui dan dihargai oleh negara. Sebuah pengakuan atas hak-hak rakyat dalam negara. Negara ini berdiri atas perjuangan dan kehendak rakyat bukan atas kehendak pengausa atau raja.

Upacar sebuah pembelajaran kehidupan berbangsa kepada pelajar Indonesia. Pelajaran menghargai jasa dan pengorbanan para pahlawan negara yang telah gugur. Sekaligus pembelajaran pengakuan atas kedaulatan rakyat dalam negara.

Ditengah merosotnya semangat nasionalisme kalangan generasi muda saat ini, kita menemukan secercah sinar harapan akan nasionalisme dikalnagn pelajar. Sekalipun dalam bentuk visual film durasi pendek karya siswa XI A3 dengan judul “Upacara Bendera” mengajarkan kepada semua elemen bangsa untuk tidak dengan mudah melupakan jasa perjuangan dan pengorbanan pahlawan bangsa. Jasa pahlawan yang diberikan kepada generasi bangsa Indonesia untuk mencapai negara merdeka. Sebuah pengorbanan tulus ikhlas tanpa pamrih tidak mengharap imbalan apa-apa. Setelah hidup tenang dan damai di alam kemerdekaan jangan lupa bahwa ketenangan dan kedamaian ini adalah perjuangan dan pengorbanan segenap jiwa dan raga para pahlawan yang telah gugur.

Saat ini bendera telah berkibar dengan gagahnya diangkasa Indonesia, kedaulatan sebagai rakyat negara telah diraih, janganlah lupa akan jerih payah dan penderitaan pahlawan dalam perjuangannya untuk bangsa ini. Jangan disia-siakan perjuangan mereka, kenanglah mereka dan teruskanlah perjuangannya. Inilah pesan yang disampaikan dalam film indie karya XI A3 dengan judul Upacara Bendera. Ternyata ditengah krisis kebanggsaan dan maraknya primoldialisme suku bangsa, masih ada anak bangsa yang memiliki nasioanlisme dan patriotisme yang diangkat kedalam dunia visual.

Penulis: Syafiuddin Syarif, guru SMANSA Sumenep.
Congngo'lah...

Senin, 15 Juni 2009

BUDAYA POP: PERLAWANAN GENERASI MADURA

(Selayang Pandang Terhadap Resital : “Festifal Film Indie Smansa Sumenep”)

BUDAYA POP dan MEDIA KOMONIKASI MASSA

Kebudayaan hakekatnya adalah hasil dari pemikiran manusia. Culture atau budaya menurut McIver adalah ekspresi jiwa yang terwujud dalam cara-cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesusasteraan, agama, rekreasi, dan hiburan, dan yang memenuhi kebutuhan hidup manusia. (dikutip dalam Soekanto, 2002:304). Sebagai sebuah panduan bagi budaya mewujud, dipelajari dan diaplikasikan salah satunya melalui media komunikasi.

Komunikasi sebagai sebuah perilaku interaksi sosial menjadi alat bagi suatu budaya untuk eksis dan survive dirinya dan memastikan hal tersebut melalui pewarisan sosial. Namun disisi lain, komunikasi juga menjadi media bagi pewarisan budaya tandingan atau counter culture yang secara perlahan tapi pasti, dan diam-diam ternyata mengakar dan tumbuh sebagai alternatif dari budaya tinggi (budaya hegemoni) saat ini yang dimiliki sebuah masyarakat. Kemunculan teknologi menumbuhkan prilaku baru ditengah masyarakat yaitu instant attitude (prilaku instant), mendapatkan tandingannya berupa budaya populer (pop culture).

Mengapa budaya populer menjadi tandingan dari budaya tinggi (budaya hegemoni)? Budaya populer atau budaya massa diartikan oleh McDonald dalam Popular Culture (Strinati, 2004:18) sebagai sebuah kekuatan dinamis, yang menghancurkan batasan kuno, tradisi, selera dan mengaburkan segala macam perbedaan. Budaya massa membaurkan dan mencampuradukkan segala sesuatu, menghasilkan apa yang disebut budaya homogen. Budaya pop merubah pandangan awal dari budaya yang partial, budaya yang dibatasi oleh batas-batas teritori menjadi budaya yang universal global yang kini tak lagi dibatasi oleh teritori baik darat, laut atau udara sebuah komonitas atau geografi wilayah.

Pada awal kemunculannya budaya populer memposisikan diri sebagai counter culture yang melawan kemapanan, menawarkan alternatif bagi sebuah masyarakat yang berubah, kemudian menjadi katalisator yang berfungsi sebagai ‘pemersatu’ unsur-unsur masyarakat yang terpisahkan kelas dan status sosial ke dalam satu komunitas massa ‘maya’(baca: bukan sesungguhnya). Komunitas tersebut disebut ‘maya’ karena seperti hakekatnya sebuah bentuk komunikasi massa yang khalayaknya anonim dan tersebar. Komunitas dari budaya populer acapkali bersifat tersebar dan anonim. Mereka dipertemukan ketika budaya populer tersebut berwujud. Sebuah grup musik yang sedang naik daun atau terkenal adalah salah satu contoh budaya populer. Penggemarnya berada di berbagai pelosok daerah dan negeri, dipersatukan pada saat band tersebut tampil, yang walaupun tampilnya di stasiun televisi, menyatukan para penggemarnya untuk menyaksikan. Dan pada saat itu mereka menjadi komunitas massa ‘maya’.

Fenomena J-Rock adalah contoh dalam hal ini. J-Rock merupakan aliran musik rock yang muncul di negara Jepang. Diawali oleh larc~en~cil menjalar ke band-band lain yang gaya bermusiknya sejalan dengan nafasnya. Kemudian, media massa memainkan perannya dengan sempurna. Setelah diekpos secara besar-besaran melalui media komonikasi massa (televisi, radio, internet dll) musik rock khas negara Jepang tersebut menjadi booming dan dikenal diseluruh dunia menjadi aliran musik rock tersendiri. Setelah dikenal melalui publiksasi media J-Rock termenjadi fenomena budaya global (populer). Tak heran bila di Indonesia bermunculan band-band yang bernafaskan J-rock. Bahkan ditingkat lokal kabupaten sumenep yang jauh dari negara Jepang banyak bermunculan band indie aliran j-rock.

