Selasa, 20 Oktober 2009

PROGRAM KREATIVITAS SISWA DAN SENI RSBI SMA NEGERI I SUMENEP


A. PROGRAM : Kreativitas Siswa dan Seni
RSBI SMA Negeri 1 Sumenep

B. SASARAN KEGIATAN :
a. Mengelolah Mading
b. Menunjukkan karya kreatif bidang seni
c. Menunjukkan karya kreatif bidang akademik
d. Sekolah sebagai media pamer karya kreatif
e. Mempublikasikan karya kreatif melalui internet

C. TUJUAN :
a. Peningkatan keunggulan pembinaan bidang seni
b. Mewujudkan rencana pembinaan prestasi seni bertaraf internasional
c. Menetapkan target prestai seni bertaraf internasional
d. Mengembangkan struktur organisasi kesenian
e. Pelaksanaan kegiatan pembinaan sesuai rencana
f. Memonitor pelaksanaan kegiatan kesenian

D. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN :

1. Internet sebagai media komunikasi dan informasi kreativitas siswa
a. Membuat komunitas face book khususnya bagi seluruh siswa kelas X
b. Membuat komunitas blog khususnya bagi seluruh siswa kelas X
c. Pembina membuatkan link kepada responden pelajar luar negeri, agar komunikasi dapat terjalin antara siswa RSBI SMA negeri 1 Sumenep dengan pelajar luar negeri.
d. Pembina memantau dan mengarahkan blog siswa agar dijadikan ruang kreativitas dan media pembelajaran untuk membuat opini, artikel dan karya sastra.
e. Pembina bertanggung jawab untuk rutinitas dan tujuan akhir dibentuknya komunitas face book dan blog yaitu membuka komunikasi dengan pelajar di luar negeri serta sebagai pengembangan media kreativitas siswa.

2. Mengelolah majalah dinding (mading)
a. Membentuk pengurus (biasanya disebut dengan redaksi), yang akan menangani proses pembuatan majalah dinding tersebut secara rutin. Sebaiknya redaksi ini terdiri dari murid – murid sendiri dengan didampingingi beberapa guru. Ada yang bertugas mencari berita, menyunting berita, mengatur tata letak, bahkan kalau perlu ada bagian promosi agar banyak murid yang terprovokasi untuk membaca majalah dinding tersebut.
b. Setelah redaksi terbentuk, tinggal membahas teknis pembuatan majalah dinding. Mulai dari materi tulisan, frekuensi terbit, ukuran majalah, penempatan, dsb. Sebaiknya semua pembahasan disesuaikan dengan kemauan dan kemampuan redaksi dan kondisi murid. Karena merekalah yang nanti akan mengisi (sebagai penulis) sekaligus sebagai pembaca dari majalah dinding.
c. Guru hanya sebagai penasehat, agar tulisan tersebut tidak melanggar kaidah agama maupun norma – norma kesusilaan. Guru juga bertugas untuk terus menyalakan semangat redaksi, karena tidak tertutup kemungkinan, semangat mereka redup ketika mereka merasa kesulitan dalam membuat majalah dinding tersebut.
d. Untuk materi majalah dinding, bisa berupa puisi, cerita pendek, humor, karikatur, info teknologi, gambar, kaligrafi, kata – kata bijak, dsb. Materi ini bisa dibuat oleh redaksi majalah dinding, bisa juga dari kiriman murid yang lain. Melalui majalah dinding, pihak sekolah juga bisa memberikan informasi / pengumuman – pengumuman.

3. Menunjukkan karya kreatif di bidang seni
a. Mengoptimalkan bakat dan minat siswa di bidang proses kreativitas karya seni melalui kegiatan ektra kurikuler seni.
b. Mengoptimalkan proses kreatifitas seni pada pelajaran seni budaya dan bahasa indonesia.
c. Membuat program rutin kegiatan pentas seni bagi siswa kelas X.
d. Membuat program apresiasi seni.
e. Menjalin kerjasama dengan seniman dan pekerja seni di luar sekolah.
f. Membuat pergelaran apresiasi dengan mengundang kelompok seni pada hari Jumat minggu ke empat dua bulan sekali.

4. Menunjukkan karya kreatif bidang akademik
a. Membuat dan mendokumentasikan hasil laporan kerja siswa berupa laporan karya ilmiah, praktikum yang sudah menghasilkan karya penelitian, mendata hasil olympiade fisika, kimia, biologi, astronomi, matematika dan mata pelajaran yang lainnya.
b. Mengadakan acara seminar dengan mendatangkan nara sumber yang berkompeten.
c. Mendokumentasikan media pembelajaran yang kreatif pada masing-masing mata pelajaran, terutama dengan pemanfaatan media pembelajaran audio visual dan lapangan.
d. Melaksanakan olypiade antar kelas khususnya kela X SMA Negeri 1 Sumenep.

5. Sekolah sebagai media pamer karya kreatif
a. Mendata dan mendokumentaikan tugas guru kepada siswa yang berhubungan dengan karya kreatif di mata pelajaran masing-masing.
b. Memamerkan atau memajang karya kreatif berupa laporan karya ilmiah siswa pada mata pelajaran masing-masing diakhir semester.
c. Mengembangkan karya kreatif dalam bidang robot dan menunjukkan hasil kreatifnya kepada masyarakat.
d. Menayangkan dan mempertunjukkan karya kreatif dibidang seni pada akhir semester pada semester genap. Ini sudah dilaksanakan dengan acara Resital.
e. Mempublikasikan karya sastra berupa opini, puisi, cerpen, artikel pada media yang disediakan (mading, blog dan media massa yang ada).

6. Mempublikasikan karya kreatif melalui internet
a. Membentuk komunitas face book antar pelajar RSBI sebagai media komunikasi dan informasi yang bersifat pribadi.
b. Membentuk komunitas blog antar pelajar RSBI sebagai media publikasi karya kreatif pribadi kepada masyarakat.
c. Mengawasi, memantau dan memberikan motivasi kepada pemilik face book dan blog untuk digunakan sebagai media informasi yang berwawasan Visi dan Misi RSBI SMA Negeri 1 Sumenep.
d. Memberdayakan website SMA Negeri 1 Sumenep dengan mengoptimalkan kemampuan mengolah blog dan face book pribadi.
e. Mengoptimalkan kembali resitalsmansa.blogspot.com (informasi mengenai karya kreatif bidang seni dan budaya di SMA Negeri 1 Sumenep) - tanahkapor.blogspot.com (informasi mengenai karya kreatif bidang seni dan budaya di SMA Negeri 1 Sumenep yang dikelolah sevara pribadi) – katesmansa.blogspot.com (informasi mengenai karya kreatif ekstra kurikuler teater di SMA Negeri 1 Sumenep)– nasasmansa.blogspot.com (informasi mengenai karya kreatif ekstra kurikuler cinematografi di SMA Negeri 1 Sumenep) sebagai media informasi seluruh kegitan karya kreatif siswa melaui internet.
f. Mempublikasikan hasil karya ilmiah siswa melalui internet dengan memanfaatkan media blogspot.

7. Peningkatan keunggulan pembinaan bidang seni
a. Mencari informasi ivent atau festival seni pelajar yang bertaraf internasional.
b. Melakukan kegiatan rutin berupa pembinaan dan perencanaan program kreatif dan apresiasi seni dengan mengoptimalkan ekstra kurikuler seni yang ada.
c. Menyediakan sarana prasarana untuk kegiatan ekstra kurikuler seni berupa seperangkat gamelan, seperangkat peralatan musik, kain backdrop, sound system, sketsel, kamera digital, kamera shoting, komputer, level dan lighting.
d. Mengoptimalkan kegiatan pembinaan dan kuantitas peserta ekstra kurikuler seni serta menjaga kualitas karya kreatif siswa dengan tujuan pngembangan kegiatan siswa di bidang non akademik.