Dalam pembentukan budaya pop seperti yang digambarkan diatas merupakan peran dan pengaruh yang sangat besar yang diberikan oleh media massa ditengah-tengah kehidupan sosial masyarakat. Orang yang terpisahkan oleh wilayah yang sangat jauh sekali dan sama sekali tidak kenal disatukan dalam dalam sebuah komonitas baru.

Film Indie SMANSA SUMENEP

Film adalah media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan, karena film adalah media komunikasi. Dalam Mukaddimah Anggaran Dasar Karyawan Film dan Televisi 1995 dijelaskan bahwa film: “…bukan semata-mata barang dagangan, tetapi merupakan alat pendidikan dan penerangan yang mempunyai daya pengaruh yang besar sekali atas masyarakat, sebagai alat revolusi dapat menyumbangkan dharma bhaktinya dalam menggalang kesatuan dan persatuan nasional, membina nation dan character building mencapai masyarakat sosialis Indonesia berdasarkan Pancasila".

Film sebagai medium budaya yang sekaligus medium komunikasi massa, merupakan salah satu produk budaya populer. Berbicara tentang komunikasi massa, tentu layak bila kita memasukkan film sebagai media dari budaya populer. sejak kemunculan perdananya telah menjalankan fungsinya sebagai media komunikasi, yang paling jelas terlihat adalah fungsi sebagai media informasi dan media hiburan. Film juga menjalankan fungsinya sebagai media massa, yang melayani konsumen atau khalayak yang anonim, heterogen, dan tersebar. Hal ini didukung oleh sifat kebaruan (novelty), gerak, warna, dan audiovisual yang dimilikinya. Film yang awalnya berfungsi sebagai hiburan kini bermetmorfosa menjadi media pembentuk realitas khalayak. Film Ayat-Ayat Cinta disusul kemudian yang segera rilis Ketika Cinta Bertasbih menjelmakan diri ditengah masyarakat sebagai alternatif media dakwah. Kedua film tersebut mampu memposisikan diri menjadi penyampai nilai-nilai Islam yang menarik.

Banyak teori menyatakan bahwa film sebaiknya menjadi cerminan seluruh atau sebagian masyarakatnya, alias ada kritik sosial disana. Film sebaiknya mempresentasikan wajah masyarakatnya. Fungsinya sebagai arsip sosial yang menangkap Zeitgeist (jiwa zaman) saat itu Dan penonton terasa dekat dengan tema yang hadir dan bahkan serasa melihat dirinya sendiri, bahkan diajak mentertawakan dirinya sendiri, mengkritik dirinya sendiri. Dengan menghadirkan wajah masyarakat yang sesungguhnya, maka film itu pelan-pelan akan memfungsikan dirinya menjadi sebuah kritik sosial. Kalau kita setuju dengan hal ini, maka kita bisa menyatakan film seperti Marsinah (Slamet Djarot), Eliana Eliana (Riri Riza), Bendera (Nan Achnas), Arisan! (Nia Dinata), sebagai perjuangan awal kritik sosial generasi baru sineas Indonesia.

Bagaimana dengan Festival film indie Smansa?. Festival film indie Smansa yang dikemas dalam format resital menayangkan film hasil karya siswa-siswi smansa. Film tersebut menarik terlepas dari teori film ideal (yang sebenarnya), karna yang membuat film tersebut masih pelajar yang sibuk dengan kegiatan sekolah. Semua dialog dalam film tersebut menggunakan Bahasa Madura. Bahkan semua unsur film cerita, tokoh, latar, dan lain-lainnya murni Madura. Permasalahan yang diangkatpun merupakan permasalahan sehari-hari yang juga dialami langsung oleh semua orang tanpa terkecuali diluar madura, khususnya permasalah sosial budaya yang menyentuh dan bersinggungan langsung dengan dunia anak (siswa).

Bagi sebagian orang Bahasa Madura merupakan bahasa yang unik dan aneh dalam kebudayaan Indonesia. Buktinya kalau kita berada ditempat lain diluar Madura kemudian berbicara menggunakan Bahasa Madur, maka orang disekitar yang mendengarkan akan merespon dengan cibiran dan menertawakan. Selama ini orang-orang diluar cenderung perpandangan streotip terhadap Madura. Madura diidiomkan dengan keterbelakangan budaya, masyarakat udik, sandal jepit, sarungan, miskin, kotor dan idiom lain yang memalukan.

Film tersebut menggambarkan secara jelas dan nyata dari kehidupan sosial Madura. Kehidupan yang sama dan akan kita temukan dikomonitas sosial lain diluar madura. Sebuah visualisasi yang jujur, apa adanya tentang masyarakat Madura saat ini yang tentunya dengan kekhasan karakter masyarakat. Sebuah karakter masyarakat Madura dengan tempaan alam yang tidak akan pernah dimiliki oleh orang luar. Dan visualisasi kehidupan anak-anak muda Madura yang berada ditengah arus persimpangan globalisasi. Salah satu film menyuguhkan adegan tentang anak yang menggunakan jejaring dunia maya (internet) untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupannya. Gambaran kehidupan tersebut sama dan tak jauh beda dengan anak-anak diluar Madura termasuk denagn anak-anak di dunia lain yang sudah maju. Saat ini anak-anak Madura sudah akrab dengan teknologi informasi (internet), halini sama dengan anak-anak ditempat lain yang dianggap sudah berperadaban maju.

Penulis memandang apa yang dilakukakan oleh anak-anak Madura dalam Festival Film Indie sebagai Counter culture. Melalui film generasi muda Madura melakukan perlawanan budaya, sebuah budaya tandingan yang berhadapan langsung dengan hegemoni budaya mapan saat ini yang didengung-dengungkan masyarakat diluar Madura. Film merupakan produk budaya pop yang dijadikan media komonikasi perlawana budaya. Media komonikasi budaya pop berbentuk film menjadi alat untuk mengkomonikasikan Madura dengan budayanya kepada orang luar termasuk masyarakat global. Melalui karya film indie generasi muda Madura menghapus pandangan sempit dan picik yang cenderung mendiskreditkan Madura selama ini. Selain itu merupakan kritik sosial khusunya masyarakat luar untuk merubah pandangan terhadap Madura selama ini yang salah dan keliru. Film tersebut menyatakan dengan terang bahwa Madura adalah masyarakat dengan budaya dinamis dan berperadaban maju selaras dengan perubahan zaman. Berbeda sama sekali dengan yang dituduhkan selama ini terhadap Madura.

Di sisi lain, sekalipun film tersebut banyak berkutat dalam dunia remaja (siswa), film tersebut berfungsi sebagai dokumentasi nilai-nilai keidupan sosial masyarakata Madura. Karya film itu menjadi referensi bagi penelitian perkembangan kebudayaan Madura. Dan yang lebih, karya film tersebut merupakan pembuktian kepada masyarakat luar bahwa anak-anak Madura memiliki kecakapan dalam “bermain” di wilayah budaya pop. Selam ini kemampuan membuat film hanya dimiliki oleh anak-anak yang tinggal di kota besar dengan dukungan ekonomi yang mapan dan fasilitas yang lengkap. Ini adalah momen pembuktian bahwa sekalipun jauh hidup di kota kecil dan pencil seperti sumenep, dan dukungan peralatan apa adanya mampu menciptakan sebuah icon budaya pop.

Penulis meyakini film indie karya siswa ini apabila diekspos besar-besaran melalaui media massa dan disaksikan oleh jutaan orang diluar akan berpengaruh besar dalam merubah pandangan streotip selama ini. Dari film tersebut orang diluar bisa mengambil pesan bahwa orang Madura dengan budayanya tidak jauh beda dengan orang luar. Tentunya juga bermimpi agar film itu masuk dalam festival film indie yang berkelas. Kalaupun tidak film indie karya siswa tersebut bisa masuk jejaring maya sehingga bisa diakses oleh masyarakat seluruh dunia. Apabila ini dilakukan dan betul terjadi, film tersebut akan menjadi media penyampai tentang Madura dengan kekhasan masyarakat dan budaya yang dimiliki.

Sebuah perlawanan elok dan menawan yang dilakukan oleh generasi muda untuk merubah pandangan streotip masyarakat luar atas Madura. Perlawanan yang dilakukan tidak dengan celurit, pedang, senapan dan alat perang lainnya, tetapi dengan budaya pop. Perlawan bukan dengan menggunakan kendaraan perang lazimnya seperti pesawat tempur kapal perang, tank dan sebagainya. Generasi muda Madura melawan dengan menggunakan kendaraan media komonikasi massa berbentuk film.

Tulisan ini diperkaya dari sumber :

http : // puslit.petra.ac.com/journal/commonication.

http : // ericsasono.blogspot.com

http : // forumbudaya.org.com

Syafiuddin Syarif , penulis pemula tinggal di Sumenep, guru SMAN 1 Sumenep.
Congngo'lah...

SEMINAR DAN WORKSHOP CINEMATOGRAFI PELAJAR

RANGKAIAN KEGIATAN RESITAL IV – Pekan Seni Budaya Smansa 2009

Bertempat di ruang multi media SMA Negeri I Sumenep, pada hari senin, 15 Juni 2009, tepat pukul 15.30 seminar dan wokshop dihadiri oleh seluruh Anggota ekskul cinematografi, perwakilan kelas X dan XI serta diikuti oleh perwakilan komunitas cinema MAN dan SMA Muhammadiyah 1 Sumenep. Seminar dihadiri oleh nara sumber dari Staf Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur yang sekaligus sebagai Dosen Film di STKW Surabaya serta praktisi dan pengamat film pelajar yaitu Bapak Antok Agusta, S.Sn.

Diawali dengan pemutaran film indie “UPACARA” karya XI IIA-3 SMANSA, perbincangan dimulai dan diskusi nampak hidup. Pemaparan tentang tehnik-tehnik cinematografi yang memang selama ini kita kurang apresiatif, sehingga apa yang dihasilkan selama ini banyak terdapat kekurangan. Antusias peserta seminar dengan pertanyaan-pertanyaan tentang keinginantahuan ilmu-ilmu cinematografi mampu dipaparkan oleh nara sumber dengan komunikatif sekali. Ada beberapa point yang dapat disampaikan, diantaranya tentang apa sebenarnya sinema itu, tak lain adalah yang pertama pengungkapan komunikasi dengan bahasa gambar, kedua, karena cinema itu gambar yang bergerak, sehingga dalam pengambilan gambar seharusnya kamera selalu bergerak dalam satu kali tik (shoot), yang ketiga adalah pengambilan harus detil sehingga makna dari gambar sampai kehadapan penonton. Menarik memang saat kita semakin paham akan dunia film, sehingga karya film akan mampu berbicara tentang tuangan-tuangan ide kita melalui gambar tidak lagi melalui media lisan atau tulis.

Memang layak dan patut dijadikan perhatian karena fenomena yang terjadi pada perkembangan dunia film pelajar tidak masuk pada ruang karya pop atau iindustri hiburan, film pelajar lebih cenderung mengangkat tema dari dunianya sendiri dan persoalan-persoalan yang dekat dengan lingkungannya. Sedang dunia industri film yang dapat kita lihat searang ini banyak mengangkat tema untuk kebutuhan rating (peringkat penonton) dan nilai keuntungan penjualan dari produk film yang diproduksi. Hal inilah yang nantinya diharapkan dari kemunculan film-film pelajar membuat karya untuk sebuah pencerahan pemikiran yang kritis dan inovatif, khususnya pada dunianya, yaitu dunia pelajar.

Motiviasi-motivasi bagi movie maker pelajar SMANSA untuk selalu berkarya disambut hangat oleh peserta seminar dan workshop kali ini, mereka gelisah dan pertanyaan-pertanyaan dicecarkan pada Bp. Antok agusta. Dan beliau yakin bahwa sebentar lagi akan muncul movie maker dari SMANSA khususnya dan Madura pada umumnya yang akan mewarnai dunia perfilman di negeri kita ini. Karena pada perkembangannya kini banyak diisi oleh film jaelangkung dan terowongan casabalanca. Miris memang kalau seluruh konsumen film dijejali dengan tema-tema tentang dunia gaib, gosip dan kemelaratan serta penderitaan orang lain dijual ke publik, apalagi sebagian besar penontonnya adalah kalangan pelajar. Pertanyaannya kini adalah mau dibawa kemanakah ruang apresiasi pelajar saat ini dengan dunia hiburan yang sudah merambah keruang-ruang pribadi?