8. Mengembangkan struktur organisasi kesenian
a. Mengembangkan ektra kurikuler teater, ektra kurikuler tari, ektra kurikuler sinematografi dan ektra kurikuler musik dan membuka hubungan dengan organisasi kesenian diluar lingkungan sekolah.
b. Sekolah memberikan kemudahan sarana untuk pengembangan program kreativitas pada masing-masing ekstra kurikuler seni.
c. Ekstra kurikuler seni yang ada perlu digabung menjadi Unit Kegiatan Seni Smansa dan didaftarkan kepada Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda dan Olah Raga agar mempunyai surat ijin organisasi kesenian.
d. Membuka hubungan dengan lembaga-lembaga kesenian ditingkat propinsi, nasional aupun internasional.

9. Melaksanakan kegiatan pembinaan sesuai rencana
a. Jadwal kegiatan pembinaan rutin tiap minggu sekali pada masing-masing ektra kurikuler seni.
b. Memberikan dan perlu pengadaan sarana prasarana dengan optimal.
c. Pembina memberikan laporan data tentang hasil pembinaan berupa absensi peserta ektra kurikuler dan capaian target pembinaan kepada wakasek kesiswaan setiap dua bulan sekali.
d. Mengadakan evaluasi pencapaian pembinaan kepada wakasek kesiswaan.
e. Melaksanakan agenda apresiasi hasil pembinaan dengan kalender 3 bulanan.
f. Hasil unjuk karya secara keseluruhan dilaksanakan pada acara resital yang diselenggarakan setiap akhir semester genap.

10. Memonitor pelaksanaan kegiatan
a. Diperlukan pendokumentasian data kegiatan seni.
b. Mempublikasikan kegiatan seni melalui media yang ada.
c. Dibutuhkan keterlibatan seluruh pihak agar target pelaksanaan kegiatan menjadi milik bersama.
Congngo'lah...

Jumat, 16 Oktober 2009

MATERI SENI BUDAYA KELAS X


Bab 3
APRESIASI TEATER TRADISIONAL

Standar kompetensi

Mengapresiasi karya seni teater

Kompetensi Dasar

Mendiskripsikan perkembangan teater tradisional

Kegiatan Pembelajaran

Mendiskripsikan teater tradisional.
• Mendiskripsikan ciri-ciri teater tradisional
• Mendiskripsikan konsep teater tradisional
• Mengenal bentuk teater tradisional Jawa dan Bali

Tugas kelompok :

Membuat laporan tentang apresiasi pertunjukan teater tradisional Madura

A. PERKEMBANGAN TEATER TRADISIONAL
Teater tradisional adalah teater yang berkembang dikalangan rakyat, yaitu suatu bentuk seni yang berakar dan bersumber dari tradisi masyarakat lingkungannya. Teater ini dihasilkan oleh kreatifitas suatu suku bangsa dibeberapa wilayah di Indonesia sehingga teater radisonal lebih bersifat kedaerahan. Teater tradisional bertolak dari sastra lama, atau sastra lisan daerah yang berupa dongeng, hikayat, atau cerita-cerita daerah lainnya.


1. Sejarah Teater Tradisonal di Indonesia
Teater tradisional di Indonesia berawal dari kegiatan upacara tradisional dan upacara keagamaan. Pada saat pemujaan dimulai, masyarakat memerlukan kegiatan yang bersifat dukungan lahiriah pada upacara yang bersifat rohaniah. Upacara ini biasanya diadakan pada saat melahirkan, perkawinan, atau waktu kematian. Selain itu, upacara diadakan untuk kegiatan bercocok tanam, meminta kesuburan, meminta hujan, pengusiran hama dan penyakit, dan upacara panen padi.

Semua kegiatan tersebut biasanya didukung kegiatan berupa peristiwa teater, kejadian teater, dan perilaku teater dengan jaan mengadakan tari-tarian atau tetabuhan (musik). Oleh karena itu, teater tradisional di Indonesia tidak bisa lepas dari unsur tari dan musik. Gerak yang dilakukan di dalam peristiwa teater tersebut merupakan tari-tarian yang dipergunakan untuk keperluan upacara. Teater untuk keperluan upacara biasanya tidak ditemukan unsur cerita, alur cerita, atau unsur-unsur sastra lainnya, tidak ada penonton dan pelakunya adalah peserta upacara itu sendiri (Achmad, 1990 : 51-52).

Dalam perkembangan lebih lanjut, masyarakat memerlukan teater yang dapat dijadikan sebagai sarana hiburan. Maka lahirlah teater yang khusus diperlukan untuk keperluan hiburan masyarakat. Teater ini bukan untuk keperluan upacara sehingga gerakan-gerakan tari dan musik sudah diubah, disesuaikan dengan keperluan hiburan. Penataan busana, dekorasi dan unsur-unsur sastra lain serta alur cerita sudah ada dan dipersiapkan dengan baik. Maka, dari sinilah di daerah-daerah di wilayah Indonesia muncul teater-teater daerah yang disebut teater tradisional.

Menurut Kasim Ahmad dalam Waluyo (2001 :71-75), teater tradisional dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Teater Rakyat
Teater rakyat berkembang di tiap-tiap daerah. Hampir semua daerah di Indonesia memiliki teater rakyat. Teater rakyat disebut juga teater daerah. Cerita teater rakyat biasanya diambil dari kehidupan masyarakat di daerah setempat. Pengelolaan teater rakyat sangat sederhana sehingga sekarang banyak grup teater rakyat yang bangkrut.
b. Teater Klasik
Jika dibandingkan dengan teater rakyat, pengelolaan teater klasik lebih baik dan lebih mapan karena segala sesuatunya sudah diatur. Cerita diambil bukan dari cerita rakyat dan pelakunya sudah terlatih. Panggungnya tidak lagi menyatu dengan penonton, contohnya adalah wayang orang.

c. Teater Transisi
Teater ini sebenarnya bersumber dari teater daerah, tetapi cara penyajiannya sudah dipengaruhi gaya barat. Dekorasi, tata rias, dan tata busananya dipengaruhi gaya barat. Contoh teater transisi adalah Komedi Istambul dan sandiwara Dardanela.

2. Ciri-Ciri Teater Tradisional
Teater tradisional tiap-tiap daerah memiliki keunikan yang berbeda-beda. Namun, secara umum teater tradisional memiliki ciri-ciri yang bersifat sama (kecuali teater transisi), yaitu :

a. Tidak ada naskah
Teater tradisional biasanya tidak menggunakan naskah. Para pelaku hanya diberi garis besar ceritanya (Wos). Mereka berbicara secara spontan mengikuti pembicaraan pelaku lain. Oleh karena itu, pelaku dituntut bisa berimprovisasi. Jika tidak bisa, jalannya pertunjukan akan tersendat-sendat.

b. Persiapan dilakukan secara sederhana
Pada umumnya teater tradisional tidak memiliki perencanaan yang formal dan tidak ada penjadwalan secara rinci. Persiapan, latihan, dan persiapan dilaksanakan secara sederhana. Misalnya, persiapan dilakukan tanpa menggunakan naskah, pelaku hanya diberi garis besar ceritanya. Sutradara tidak membuat perencanaan latihan secara formal, latihan hanya dilakukan pada saat akan pentas. Pada saat pelaksanaan, persiapan peralatan pun dilakukan secara sederhana. Dekorasi, tata rias, tata busana, tata lampu, dan tata musik dipersiapkan secara sederhana juga.

c. Ceritanya monoton
Cerita teater tradisional biasanya monoton, tidak beragam dan tidak bervariasi seperti bervariasinya kehidupan manusia. Biasanya cerita diambil dari cerita rakyat daerah setempat, seperti dongeng, hikayat, atau cerita kepahlawanan (epos) daerah setempat. Ini berbeda dengan teater modern yang ceritanya lebih bervariasi. Teater modern bercerita tentang segala aspek kehidupan manusia, seperti keagamaan, ekonomi, kemasyarakatan dan budaya.

d. Menyatu dengan masyarakat
Teater tradisional bersifat fleksibel, artinya pertunjukan itu bisa dilaksanakan dimana saja, teater tradisional tidak memerlukan tempat khusus. Bahkan, bisa menyatu dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena teater tradisonal tidak memerlukan perlengkapan yang kompleks.