Apa yang dikerjakan oleh movie makers di Smansa dengan acara resital ini akan memberikan harapan dan pencerahan bagi dunia film pelajar ke depannya, ini mungkin harapan atau pernyataan dari nara sumber Bp. Antok Agusta kepada peserta seminar dan workshop cinema pelajar dalam rangkaian Resital IV – pekan Seni Budaya Smansa 2009. **Selamat Resital IV***

Congngo'lah...

KETIKA PARA BINATANG BERMUNAJAT

Karya : Teaterikalisasi Puisi Kelas X-1

Sehari warga kelas unggulan SMA Negeri 1 Sumenep, yang tergabung pada tim produksi SC bekerja mempersiapkan pelaksanaan Resital Kelas X-1 sekaligus pembukaan Resital IV – Pekan Seni Budaya Smansa 2009. Kerja yang tak mengenal lelah dan memang sebagian terbagi tugas dengan pembenahan Mading di kelasnya.

****

Bintang-bintang...

Bulan sepotong...

Pusaran angin diatas langit smansa

Menyinar di celah-celah reranting patah


.....*.

(*teateristico)

Langkah kaki-kaki dan letupan asap knalpot berarak menuju lapangan basket. Sementara di aula sebagian warga kelas X-1 menyambut kedatangan tamu dan para penonton. Di depan pintu disediakan daftar tamu, dan langkah-langkah kakipun satu persatu memenuhi ruang aula yang kelihatan menyempit. Suasana Cafe terbangun dan para undangan mulai menikmati hidangan yang tentu memang disajikan oleh panitia resital X-1.

Sambutan demi sambutan berlalu dan Sepeda Cihuyy...mempertunjukkan hasil karya film indienya dan tepuk riuh penonton menandakan karya film Sepeda Cihuyy dapat diapresiasi penonton dengan baik. Sekali lagi selamat dan sukses untuk sepeda cihuyy..nya.

Lampu panggung menyala...

Pementasan teaterikalisasi puisi Munajat Kaum Binatang dengan mengangkat karya KH. Mustofa Bisri memberikan aura mistis di aula smansa. Dengan sutradara R. Ahmad Fauzan Adhima dan panata Musik Nur Abdillah Sidiq, kemunculan adegan pertama mampu membuat penonton terkesiap dengan olahan karyanya. Setting yang ditata apik oleh penata artistik (Mahardillah Noviar) mampu memberi kesan setting tempat di hutan dengan menempatkan pohon ditengah-tengah dengan penataan kostum yang menarik. Narator (Nora irma Hayati) ditempatkan pada posisi yang tinggi melambangkan kekuatan suara dari langit. Kesan tersebut muncul dengan pemanfaatan level yang tinggi, sementara para binatang yang hidup dihutan ditempatkan pada level yang sangat rendah. Hal tersebut sutradara ingin mengungkapkan lewat karyanya bahwa bianatang tetaplah sebagai kaum ciptaan Tuhan yang derajatnya masih jauh lebih mulia manusia. Sutradara pada awal adegan menampilkan pemburu dan sekaligus sebagai kontraktor pembangunan proyek, dengan menembaki binatang liar dan menebangi seluruh isi hutan untuk pengembangan proyek yang memang menjadi bagin dari pengembangan proyek di negeri ini. Pesan moral yang memang perlu diangkat selama kita masih berkenan untuk menyelamatkan lingkungan kita.

Alur merangkak tahap demi tahap, pada puncaknya terjadi kekecauan seluruh isi hutan dan seluruh isi hutan tak mampu lagi merasakan ulah dari manusia, dan krisis moral para hewan tersebut hanya mapu mengeluh kepada sang penguasa alam Tuhan Yang Maha Pencipta. Tinggal Tuhanlah yang mampu menerima keluhan dan Munajat para kaum binatang. Para Ular (Rofiyah yuniarti), Kera (Irwan H.), Harimau (Eki Pratama W.) dan Burung (Riskillah Fauziyanda) bersama-sama memohon :

Ya Allah, ya Tuhan kami;

Ampunilah kami.

Malam ini kami yang masih tersisa dari makhluk binatang

berkumpul menyampaikan

Keluhan kami kepadaMu- kepada siapa lagi kami mengeluh

kalau bukan kepadaMu”


Karena siapa lagi yang mampu menerima semua penderitaan ini, kalau tidak kita kembalikan kepada Sang Khalik. Semua berhumpapa...berhumpapa...dan ruang aula bergetar..seluruh isi aula mengamininya...tak ada yang terucap selain... helaan nafas seluruh isi ruang aula melihat garapan yang ditampilkan oleh para peserta didik kelas X-1 pada malam senin di aula SMA Negeri 1 Sumenep.

Seluruh karakter pemain mereka perankan dengan kecerdasan akting masing-masing dan mampu memikat seluruh perhatian penonton malam itu. Penataan artistik yang didukung oleh seluruh crew pementasan malam itu menambah kesempurnaan garapan Munajat Kaum Binatang oleh Teater SC. Kerjasama dan saling melayani mampu mereka aplikasikan pada kerja tim produksi pada saat persiapan pagi hari sampai sore dan mereka tunjukkan ke dalam karya teaterikalisasi puisi minggu malam di aula.

Pertunjukan teaterikalisasi puisi oleh teater SC malam senin lalu terasa sangat menarik walau ada masalah-masalah kecil yang tentunya karena persoalan tehnis, yaitu lighting panggung yang menang sangat minim, sehingga seluruh karakter visual kurang mampu berbicara kehadapan penonton. Setting yang menggambarkan taman rumah kita kurang mampu menciptakan suasana hutan, mungkin inilah kelemahan dari penataan setting yang tidak utuh dalam penggambaran suasana hutan). Demikian juga dalam tata musik telah membuat pertunjukan menjadi terasa hangat.

Para pemain secara umum menunjukkan kemampuan berperan yang baik, namun secara tehnis vokal ada beberapa pemain yang lemah dan mungkin bisa dikata kehabisan vokal, terutama Nora irma Hayati sebagai narator yang seharusnya vokalnya mengggelegar tak mampu menembus ke ulu hati penonton dan Eki pratama sebagai harimau kurang memberikan emosional karakter yang keras dan auman yang ganas. Namun keseluruhan mampu diselamatkan oleh Rofiyah yuniarti dengan dialog-dialog yang emosional yang sesuai dengan takaran karakternya, irwan yang energik dan cuitan burung oleh Riskillah Fauziyanda yang mampu membelah keheningan di ruang aula.

Namun secara keseluruhan pertunjukan Teaterikalisasi Puisi karya teater SC memukau penonton, dan ending dikemas dengan sangat apik dengan kemunculan tokoh masa depan (Bella Rosailla HP) dari arah penonton, supence bagi penonton dan dapat diartikan sebagai perwakilan dari seluruh penonton menjadi tokoh-tokoh masa depan selanjutnya. Bergerak pelan dengan berkoustum jubah putih (melambangkan kemurnian) diiringi dengan hentakan musik yang berimarama ritmik dengan pukulan rampak musik perkusi menambah keagungan tokoh masa depan. Renungan yang ditawarkan kepada kita, apakah kita mampu menjadi tokoh-tokoh masa depan yang mampu menghargai dan seluruh mahluk Tuhan yang ada di muka bumi ini? Pertunjukan secara keseluruhan sangat menarik dan ini dapat kita dengar dari beberapa komentar dari penonton bahwa pertunjukan kali ini menarik dan luar biasa...”kok bisa ya pak?”, Salah satu komentar dari penonton. (Berhentikah atau tetap berkarya?) **Agusteater
Congngo'lah...

Minggu, 14 Juni 2009

MENEMUKAN IDE DAN KREATIVITAS

(catatan atas film “ APA YEE?!”

Ide atau mood, merupakan sebuah pijakan untuk melakukan sesuatu secara kreatif dan produktif. Dari sebuah ide kemudian diolah secara berbeda dan tak lazim, seringkali berbuah kreativitas menakjubkan. Betapa banyak keinginan yang dilakukan setiap anak manusia, namun kadangkala tidak tahu apa yang akan diekrjakannya. Betapa banyak pula orang mencemooh terhadap karya orang lain, namun dirinya sendiri kesulitan untuk menghasilkan karya yang setara. Berkenaan dengan ide dan kreativitas. Ide tidak bisa ditunggu tetapi harus diburu dan diciptakan, sementara kreativitas akan muncul apabila kita mampu berpikir lateral bukan linier, sehingga menemukan Jalan menakjubkan yang berbeda dan tak lazim.

Inilah yang saya tangkap dari tayangan film “ Apa Yee!!” karya teman-teman dari kelas XI IPA 4 – SMANSA. Bagiaman sulitnya mereka menemukan Bahkan bahkan tugas yang diberikan Mr. Agus ditolak smapai tiga kali. Mulailah mereka menyusun rencana untuk mendapatkan ide dengan browsing di internet, pergi ke dukun untuk minta bantuan, dan sampai minum jamu yang bisa memunculkan ide cemerlang. Garapan yang memasukkan unsur komedi. Namun dari apa yang mereka lakukan denga berbagai cara tadi, maerka tetap pulang dengan pikiran hampa. Mereka kemudian sepakat untuk tetap mengerjakan tugas membuat film dengan memflimkan apa yang dialami dalam proses mengerjakan tugas. Ide yang menarik, ketika mereka mengangkat persoalan yang amat dekat diri mereka sendiri. Semacam dokumen yang diolah secara kreatif untuk keluar dari kebuntuan. Sesuatu yang mengaskan betap “Mahal dan Sulit” untuk menemukan ide bagi mereka.

Ada bebarapa pesan yang patut kita renungkan dari tayangan berdurasi 8 menit tersebut, antara lain; pertama,sekecil apa pun ide yang dihasilkan oleh siswa patut untuk dihargai. Sebab, apa yang mereka peroleh merupakan hasil kerja keras, pantang menyerah. Kedua, jika ada kesalahan atas tugas yang dikerjakan siswa, sewajarnya kalau guru pengajar atau pembimbing untuk memberikan arahan, bukan diolok-olok atau bahkan dimarahi. Kalau siswa tidak bisa adalah wajar, karenanya mereka sekolah untuk belajar; dari tidak bisa menjadi bisa.Ketiga, kreativitas tidak jauh berda, namun ada di sekigtar kita, ada dalam diri kita yang perlu dipicu, distimulasi, diciptakan, dicari bukan ditunggu.

Sesuatu yang patut diapresiasi bersama atas karya teman-teman dari XI IPA 4 SMANSA. Namun, sayang garapan mereka secara flimografis belum mampu menunjukkan kesungguhan mereka dalam menggarap ide . Mereka mampu memindahkan ide ke dalam gambar, namun belum mapu mengolah gambar secara apik yang menguatkan bangnan cerita sebagai sebuah kesungguhan dan hasil kerja keras. Para pemain kurang menghayati peran, sebuah peran yang dilakukan atas pembacaan teks bukan dalam sebuah pendalaman. Kalau ingin tertawa dan mengocok pertu yang tengah kembung dnegan masalah dijamin nonton film ini akan dikocak dan dikocok hingga terpingakal-pingkal. Selamat deehhhhh!!!!

Hidayat Raharja, Guru, Esais, dan Pengelola Blog “SAVANT; Anak-anak yang tak bi(A)sa menulis tapi berani menulis. Congngo'lah...

NASIONALISME ?