A. KONSEP TEATER TRADISIONAL
Konsep teater pada awalnya merupakan persiapaan yang berkenaan dengan tehnik penatalaksanaan pertunjukan yang dipentaskan. Teater lebih menyerupai sanggar, sehinggga pertunjukan tari, musik atau sirkus pun dikategorikan sebagai seni teater.

Pada perkembangannya, teater menjadi lebih kompleks. Seni teater adalah bentuk seni pertunjukan yang berhubungan dengan kisah kehidupan manusia, baik langsung atau tidak langsung berhadapan dengan penonton.

Seni teater di Indonesia dikelompokkan menjadi dua macam berdasarkan keberasalannya. Teater tradisional merupakan teater yang berasal dari kebudayaan Indonesia. Teater non tradisional merupakan teater yang bukan berasal dari kebudayaan Indonesia. Contoh beberapa teater tradisional Indonesia misalnya: wayang orang, ketoprak dan ludruk, lenong, lawak dan dagelan, dan wayang (kulit dan golek).


1. Wayang Orang
Wayang orang adalah bentuk kesenian tradisional yang multimedia karena seni lain dengan berbagai medianya juga menjadi bagian dari pertunjukan tersebut. Contohnya seni sastra (naskah/cerita), musik (gamelan/tembang), drama (akting dan dialog), tari (gerakan/tarian), serta rupa (property/busana/rias). Gamelan untuk pertunjukan ditabuh oleh nayaga dan tembang dinyanyikan oleh sinden. Lakon yang dibawakan sekitar kisah Mahabarata versi Jawa (Ringgit Purwa).


2. Ketoprak dan Ludruk
Ketoprak mirip dengan wayang orang. Bedanya adalah lakon yang dibawakan merupakan cerita rakyat dan kisah kepahlawanan. Unsur dagelan atau humor masih ada, namun gerakan / tariannya lebih sederhana dan waktu petunjukannya lebih singkat.

Ludruk berasal dari daerah Jawa Timur. Pertunjukan ini merupakan sejenis ketoprak yang semuanya pemainnya pria. Ludruk diawali dengan tarian yang ditarikan sambil bernyanyi dan disebut tari Ngremo.

3. Lenong
Sandiwara berdialek Betawi. Bersifat improvisatif, bergaya lucu dan lugu, dengan nyanyian dan tarian yang diiringi musik gambang kromong.

4. Lawak dan Dagelan
Lawak adalah drama yang lepas dari logika cerita, akting , dan adegan. Permainan lebih cenderung pada usaha membuat kelucuan. Dagelan adalah lawak versi Jawa.

5. Wayang Kulit dan Golek
Wayang kulit dan golek adalah duplikasi dari wayang orang yang dimainkan oleh seorang dalang menggunakan wayang dari bahan kulit atau kayu (wayang golek). Rupa dan perwujudan wayang buatan ini telah didistorsikan.
Wayang kulit bentuknya pipih atau dimensi, dan agak janggal jika dibandingkan dengan bentuk orang yang nyata. Badan wayang menghadap kita, membelakangi sejajar kelir / layar. Maksudnya agar bayangan lebih besar dan jelas. Kepala, tangan dan kaki dibuat menyamping sejajar kelir agar logis untuk adegan dialog dan tanding. Pakaian dan ornamennya dibuat dengan cara diukir dan dicat. Wayang ini ditancapkan pada batang pisang di depan kelir.

Wayang golek berbentuk 3 dimensi, terbuat dari kayu yang diukir dan dihias, dengan ditambahkan kain batik pada bagian bawah tubuh wayang. Penampilannya tidak menggunakan kelir. Kedua jenis wayang ini mempunyai tangan yang dapat bergerak-gerak.
Dalam memerankan seluruh karakter dan suara dari tokoh pewayangan yang biasanya digelar dalam bahasa Jawa (wayang kulit) atau Sunda (wayang golek). Waktu pertunjukannya semalam suntuk dengan diselingi goro-goro, yaitu lawakan dari tokoh punakawan (Semar, Petruk, Gareng, Bagong untuk wayang kulit atau cepot dan Dawala untuk wayang Golek).

C. TEATER DAERAH JAWA
Teater daerah Jawa mengalami banyak proses akulturasi dari teater Barat. Istiah pengetahuan ” akulturasi” mempunyai tingkatan-tingkatan prosesnya, yaitu cara asimilasi ialah cara apabila orang hendak membawa daerah-daerah Asia menjadi sama rupanya dengan daerah-daerah Eropah dalam tata kehidupan masyarakat, politik, dan kebudayaannya, ataupun menjadi cetakannya. Adaptasi maksudnya adalah cara orang hendak melaraskan kebudayaan barat sehingga unsur-unsur kebudayaan suatu negara Asia yang dianggap baik tetap terpelihara, sambil juga membawa unsur-unsur yang baik itu selaras dengan keadaan-keadaan baru sehingga mendapat kehidupan baru pula. Dari pendapat tersebut dapatlah dengan singkat dikatakan, bahwa asimilasi memandang dari sudut kebudayaan suatu negara Asia, mengutamakan kebudayaan sendiri.

1. Teater Ketoprak
Pada tahun-tahun 1925-1927 di daerah kota Yogyakarta bagian timur laut, Demangan, Balapan, Ngaglik, terdapat suatu jenis teater. Alat-alat musik pengiringnya terdiri atas lesung, gendhang, terbang, seruling. Aktingnya dengan menari joget disertai nyanyian tembang, serta dialog-dialog bahasa pergaulan Jawa sehari-hari. Lakon-lakonnya diambil dari cerita-cerita, dongeng-dongeng. Pentasnya di tempat terbuka atau dibawah
teratag. Teater rakyat ini lambat
laun dikenal dengan nama ketoprak.

Dalam peninjauan lebih lanjut terhadap faktor-faktor yang menentukan suatu pergelaran seni teater ide barat, yaitu faktor bahan cerita, aktor, pentas dan penonton, akan kelihatan nanti bahwa proses akulturasi itu dialami oleh teater ketoprak.

a. Faktor cerita
Mula-mula diambil cerita klasik, legenda, khayal, seperti ; cerita Panji, Joko Tarub, Piti Tumpo, kemudian meningkat kepada cerita-cerita Menak, Mesir, Kejawan, Cina (Sam Pek Ing Tai, Si Jin Kui dan sebagainya), akhirnya diketengahkan cerita sejarah, kepahlawanan, roman dan sebagainya.

b. Faktor Akting
Dengan menari, semula maju mundur, kemudian berubah menjadi joget daplang berirama 3 – 2 – 1, lenggang ukel bagi peran wanita, akhirnya tarian ditiadakan.

Dialognya bebas, improvisatoris, sederhana dan mudah diterima oleh penonton. Kemudian dikenal paramasastra, antawecana, dengan unsur-unsur filsafat Jawa.