(Catatan atas film “UPACARA”)

Setiap bangsa memiliki latar sejarah yang spesifik, terutama bagi bekas negara jajahan seperti Indoensia. Semenjak dibacakan teks proklamasi 17 agustus 1945 oleh Bung Karno dan Bung Hatta, merupakan titik kulminasi perjuangan dan berdiri tegaknya kedaulatan Negara Republik Indonesia. Semangat kebangsaan, nasionalisme, semangat yang memenangkan pertempuran perebutan kemerdekaan hanya dengan bersenjatakan bambu runcing berhasil mengalahkan persenjataan modern. Semangat yang harus terus-menerus dikobarkan kepada generasi penerus untuk menghargai jasa para pejuang dan para pendiri bangsa. Semangat dan pengorbanan yang dilandasi tulus dan ikhlas demi kemerdekaan dan tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semangat inilah yang diangkat oleh kelas XI A3 SMANSA, dalam film yang berjudul “Upacara”. Upaya untuk menjelaskan semangat dan pengorbanan para pejuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dibacakanya teks Proklamasi oleh Soekarno Hatta membuka cerita. Dalam kelas seorang guru menjelaskan tentang nasionalisme, di antaranya adalah upacara bendera setiap hari senin. Mereka mencoba memberikan komparasi antara pengorbanan para pejuang kemerdekaan dengan generasi muda yang mengikuti upacara bendera setiap hari senin. Hanya karena hujan siswa bubar dengan sendirinya, meski pengibaran bendera telah dilaksanakan. Sebuah kritik yang menohok ke ulu kebangsaan kita. Realitas yang memperjelas bahwa upacara bendera bagi pelajar tak lebih sebuah pemaksaan, rutinitas yang mereka ragukan sendiri makin kuatnya nilai kebangsaan dan nasionalisme dalam diri.

Kalau Budi bisa bertahan dalam upacara pengibaran bendera, karena ayahnya mati dalam pertempuran merebut kemerdekaan. Hal ini dipertegas dengan flashback, di saat hormat berdera terbayang dalam pikiran Budi bapak yang pamit berangkat bertempur, dan kemudian gugur, sehingga terbayang pula saat ibunya mengajak ziarah makam ayah yang telah gugur.

Film ini mengingatkan saya pada sebuah diskusi bersama anak-anak cinematografi SMANSA, dua tahun lalu. Saat itu muncul ide menggarap film untuk mengkritisi pelaksanaan upacara bendera di hari senin. Aneka pendapat muncul saat itu, di antaranya mereka tidak merasa yakin kalau upacara bendera hari senin menumbuhkuatkan disiplin dan kebangsaan dalam diri mereka. Saya sangat menunggu film tersebut, karena produk ini dapat menjadi sebuah cerminan pendapat kaum muda dan menumbuhkan nasionlaisme menurut mereka.
Hadirnya film “Upacara”, sedikit mengobati penantian saya. Sebuah film yang patut diapresiasi bersama, sebagai sebuah cermin kecil kehidupan remaja berseragam abu-abu di saat upacara bendera.

Ada beberapa adegan yang melepaskan logika peristiwa dalam film; pertama, kalau ayah budi mati dalam perang kemerdekaan (tahun 1945) dan saat itu Budi berusia sekitar 5 tahun saat ziarah ke kubur ayahnya. Maka, ketika Budi SMA berusia sekitar usia 16 tahun pada tahun sekitar 1956. Jika logika itu dipakai, maka kostum seragam sekolah seharusnya mengikuti mode pakaian seragam tahun 1956. Kedua, adegan hujan pada saat pengibaran bendera merah putih. Hujan di layar tergambar deras, tetapi siswa-siswi yang berlarian pakaiannya tak tersentuh air, juga budi yang berbasah-basah saat hormat bendera, ternyata setelah reda bajunya kering tak ada siswa air. Ketiga, ini banyak saya temukan pada beberapa film peserta yang mengambil setting upcara di sekolah. Mareka hanya melakukan upacara dengan teman sekelas, pada hal potret gedung menggambarkan sekolah besar dengan banyak ruang dan siswa. Kenapa mereka tidak pernah terpikir untuk membangun realitas fakta ke dalam realitas gambar. Meski demikian, kekurangan itu tidak akan mengurangi pesan yang ingin disampaikan oleh film untuk mengprmati dan menghargai pahlawan yang teah mengorbankan jiwa dan raga demi tegaklnya kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia. Merdeka, merdeka, merdekaaaa!!!!

Hidayat Raharja, Guru, Esais, Pengelola Blog SAVANT; Anak-anak yang tak bi(A)sa menulis tapi berani menulis.

Congngo'lah...

OTOKRITIK KKM

(catatan atas film “ TtS = Tuntas")


Perubahan kurikulum sistem pendidikan yang dilakukan penentu kebijakan mengisyaratkan adanya sebuah upaya untuk memposisikan pendidikan di antara perkembangan sains dan teknologi. Sepatutnya pula apabila perubahan kurikulum secara periodik dilakukan. Pun ketika diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam Format Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mewajibkan setiap sekolah untuk menyusun sendiri kurikulum sesuai dengan tuntutan kebutuhan sekolah dan masyarakat setempat. Hal ini sangat memungkinkan setiap satuan pendidikan memiliki KTSP yang berbeda, namun kesemuanya bersumber kepada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Perbedaan antar satuan pendidikan diantaranya dapat dilihat dari SKM (Standar Ketuntasan Minimal ) atau KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), yang diproyeksikan nantinya setiap mata pelajaran memiliki KKM= 75. Di beberapa sekolah KKM setiap mata pelajaran bervariasi antara 60-75.

Permasalahan kriteria ketuntasan minimal inilah yang diangkat oleh 1St Air Production (Kelas XI IPA 1). Sebuah otokritik yang digarap dengan enjoy dan sesakli diselai dengan adegn komedial. Cerita bermula ketika guru fisika memberi tahukan pada pertemuan berikutnya akan mengadakan ulangan harian. Lazimnya sebuah kelas, ruangan agk gaduh mendengar informasi tersebut. Dari sinilah otokritik bermula, ketika beberapa siswa melipat hasduk dijadikan ikat kepala dengan tulisan ; SEMANGAT 75..