Nyanyian tembang mula-mula Pucung, mijil tua. Setelah digunakan alat petik dan gesek Gandamastuti dan Megelangan. Dengan digunakan gamelan tembangnya berubah dan bertambah dengan arasmadya, wicaksara, Genjong-goling, Megomendung, Pisangbali, dan sebagainya yang pada umumnya bernada pelog bem, lepas dari irama karawitan yang kebanyakan tidak cocok atau tidak selaras dengan guru wilangan irama karawitan, tetapi dapat pula diselenggarakan menurut gaya khas irama ketoprak. Akhirnya mendapat pembinaan karawitan.

Peralatan musik pengiring mula-mula menggunakan lesung, gendang, terbang, suling kemudian digunakan gitar, biola, genderang, dan akhirnya saron, gamelan.

c. Faktor Pentas
Ruang perlakonan adalah tempat terbuka, kemudian peringgitan, yaitu bagian dalam rumah konstruksi Jawa, Pendopo dan akhirnya di atas panggung proscenium.

d. Faktor Penonton
Mula-mula rakyat jelata, kemudian mendapat sponsor dari kalangan ningrat sehingga golongan ini sudah mulai tertarik akan teater ketoprak. Akhirnya masyarakat luas turut menikmatinya.

2. Ciri-Ciri Ketoprak
Dari data-data tersebut di atas kita bisa mengambil kesimpulan adanya ciri-ciri khas ketoprak sebagai berikut :
a. Ketoprak menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar dalam dialog.
b. Cerita tidak terikat pada salah satu pakem. Tetapi ada tiga kategori pembagian jenis yaitu:
1. Cerita-cerita tradisonal seperti ; timun emas, Ande-ande Lumut, Buto Ijo, atau Roro Mendut Pronocitro;
2. Cerita-cerita babad , baik cerita lama sebelum maupun setelah Belanda masuk ke Indonesia;
3. Cerita-cerita masa kini seperti gagak Sala, Ngulandara, dan sebagainya.
c. Musik pengiringnya adalah gamelan Jawa, baik pelog maupun slendro.
d. Seluruh cerita dibagi-bagi dalam babak besar dan kecil, perkembangannya sangat urut dari A sampai Z. Tidak mengenal flashback dalam film.
e. Dalam cerita ketoprak selalu ada peranan dagelan yang mengikuti tokoh-tokoh protagonis maupun antagonis.

Sudah tentu kelima ciri ketoprak tersebut tidak dipertahankan untuk selamanya karena teater ini hidup. Ketoprak berubah dan berkembang sesuai dengan kondisi jamannya.

3. Kemajuan-Kemajuan Yang Sedang Dalam Proses
Kemajuan-kemajuan setiap bentuk seni senantiasa menimbulkan bahan pertentangan baru dalam ciri seni itu sendiri. Pada teater daerah kebanyakan berkisar pada isi yang maju dan bentuknya yang lama. Isi yang baru menuntut adanya bentuk yang baru pula. Ini berarti bahwa seni harus dapat pengembangan, melampui konvensi-konvensi lama, dan menciptaan konvensi-konvensi baru yang tepat untuk melukiskan ekspresi jiwa pencipta pada zamannnya. Tidak memecahkan pertetangan-pertentangan itu berarti menghambat kemajuan seni itu sendiri.

Teater ketoprak tidak luput pula mengalami proses pembaharuan. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam hal bentuk terutama mengenai :

a. Nyanyian Tembang
Sebagaimana biasanya, dialog diwujudkan dengan tembang dan bahasa berbicara. Tembang dibuat fungsional. Bukannya karena ketoprak maka seorang peranan itu menyanyi, tetapi ia menyanyi karena ia harus menyanyi. Misalnya karena sedih seseorang menyanyi, atau seorang jejaka membaca surat cinta dari kekasihnya, ia menyanyi, begitu seterusnya.

b. Bahasa
Bahasa sehari-hari yang biasa, yang sederhana, digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan rakyat biasa, penontonnya. Riset terhadap calon penonton sangat perlu sehingga teater bisa mengenai pengarahan sasarannya. Kecuali itu, ketoprak juga mempunyai lagu-lagu bahasa sendiri. Lagu bahasa melodius, merupakan rangkaian permainan lagu bahasa yang bernada tinggi dan rendah. Ini enak didengar, dan juga bisa membantu untuk memberikan kesan-kesan tertentu atas para penontonnya.

c. Musik Pengiring
Segala perbendaharaan karawitan yang ada bisa dipergunakan. Tadinya gendhing hanya berfungsi mengantarkan perubahan adegan yang satu ke adegan yang lainnya. misalnya awal adegan pisowanan diiringi dengan gamelan. Jika tiba-tiba datang seorang utusan dari negara entah berantah maka ia diiringi dengan gamelan, begitu seterusnya.
Akan tetapi, gendhing dan gamelan memperoleh fungsinya yang lebih luas. Ia tidak hanya sekadar mengiringi perubahan suatu adegan saja tetapi juga mengiringi adegan itu sendiri.

d. Tarian
Pada ketoprak gaya lama terdapat tarian yang bentuknya sederhana, dengan tujuan sekadar mengantarkan orang yang sedang berjalan. Untuk ksatria diambil dari gerak tari kambeng, untuk tokoh-tokoh kasar dengan gerak tari bapang.

e. Dagelan
Kedudukan pelawak dalam ketoprak sangat bebas. Dengan cara pelampiasan lawakan di tengah-tengah lakon , adegan, seorang pelawak bisa saja menembakkan kritik ke arah berbagai sasaran yang terdapat di dalam masyarakat.

f. Monolog
Seorang peranan yang hendak menyatakan suatu perasaan yang kompleks tidak perlu melakukan berbagai gesture, business dan mimik tertentu , tetapi cukup dengan mewujudkannya pada suatu rangkaian monolog. Monolog dalam ketoprak ini dikenal dengan apa yang disebut ngudarasa.

g. Akrobatik
Teater ketoprak telah mempunyai konvensi dibidang akrobatik. Adegan-adegan perkelahian, pertempuran dilakukan dengan bersenjatakan ”toyak”, sepotong galah.

h. Akting
Ketoprak lama, hampir-hampir tidak memerlukan akting. Paling-paling bergaya patetis. Tetapi dengan munculnya tema-tema cerita masa kini, akting yang wajar tampak berkembang sesuai dengan standar akting teater barat.

D. TEATER DAERAH BALI
Kehidupan kesenian di daearah Bali sudah menjadi milik rakyatnya. Ekspresi kehidupan seni merata diantara rakyat, sudah mendapat tempat, menjadi darah dagingnya.
Agama Hindu Dharma merupakan sinkretisme dari agama Hindu Jawa dengan unsur-unsur kepercayaan Bali Kuno. Sedangkan agama Hindu Jawa itu sendiri adalah sinkretisme dari agama Budha.
Rakyat Bali beranggapan bahwa zaman dulu dunia ini penuh dengan bahaya yang bisa mengancam ketentraman hidup masyarakat. Anggapan ini merupakan kepercayaan yang mendarah daging dalam kehidupan rakyat di Bali. Untuk mengelakkan bahaya tersebut diperlukan doa-doa, mantra-mantra keagamaan, sesaji, serta upacara-upacara ritual lainnya. Semua ini diadakan secara periodik pada momen-momen tertentu.
1. Unsur Religi dan Tari
Diantara upacara tersebut ada yang harus disertai dengan tarian-tarian. Bahkan ada jenis tarian yang khusus berkedudukan sebagai penolak bahaya yang mengancam atau penolak wabah penyakit, seperti tari Sanghyang.

Teater dalam bentuknya yang pertama secara serempak memuat unsur tari, musik dan lain-lainnya yang masih murni dan sederhana, demikian pula wujud teater daerah Bali.