Sebuah kehidupan dunia pelajar terkuak disini. Bagaimana usaha keras siswa untuk mendapatkan nilai 75 agar mereka tuntas dan tidak mengikuti ujian remedial? (A) Mereka yang bersungguh belajar untuk bisa mendapatkan nilai bagus; (B) Mereka belajar dengan pikiran tegang (bahkan stress), sehingga apa yang dibaca tak bisa masuk dalam memori otaknya; (C) Mereka yang salah jalan (baca belajar kreatif) membuat catatan kecil yang akan disipkan sebagai contekan saat ulangan, dan secara komedial mereka membakar rumus-rumus fisika yang dipelajari dan kemudian abu sisa pemabakaran kertas dilarutkan dalam segelas air. Lalu larutan tersebut diminumnya. Inilah awal tawa, saat semua teman-temannya ujian Din yang minum larutan abu sakit perut, sehingga tak bisa megikuti ulangan, tetapi keluar masuk wc, buang hajat.

Tak ada kejutan yang menakjubkan dalam film ini. Humor yang mereka garap dalam bentuk gambar bergerak tersebut sudah lazim dalam kisah lisan di antara remaja SMA. Fim ini patut diapresiasi, karena dibalik sindiran yang kocak terdapat pesan-pesan moral utnuk tidak melakukan perbuatan curang pada saat ulangan. Belajar ulet dan kerja keras adalah etos mereka, sehingga setiap adegan curang diperankan akan ada banner yang mengingatkan untuk tidak menirukannya. Selamat buat 1St Air Production yang telah mengocok dan mengucak peruk untuk berguncang-guncang meledakkan tawa. Haaa...haaaa....!

Hidayat Raharja, Guru, Esais, Pengelola Blog SAVANT; Anak-anak yang tak bi(A)sa menulis tapi berani menulis. Congngo'lah...

MATINYA SEBUAH RENCANA

(catatan atas film “ Menari di Atas Pelangi)

kematian adalah wajib.”
Semua yang hidup akan menuju kematian,
yang pasti dalam hidup adalah mati.

Kematian tidak bisa dimajukan dan tidak bisa ditunda. Jika saatnya tiba semua harus menerima dengan lapang dada. Karena kematian rencana yang semula ditata bisa menjadi berantakan. Namun yang patut dipahami bahwa sesuatu yang hidup akan mati, dan setiap kematian ada sesuatu hikmah yang membuat manusia bertambah sadar akan hidup, dan sabar menjalani hidup yang sementara.

Menari di Atas Pelangi” judul film dari teman-teman SMAN 3 Bangkalan yang sangat puitis. Judul yang mengajak penonton melambungkan imaji jauh ke langit memantul warni-warni bianglala. Jalinan kisah yang amat menarik, sebuah realitas yang dialami anak-anak ekskul di setiap SMA, latihan rutin untuk menambah keterampilan dan kecakapan, mengikuti ivent sebuah lomba untuk mencapai prestasi atau paling tidak mengukur keterampialn dan kecakapan yang telah diasah. Persoalan bermuara dari sini, saat Norma dan kawan-kawannya latihan tari tradisi untuk mengikuti festival tari se kabupaten Bangkalan. Tengah asyiik latihan menari tiba-tiba Norma mengalami gangguan pusing, hingga pingsan, terjatuh. Gangguan rutin yang kerap menyergap Norma, konon kabarnya menderita Kanker Otak. Gangguan penyakit yang menakutkan, karena setiap penderitanya hampir tidak dapat disembuhkan.

Di sela latihan rutin yang mereka lakukan didapat kabar kalau keikutsertaan mereka untuk sebuah festival kurang didukung karena sekolah tidak memiliki dana untuk biaya pendaftaran mereka mengikuti festival. Terlanjur sudah latihan, mereka pantang menyerah tetap bersikeras untuk mengikuti festival dengan jalan ngamen di terminal untuk membiayai pendaftaran dan melengkapi kostum yang dibutuhkan. Jalan cerita bergerak dari satu toko ke toko beriktunya sampai kemudian terkumpul sejumlah uang. Rencana mereka akn segera terlaksana karena uang pendaftaran telah terkumul dari hasil ngamen. Wajah mereka berbinar-binar dan mereka mengacungkan uang perolehan ngamen. Namun sial uang dalam pegangan diserobot copet yang sedari tadi mengintai, uang lenyap. Pencopet lari dan kemudian tertangkap. Namun tiba-tiba Norma mengeluh sakit kepala. Sakit yang kemudian mebawanya norma ke alam baka. Meninggal dunia. Gagallah mereka mengikuti festival , karena tidak ada penari menggantikan Norma.
Suatu pesan sederhana, yang diangkat dari salah satu peristiwa yang sering terjadi dalam dunia persekolahan. Tidak ada dari sekolah karena tersedot oleh kegiatan lain. Atau terbatsnya dana kegiatan sekolah, sementara kegiatan siswa tak pernah putus. Sebuah otokritik bagi dunia pendidika, khususnya pada penentu kebijakan untuk tidak menjadikan alasan tidak meyertakan siswa dalams ebuah ivent, karena terbats atau tidak adanya dana kegiatan. Secara kreatif seiswa mengatasi kendalanya dengan cara ngamen. Cara yang dianggap paling sederhana dan mudah dilakukan. Namun sadarkah bahwa aktivitas tersebut membawa efek buruk kepada sekolah? Cara lain yang memungkinkan untuk ditempuh, pihak sekolah bisa berembuk dengan komite sekolah atau dengan orangtua murid untuk mengantarkan anak-anaknya berfestival dan berprestasi.

Menikmati film ini, lagi-lagi saya terganggu dengan logika kematian Norma yang mengidap penyakit “Kanker Otak”. Penulis naskah ini sangat tidak paham dengan stadium penyakit “kanker Otak”. Jika penderita di ambang kematian, berarti penyakitnya berada pada stadium IV. Dalam kondisi ini pasien sudah dalam keadaan berbaring di tempat tidur. Takkan bisa lagi melakukan aktivitas menari. Selamat dan sukses buat-teman-teman dari SMA 3 Bangkalan. Peace!!!!

(Hidayat Raharja, Guru, Esais, dan Pengelola Blog SAVANT; Anak – Anak yang tak bi(A)sa menulis tapi berani menulis). Congngo'lah...

Sabtu, 13 Juni 2009

JADWAL KEGIATAN RESITAL IV - PEKAN SENI BUDAYA SMANSA 2009

14 Juni 2009, Minggu

Acara dimulai pukul 19.30 Wib

1. Pembukaan

a. Sambutan Ketua Panitia Resital Kelas X-1

b. Sambutan Ketua Resital IV – Pekan Seni Budaya Smansa 2009

c. Sambutan Wali Kelas X-1

d. Sambutan Pembina Resital IV

e. Sambutan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sumenep

f. Tari Olek Olang dari padepokan Tari Smansa yang diiringi oleh Musik perkusi Smansa

g. Sambutan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep, H. Moh. Rais, M.Si. sekaligus membuka acara Resital IV – Pekan Seni Budaya Smansa 2009

h. Pantomime oleh Mahasiswa UNESA

2. Pemutaran Film Indie karya X-1 dengan judul : Sepeda Cihuyy

3. Pemutaran Film Indie karya XI IIA-3 dengan judul : Upacara

4. Pementasan teater Tampes Bume sepuluh satu “Munajat Kaum Binatang”

15 Juni 2009, Senin

Pukul 15.00 Wib.

Tempat : Ruang Multi Media SMA Negeri 1 Sumenep

SEMINAR DAN WORKSHOP CINEMATOGRAFI PELAJAR

Pembicara : Bp. Antok Agusta S.Sn

Dari : Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur

UPT. Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Taman Budaya Jawa Timur

15 Juni 2009, Senin

Acara dimulai pukul 19.30 Wib

1. Pembukaan

a. Sambutan Ketua Panitia Resital Kelas X-3

b. Sambutan Wali Kelas X-3

c. Sambutan Pembina Resital IV

2. Pemutaran Film Indie karya X-3 dengan judul : Di Balik Sunyi Itu

3. Pemutaran Film Indie karya XI IIA-1 dengan judul :

4. Pemutaran Film Indie karya SMA MUHAMMADIYAH 1 SUMENEP dengan judul : HIDUPKU

5. Pementasan teater kasokan sepuluh tiga “ Kerajaan Kecoak”

16 Juni 2009, Selasa

Acara dimulai pukul 19.30 Wib

1. Pembukaan

a. Sambutan Ketua Panitia Resital Kelas X-4

b. Sambutan Wali Kelas X-4

c. Sambutan Pembina Resital IV

2. Pemutaran Film Indie karya X-4 dengan judul : ”Semangat Menempuh Hidup”

3. Pemutaran Film Indie karya XI IIA-2 dengan judul :”Mator sa kalangkong”

4. Pemutaran Film Indie karya SMA MUHAMMADIYAH 1 SUMENEP dengan judul : Senyum Yang Terabaikan

5. Pementasan teater Pop Corn sepuluh empat “ COCOM IN THE ACTION”

17 Juni 2009, Rabu

Acara dimulai pukul 19.30 Wib

1. Pembukaan

a. Sambutan Ketua Panitia Resital Kelas X-5

b. Sambutan Wali Kelas X-5

c. Sambutan Pembina Resital IV

2. Pemutaran Film Indie karya X-5 dengan judul : ”TOP (The One Pedicab)”

3. Pemutaran Film Indie karya XI IIA-2 dengan judul :”Mator sa kalangkong”

4. Pemutaran Film Indie karya MAN 1 SUMENEP dengan judul : Selamatan Yang Ke-5

5. Pementasan teater Tappor Kelap sepuluh lemak “..................”

18 Juni 2009, Kamis

Acara dimulai pukul 19.30 Wib

1. Pembukaan

a. Sambutan Ketua Panitia Resital Kelas X-6

b. Sambutan Wali Kelas X-6

c. Sambutan Pembina Resital IV

2. Pemutaran Film Indie karya X-6 dengan judul : ”Keluh dalam buku”

3. Pemutaran Film Indie karya XI IIA-4 dengan judul :”Apa yeh...”

4. Pemutaran Film Indie karya SMA MUHAMMADIYAH 1 SUMENEP dengan judul : Senyum Yang Terabaikan

5. Pemutaran Film Indie karya SMA Negeri 3 Bangkalan dengan judul : Menari di Atas Pelangi

6. Pementasan teater Otok Karpes sepuluh enam “ The Tears of the World”

19 Juni 2009, Jumat

Acara dimulai pukul 19.30 Wib

1. Pembukaan

a. Sambutan Ketua Panitia Resital Kelas X-7

b. Sambutan Wali Kelas X-7

c. Sambutan Pembina Resital IV

2. Pemutaran Film Indie karya X-7 dengan judul : ”Ibuku Nafasku”

3. Pemutaran Film Indie karya XI IIS-1 dengan judul :”..................”

4. Pemutaran Iklan Audio Visual karya XI IIA-5

5. Pementasan teater Pisang Pettok sepuluh tujuh “”

20 Juni 2009, Sabtu

Acara dimulai pukul 19.30 Wib

1. Pembukaan

a. Sambutan Ketua Panitia Resital Kelas X-8

b. Sambutan Wali Kelas X-8

c. Sambutan Pembina Resital IV

2. Pemutaran Film Indie karya X-8 dengan judul : ”Ibu Becakku”

3. Pemutaran Film Indie karya XI IIS-3 dengan judul :”..................”

4. Pemutaran Film Indie karya SMA Negeri 3 Pamekasan dengan judul”MARATHON SETENGAH TIANG”

5. Pementasan Sastra Pertunjukan teater Peng Pe Lok sepuluh delapan.

21 Juni 2009, Minggu

Acara Penutupan Resital IV dan Penyerahan Penghargaan dimulai pukul 19.30 Wib

1. Pembukaan

a. Sambutan Ketua Panitia Resital Kelas X-2

b. Sambutan Wali Kelas X-2

c. Sambutan Pembina Resital IV

d. Sambutan Kepala SMA Negeri 1 Sumenep

e. Sambutan dari UNESA : Bp. Autar Abdillah, S.Sn.

2. Pemutaran Film Indie karya X-2 dengan judul : ”Akhir Puisiku”

3. Pemutaran Film Indie Ekskul Cinematografi dengan judul :”..................”

4. Pementasan teater Grupaosang sepuluh dua.

5. Pengumuman pemenang dan Penyerahan Penghargaan Resital IV-2009
Congngo'lah...

Pengikut

 

TANAH KAPOR | Creative Commons Attribution- Noncommercial License | Dandy Dandilion Designed by Simply Fabulous Blogger Templates