Hapir semua tarian Bali bersifat religius karena sebenarnya tari-tarian yang bersifat sekular pun mempunya sangkut paut dengan kehidupan keagamaan. Jika ada seseorang dalam keadaan tidak saadar (intrance), mereka percaya bahwa ia kemasukan dewa, bidadari atau buta kala.

Jelaslah bahwa trance merupakan bagian yang penting dalam teater Bali karena dengan jalan itu mereka menghubungkan diri dengan dewa-dewa sehingga memperoleh ketentraman dan perlindungan. Drama tidaklah berkembang sebagai suatu konflik antar feeling, tetapi sebagai konflik dari suasana-suasana spiritual. Tema tidaklah datang dengan sendirinya, tetapi datang dari dewa-dewa, suatu kehadiran dari suatu unsur interkoneksi antara nature dan alam spiritual yang terpelihara.

Tata pakaian aktor yang membungkus tubuhnya membuat ia tidak lagi kelihatan sebagai bentuknya sendiri. Hiasan kepala yang fantastis, jubah-jubah yang gemetris, yang memindahkan pusat dari figur manusia, membuat sang aktor seperti hieroglif yang berjiwa. Disinilah teater pada dasarnya adalah representasi dari non-human spirit yang bukan milik mereka sendiri.

Teater Bali terdiri atas tari, nyanyi, musik, pantomime, dan sedikit unsur-unsur tetater Barat.

2. Unsur Teater Murni
Teater religius Bali membangkitkan suatu kesadaran tentang adanya bahasa teatrikal yang tidak berupa bahasa percakapan yang verbal. Bahasa itu merupakan seluruh kumpulan gesture ritual yang di dalamnya kita tidak memiliki kuncinya. Segala itu dilakasanakan dengan ekstrim berdasarkan indikasi musikal yang tepat, bahkan lebih daripada sekadar musik, ia cenderung ke arah pemikiran suatu sistem yang tak dapat dipecahkan.
Pada teater ini segala kreasi datang dari atas pentas dan menemukan ekspresi serta asalnya dalam impuls psikis yang tersembunyi, yang menyapa sebelum kata-kata. Dengan gesture-gesture ini ia mengangkat penonton ke alam metafisika. Apa yang disusunnya di dalam gerak adalah yang dimanifestasikan, merupakan perwujudan fisikal dimana spirit tidak pernah melepaskan dirinya.

Ruang permainan digunakan dalam semua dimensinya, dalam semua arah yang dimungkinkan. Di samping itu, ekspresi teater mempunyai sense mendalam dalam keindahan plastis karena gerakan-gerakan ini selalu mempunyai tujuan akhir yang berupa penerangan terhadap masalah spiritual. Pada teater Bali terasa adanya suatu suasana yang jauh lebih tua dari pada kata-kata. Mereka bisa memilih milik mereka yang berupa musik, gesture, gerak dan kata-kata.

E. APRESIASI TERHADAP UNSUR ESTETIS PERTUNJUKAN TEATER TRADISIONAL
Unsur estetis sebuah pertunjukan teater merupakan keindahan yang bermanfaat, yaitu keindahan moral, keindahan susila, keindahan akal dan keindahan alami. Untuk dapat menemukan unsur–unsur estetis pertunjukan teater tradisional di suatu daerah perlu mengadakan pengamatan terhadap pertunjukan-pertunjukan teater tradisional tersebut. Estetis suatu teater tradisional dapat dilihat atau ditemukan pada bentuk penyajiannya, irama musiknya, gerak fisiknya (misalnya ketentuan tubuh dalam acting), cara penyajiannya, dan setting atau latarnya. Masih ada hal-hal lain yang menjadi unsur estetis pertunjukan teater.

Apresiasi terhadap teater daerah yang bersifat tradisional dapat dimulai dengan menemukan keunikan teater setiap daerah dan latar atau setting teater daerah tersebut.

1. Keunikan dan Latar atau Setting Teater Tradisional
a. Keunikan karya Seni Teater Tradisi
Teater daerah atau tradisional merupakan karya seni yang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan teater daerah setempat dapat dilihat :
1). Bentuk penyajiannya
2). Cara penyajiannya
3). Gerak fisiknya
4). Latar serta settingnya
5). Irama musiknya.
Selain kelima hal tersebut di atas, masih ada hal-hal lain yang menjadikan keunikan teater daerah setempat, tergantung jenis teater daerah itu sendiri. Oleh karena itu, dalam sebuah apresiasi perlu adanya pengamatan secara seksama terhadap pertunjukan-pertunjukan teater daerah setempat sehingga dapat menunjukkan keunikan-keunikan dengan baik dan tepat.

b. Latar dan Setting Teater Tradisional
Latar merupakan penggambaran suasana pertunjukan teater atau pementasan drama. Latar ini mencakup dekorasi dan tata lampu (lighting), tata rias, dan musik atau iringan. Latar ini dapat memberikan penjelasan pada penonton tentang suasana yang ada dalam suatu adegan yang sedang berlangsung.

Setting merupakan tempat pertunjukan teater berlangsung, dalam hal ini panggung atau pentas. Setting atau tempat juga merupakan salah satu unsur pokok dalam teater atau drama. Tanpa ada tempat, suatu drama tidak mungkin terjadi. Walaupun ada, itu hanyalah drama bacaan. Setting itu bisa hanya berupa ruang yang terbuka yang sederhana sekali bentuknya, seperti yang ada pada teater-teater daerah, sampai gedung-gedung teater yang megah dan indah. Akan tetapi bagaimana bentuknya tempat harus ada bagi para pemain yang mempertunjukkan permainannya yang disebut panggung atau pentas, dan tempat bagi penonton yang menyaksikan pertunjukan itu disebut auditorium.

Susunan latar dan setting teater daerah, dalam hal ini teater tradisional, masih sederhana bentuknya. Latar dan setting daerah disamping bentuknya tetap, juga ada yang mengalami perubahan dan perkembangan. Misalnya ketoprak, suatu teater daerah Jawa yang pada awal mula mengambil tempat yang luas, seperti di lapangan dengan posisi melingkar. Penonton menikmatinya dengan duduk jongkok, atau berdiri mengelilinginya. Ketoprak seperti ini dinamakan ketoprak Ongkek. Iringan tarian sebagai latar dari teater ongkek ini menunjukkan kesederhanaannya. Terutama tari, masih menggunakan tari yang sederhana, sekedar mengikuti irama gamelan saja. Seiring dengan perkembangan ketoprak, latar dan setting juga mengalami perkembangan dan perubahan. Tempat tidak lagi menggunakan lapangan, tetapi sudah menggunakan gedung pertunjukan, yang didalamnya terdapat panggung, tempat pemain dan dilengkapi dengan dekorasi dan layar yang berfungsi sebagai pendukung suasana pertunjukan. Dari adegan satu ke adegan lain ada pergantian layar yang sesuai dengan adegan yang sedang berlangsung. Di dalam gedung itu juga terdapat auditorium sebagai tempat penonton.

Evaluasi Bab 3
Pilihlah satu jawaban yang anda anggap paling benar !


1. Teater yang berkembang dikalangan rakyat dan yang bersumber dari tradisi masyarakat lingkungannya
a. Teater Modern d. Teater Tradisi
b. Teater Kontemporer e. Teater Klasik
c. Semuanya benar

2. Menurut Kasim Ahmad teater tradisonal dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Rakyat b. Klasik
c. Transisi d. jawaban a, b, c benar
e. jawaban a, b, c, salah

3. Pertunjukan teater tradisional bisa dilaksanakan dimana saja, teater tradisional tidak memerlukan tempat khusus. Bahkan, bisa menyatu dengan masyarakat, dengan demikian teater tradisional bersifat :
a. Seadanya d. Miskin
b. Fleksible e. Tidak menarik
c. Temporer

4. Contoh beberapa teater tradisional Indonesia adalah, kecuali :misalnya: a. Wayang orang
b. Ketoprak
c. Ludruk
d. Lenong
e. Operet

5. Teater tradisional asli betawi adalah :
a. Wayang orang
b. Ketoprak
c. Ludruk
d. Lenong
e. Topeng

6. Pada tahun berapa Ketoprak di daerah kota Yogyakarta itu lahir ?
a. 1926 b. 1927 c. 1928 d. 1924 e. 1925

7. Wayang berbentuk 3 dimensi, terbuat dari kayu yang diukir dan dihias, dengan ditambahkan kain batik pada bagian bawah tubuh wayang, adalah bentuk wayang :
a. Wayang Kulit d. Wayang wong
b. Wayang Rumput e. Wayang beber
c. Wayang Golek

8. Monolog dalam ketoprak dikenal dengan apa yang disebut :
a. Ngudarasa d. Madurasa
b. Nembang e. Suramadu
c. Dagelan

9. Pada Ketoprak adegan seorang pelawak mengkritik ke arah berbagai sasaran yang terdapat di dalam masyarakat, hal ini terdapat pada adegan:
a. Goro-goro d. Pembuka
b. Penutup e. Dagelan
c. Klimaks

10. Ciri-ciri dialog pada pementasan Ketoprak, yaitu kecuali :
a. Sederhana
b. Mudah diterima oleh penonton
c. Dipantunkan
d. Dialognya bebas
e. Improvisatoris

11. unsur yang merupakan bagian yang penting dalam teater Bali karena dengan jalan itu mereka menghubungkan diri dengan dewa-dewa sehingga memperoleh ketentraman dan perlindungan disebut :
a. Tarian d. Dupa
b. Trance e. Kembang
c. Akrobatik

12. Tata pakaian aktor yang membungkus tubuhnya membuat ia tidak lagi kelihatan sebagai bentuknya sendiri. Hiasan kepala yang fantastis, jubah-jubah yang gemetris, yang memindahkan pusat dari figur manusia, membuat sang aktor seperti hieroglif yang berjiwa, inilah adalah ciri khas dari teater :
a. Bali d. Cirebon
b. Jawa e. Sumatera
c. Sunda

13. Gamelan adalah seperangkat musik untuk pertunjukan, kecuali:
a. Ketoprak d. Ludruk
b. Wayang e. Lenong
c. Randai

14. Tari Sanghyang di Bali dipergunakan untuk :
a. Penolak bala c. Pernikahan e. Pertanian
b. Hiburan d. Pariwisata

15. Teater Bali terdiri atas kecuali :
a. Tari
b. Nyanyi
c. Musik
d. Pantomim
e. Semuanya benar

16. Unsur estetis sebuah pertunjukan teater merupakan keindahan yang bermanfaat, yaitu :
a. Keindahan moral
b. Keindahan susila
c. Keindahan akal
d. Keindahan alami
e. Semuanya benar.

17. Nilai estetis suatu teater tradisional dapat dilihat atau ditemukan pada : a. Bentuk penyajiannya
b. Irama musiknya
c. Gerak fisiknya
d. Penyajiannya dan setting
e. Semuanya benar

18. Pada pertunjukan Ketoprak seorang peranan yang hendak menyatakan suatu perasaan yang kompleks tidak perlu melakukan berbagai gesture, business dan mimik tertentu tetapi dengan:
a. Monolog d. Dialog
b. Akting e. Nembang
c. Menari

19. Sandiwara berdialek Betawi yang bersifat improvisatif, bergaya lucu dan lugu, dengan nyanyian dan tarian yang diiringi musik Gambang Kromong adalah :
a. Lenong d. Ludruk
b. Topeng e. Ketoprak
c. Srimulat

20. Pada Pertunjukan ketoprak biasanya gerak tari untuk ksatria diambil dari gerak :
a. Tari Pendet . c.Tari Janger e. Tari bapang
b. Tari Alusan . d.Tari kambeng


SOAL URAIAN

1. Seni teater di Indonesia dikelompokkan menjadi dua macam berdasarkan keberasalannya, yaitu ?

2. Apa yang dimaksud dengan teater tradisional ?

3. Apa saja ciri-ciri teater tradisional ?

4. Teater daerah atau tradisional merupakan karya seni yang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan teater daerah setempat diantaranya adalah ?

5. Unsur estetis sebuah pertunjukan teater merupakan keindahan yang bermanfaat, yaitu ?


BAB 4
UNSUR-UNSUR TEATER

Standar kompetensi

Mengapresiasi karya seni teater

Kompetensi Dasar

Menunjukkan sikap apresiatif terhadap unsur estetis

Kegiatan Pembelajaran

Mengelompokkan periodesasi perkembangan teater daerah Madura.

• Membedakan ciri-ciri periodesasi perkembangan teater Madura.

• Menjelaskan ciri-ciri khas periodesasi perkembangan teater Madura

Tugas Individu

Mengidentifikasi ciri-ciri teater tradisional Madura

Tugas Kelompok

Membuat laporan perkembangan periodesasi salah satu bentuk teater tradisional Madura


A. UNSUR DALAM TEATER

Kesatuan tempat, waktu dan laku yang pernah menjadi unsur penting dalam teater sudah ditinggalkan. Drama sebagai penyuguhan kembali kehidupan nyata, juga sudah tidak terlalu tepat lagi. Itu mungkin hanya berlaku bagi drama realis. Kini drama sudah beragam corak dan alirannya.

Kalau ditelusuri drama sebagai sandiwara, maka unsur yang harus tetap ada adalah cerita. Di dalam cerita ada alur yang dapat runtun dapat juga acak. Tetapi keduanya tetap mengandung ”rahasia” atau plot. Selain cerita (naskah lakon) juga sutradara (pengarah laku), pemain (aktor) dan penonton.

1. Naskah
Pementasan susul menyusul hinga terasa kurang repertoar asli, naskah yang telah ada banyak yang tidak sesuai dengan zaman. Naskah yang telah ada ditambah repertoar asing bersama-sama mengalami proses salinan dan saduran. Sayang, sering pengarang/penyadur/penulis dilupakan.
2. Pemain
Banyak pementasan menemui kegagalan. Banyak sebabnya, yang terpenting : kurang mengerti tentang pengetahuan elementer drama pada pemain dan pemimpin. Mula-mula giat berlatih, kemudian malas, hanya ingin jual tampang di atas pentas, cepat-cepat naik pentas, diburu waktu, usia sangat muda dan lain-lainnya.

3. Tempat (stage)
Di Indonesia kini sudah bermunculan gedung-gedung pertunjukan yang disesuaikan dengan standar universitas, baik stage, auditorium, maupun arsitektur teater itu sendiri. Dalam kenyataan, pelaksanaan teater dengan standart barat dan teater dengan standart timur. Disini peranan tempat teater daerah, seperti pendopo dan sebagainya, menentukan watak pertunjukannya itu sendiri yang bersifat tradisional.

4. Penonton (audience)
Masyarakat cukup mempunyai minat, terbukti dari timbulnya perkumpulan-perkumpulan drama.
a. Selera seseorang menentukan hiburannya.
b. Selera seseorang bergantung pada usia, pendidikan, lingkungan, kedudukan, padangan hidup, dan lain-lainnya.
c. Salah satu daya penarik ialah popularitas.
d. Popuplaritas disebabkan oleh pementasan yang baik dan susul menyusul.
e. Penonton tidak boleh dkecewakan.

Bila keempat syarat di atas dipenuhi, maka kelangsungan kehidupan drama boleh diharapkan terjamin. Bagaimana memenuhi syarat-syarat tersebut, itulah persoalan kita besama untuk dipecahan.

B. BENTUK TEATER

Fungsi sebagai hasil seni dalam kehidupan seseorang jelas pertumbuhannya, terutama seni pertunjukan erat sekali hubungannya dengan emansipasi manusia itu sendiri. Masalah dan pola pemikiran baru menghendaki bentuk seni atau cara pengutaraan seni yang baru pula. Ia muncul bersamaan dengan pergeseran nilai-nilai kehidupan. Pertumbuhan seni pertunjukan modern ini didahului oleh pergeseran dibidang kemasyarakatan. Ia tumbuh bersama tumbuhnya suatu golongan baru dalam masyarakat Indonesia, yaitu golongan orang-orang yang hidup di kota-kota.

Di Indonesia terdapat bentuk teater seperti :
1. Yang lahir di dalam lingkungan kehidupan desa. Kegiatannya terkait erat oleh persoalan kehidupan sehari-hari dalam desa, yaitu adat atau agama, contohnya : terdapat pada kehidupan teater di Bali.

2. Yang lahir di Keraton. Pertunjukan dilakukan pada upacara-upacara tertentu, sedangkan para pelakunya adalah para anggota keluarga bangsawan. Pertunjukan dilaksanakan hanya untuk lingkungan terbatas. Tingkat artistik yang dicapai bisa tinggi sekali. Cerita pada umumnya berkisar pada kehidupan kaum bangsawan yang dekat pada dewa-dewa dan sebagainya. Dunia kenyataan di luar keraton tidaklah menjadi persoalan.

3. Yang tumbuh dikota-kota. Kadang-kadang masih membawa bentuk-bentuk yang di desa atau di keraton. Ia lahir dari kebutuhan yang timbul dengan tumbuhnya kelompok-keompok baru di dalam masyarakat dan sebagai produk dari kebutuhan baru, sebagai fenomena modern dalam seni pertunjukan di Indonesia.

4. Yang diberi predikat modern atau kontemporer. Ia menampilkan peranan manusia bukan sebagai tipe, melainkan sebagai individu dalam dirinya terkandung potensi yang besar untuk tumbuh, sehingga pada saat ini, ia merupakan teater golongan minoritas. Ia adalah hasil pencarian yang dilakukan oleh manusia Indonesia secara terus menerus.

C. BENTUK-BENTUK SAJIAN TEATER
Beberapa bentuk sajian teater diantaranya adalah :

1. Teater Naskah
Teater naskah merupakan pertunjukan teater yang berdasar pada naskah lakon. Pada bentuk teater ini, naskah merupakan bahan dasar ekspresi. Semua konsep dibuat berdasarkan lakon sehingga pertunjukan yang ditampilkan merupakan perwujudan utuh dari lakon (cerita) tersebut. Seperti telah disebutkan di atas, lakon dapat dibedakan menurut jenisnya yaitu : drama, melo drama, tragedi, komedi, dan satir. Namun dalam perkembangan teater modern naskah lakon dapat dijeniskan sebagai : drama-satir, drama-tragedi, tragedi-komedi, dan lain sebagainya. Pertunjukan teater yang berdasar naskah inilah yang kemudian (terutama di Indonesia) disebut sebagai pertunjukan drama.

2. Teater improvisasi
Dalam teater ini, bahan dasar ekspresi adalah kerangka cerita. Sutradara menuangkan cerita secara lisan kepada para pemain, kemudian pemain mengembangkan dan mengekspresikan cerita tersebut secara improvisasi. Dialog diciptakan secara spontan pada saat itu juga.


3. Teater gerak
Teater gerak adalah teater yang menampilkan ekspresi cerita melalui gerak. Pada awalnya penggunaan suara atau dialog tidak diperbolehkan tetapi pada perkembangannya suara dan dialog sering ditampilkan untuk memberi penegasan makna ekspresi tetapi dibatasi.

4. Teater Boneka
Bentuk ekspresi seni teater yang menggunakan boneka sebagai media penyampai cerita kepada penonton.

5. Teater Musik
Teater musik sering disebut sandiwara musikal yang menampilkan cerita melalui ekspresi musikal. Untuk mendukung tujuan tersebut biasanya gerak atau tarian ditampilkan dan para pemain melakukan dialognya dalam lagu.

6. Teaterikalisasi Puisi
Sajian seni teater yang berbasiskan puisi. Bahan dasar ekspresi adalah puisi yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi struktur cerita dalam teater.

7. Teater Audio
Teater audio adalah sajian teater yang ditampilkan secara auditif. Bentuk-bentuk dari teater ini adalah sandiwara radio, dan atau sandiwara (cerita) yang dikemas dalam pita kaset / CD.


8. Mendongeng
Mendongeng (Story Telling) merupakan bentuk teater yang paling tua. Jauh sebelum bentuk sajian teater tampil dengan berbagai media, mendongeng merupakan karya seni yang sangat menarik.

D. SEJARAH TEATER MODERN
1. Zaman Yunani dan Romawi
Asal mula drama ialah kultus Dionysos, dewa domba atau lembu. Drama didahului oleh kurban domba atau lembu kepada dewa Dionysos. Dalam upacara penghormatan itu dilagukan nyayian domba yang dinamakan tragedi. Dalam perkembangannya, Dionysos digambarkan sebagai manusia dan dipuja sebagai dewa anggur dan kesuburan. Tragedi mendapat arti yang lain, yaitu drama yang melukiskan perjuangan manusia melawan nasib.

Komedi dalam zaman Yunani Purba berupa karikatur terhadap duka cerita dengan maksud berolok-olok terhadap penderitaan, kebodohan dan sebagainya.

Tragedi Yunani Klasik terdiri atas :
a. Prologus : bagian yang diucapkan sebelum pertunjukan dimulai.
b. Parodus : lagu yang mengiringi pawai, dinyanyikan oleh paduan suara yang hadir dipentas sampai pertunjukan selesai.
c. Episodia : mengemukakan adegan-adegan, dialog-dialog si pemain yang muncul di pentas.
d. Stasima : bagian-bagian atau kelompok nyanyian paduan suara.
e. Exodus : bagian terakhir waktu kelompok penyanyi pergi.
Tokoh-tokoh teater Zaman Yunani;
Tragedi :
Aeschylos (525 – 456 sebelum Masehi)
Sophocles (405 – 406 sebelum Masehi)
Euripides (480 – 406 sebelum Masehi)
Komedi :
Aristophanes (445 – 388 sebelum Masehi)
Menander (343 – 291 sebelum Masehi)

Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula bersifat religius, kemudian bersifat show-business. Dalam staging orang Romawi lebih memperhatikan kebesaran.

2. Zaman Pertengahan
Dalam zaman ini pengaruh geraja Katolik atas drama sangat besar. Dalam pementasan ada nyanyian-nyanyian yang dilakukan oleh padri dan paduan suara bergnti-ganti. Kemudian timbul pergelaran yang disebut passio.

Ciri-ciri khas :
a. Staging atau pentas kereta
b. Keserdehanaan dekor yang simbolis dan impresionisme.
c. Pementasan simultan, bersifat sinkronis belaka.

3. Commedia dell’ Arte Italia
Commedia dell’ Arte muncul di Italia, bersumber pada banyolan Romawi. Dengan bercirikan improvisatoris dan tanpa naskah. Cerita berdasar pada dongeng dan fantasi, dan tidak berusaha mendekati kenyataan. Gaya actingnya pantomime dan urutan adegan tidak diperhatikan.

4. Zaman Elizabethan
Di Inggris pada waktu pemerintahan Ratu Elizabeth I (1558-1603), drama sangat berkembang. Baginda sendiri membangun teater-teater dengan gaya istimewa. Drama-drama Elizabethan dirajai oleh Shakespeare (1564-1616).
Ciri-ciri :
a. Naskah puitis
b. Agak bebas dalam penyusunan naskah, tidak menuruti hukum-hukum yang pernah ada.
c. Laku simultan (berganda, rangkap)
d. Campuran antara yang serius dan humor.

Tokoh-tokohnya :
W. Shakespeare Thomas Heywood
Ben Johnson Beaumont
Christopher Fletcher
Thomas Kyd John Ford

5. Aliran Klasik
Beberapa orang di Perancis menentang aliran Elizabethan. Mereka membentuk aliran baru dengan nama aliran klasik (karena mengarah pada duka cerita Yunani – Romawi)

Ciri-ciri :
a. Materi berdasarkan motif Yunani/Romawi, baik cerita klasik maupun sejarah.
b. Ditulis dalam bentuk sajak berirama
c. Akting bergaya deklamasi
d. Laku statis, monolog sangat panjang akibatnya laku dramatis terhambat.
e. Tunduk kepada Trilogi Aristoteles.

Tokoh-tokohnya :
Pierre Corneille
Jean Racine
Joost van de Vondel (Belanda).

6. Aliran Romantik
Berkembang pada akhir abad ke-18. sukar untuk memberi pejelasan secara umum; yang jelas: drama romantik bertentangan dengan klasik, tidak mematuhi hukum drama yang tetap.

Ciri-ciri :
a. Kebebasan bentuk
b. Isi yang fantastis, sering tidak logis
c. Materinya bunuh membunuh, teriakan-teriakan dalam gelap, korban pembunuhan yang hidup kembali, tokoh-tokohnya sentimental.
d. Mementingkan keindahan bahasa
e. Dalam penyutradaraan segi visual ditonjolkan
f. Actingnya bernafsu, bombastis, mimik yang berlebihan.

Tokoh-tokohnya :
Victor Hugo
Alfred de Musset (1810-1857)
Heinrich von Kleist
Christian Diettriech Grabbe.

7. Aliran Realisme
Aliran realisme ada dua macam : realisme sosial dan realisme psikologi. Realisme pada umumnya adalah aliran seni yang berusaha mencapai ilusi atas penggambaran kenyataan. Tentu saja penggambaran kenyataan secara pasti dalam hasil seni tidak mungkin. Pengarang drama harus menggambarkan kejadian yang sebenarnya terjadi bertahun-tahun dalam beberapa jam saja; dia harus berfantasi dan memilih isi-isi pokok dan kejadian-kejadian penting. Melalui karyanya, seorang realis mencoba mencapai ilusi sebanar-benarnya. Drama realistis bertujuan tidak untuk menghibur melulu, tetapi mengembangkan problem dari suatu masa. Problem atau masalah ini bisa berasal dari luar (sosial) atau dari dalam manusia sendiri, yaitu dari kesulitan-kesulitan yang timbul oleh kontradiksi-kontradiksi yang dialami oleh manusia (soal psikologis).

a. Realisme sosial
Biasanya problem sosial dan psikologis saling mempengaruhi, jarang bisa dipisahkan. Tetapi, dalam drama realistis masalah sosial dapat dipisahkan dari masalah psikologis.

Ciri-ciri :
1. Peran-peran utama biasanya rakyat jelata ; petani, buruh dan sebaganya.
1. Aktingnya wajar seperti yang dilihat dalam hidup sehari-hari, tidak patetis.

Tokoh-tokohnya : Hendrik Ibsen (Norwegia), Charles Bernard Shaw (Inggris).

b. Realisme Psikologis
ciri-ciri :
1. Permainan ditekankan pada peristiwa-peristiwa intern/unsur-unsur kejiwaan.
2. Secara teknis segala perhatian diarahkan pada ating yang wajar, intonasi yang tepat.
2. Suasana digambarkan dengan perlambang (simbol).

Tokoh-tokohnya : August Strindberg (Swedia) dan Euene O’ Neill (Amerika).

8. Aliran Ekspresionisme
Eksprsionisme ialah ”seni menyatakan”. Eksprsionisme dalam drama baru lahir dalam masa sesudah Perang Dunia I. Ia banyak mendapat pengaruh dari realisme, bersifat agak ekstrem, memetaskan khaos dan kekosongan, hanya sedikit naskah yang ada.

Ciri-ciri :
a. pergantian adegan cepat
b. penggunaan pentas yang ekstrem
c. fragmen-fragmen yang filmis (meniru gaya dan cara film).


Tokoh-tokohnya :
Erwin Piscator Tairoff
Mark Reinhardt Thorton Wilder
Miyerhold Bertol Brecht

9. Drama zaman kini
Tidak mempunyai ciri khas dalam gaya penyutradaraan. Terdapat empat aliran besar yang dipengaruhi oleh gaya atau aliran yang dahulu :
a. Eksprsionisme : Thorton Wilder, Arthur Miller
b. Realisme : Jean Anouil
c. Puitis Romantik : Christopher Fry, Max Frisch, Garcia Lorca.
d. Absurd : Samuel Beckett, Eugene Ionesco


Evaluasi Bab 4
Pilihlah satu jawaban yang anda anggap paling benar !


1. Unsur-unsur di dalam teater diantaranya, kecuali :
a. Naskah d. Penonton
b. Pemain e. Kostum
c. Tempat

2. Di Indonesia terdapat bentuk teater seperti yang lahir di :
a. Pedesaan b. Keraton
c. Kontemporer d. Kota e. Semua benar

3. Kegiatannya terkait erat oleh persoalan kehidupan sehari-hari dalam desa, yaitu adat atau agama adalah ciri khas teater yang tumbuh di :
a. Pedesaan b. Keraton
c. Kontemporer d. Kota e. Semua salah

4. Sutradara menuangkan cerita secara lisan kepada para pemain, kemudian pemain mengembangkan dan mengekspresikan cerita tersebut adalah ciri khas teater
a. Naskah b. Boneka e. Improvisasi
c. Gerak d. Musik

5. Teater yang menampilkan ekspresi cerita melalui gerak merupakan ciri khas teater
a. Naskah b. Boneka e. Improvisasi
c. Gerak d. Musik

6. Sajian teater yang ditampilkan secara auditif merupakan ciri khas teater :
a. Naskah b. Boneka e. Improvisasi
c. Gerak d. Audio

7. Sajian seni teater yang berbasiskan puisi yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi struktur cerita dalam teater merupakan ciri khas teater :
a. Naskah b. Boneka e. Improvisasi
c. Gerak d. Teaterikalisasi puisi

8. Bagian yang diucapkan sebelum pertunjukan dimulai disebut :
a. Prologus c. Stasima
b. Parodus d. Exodus
e. Episodia

9. Lagu yang mengiringi pawai, dinyanyikan oleh paduan suara yang hadir dipentas sampai pertunjukan selesai disebut :
a. Prologus c. Stasima
b. Parodus d. Exodus
e. Episodia


10. Mengemukakan adegan-adegan, dialog-dialog si pemain yang muncul di pentas disebut :
a. Prologus c. Stasima
b. Parodus d. Exodus
e. Episodia

11. bagian-bagian atau kelompok nyanyian paduan suara disebut :
a. Prologus c. Stasima
b. Parodus d. Exodus
e. Episodia

12. bagian terakhir waktu kelompok penyanyi pergi disebut :
a. Prologus c. Stasima
b. Parodus d. Exodus
e. Episodia

13. Aliran teater bersumber pada banyolan Romawi. Dengan bercirikan improvisatoris dan tanpa naskah. Cerita berdasar pada dongeng dan fantasi, dan tidak berusaha mendekati kenyataan. Gaya actingnya pantomime dan urutan adegan tidak diperhatikan adalah ciri khas aliran teater :
a. Zaman pertengahan
b. Commedia dell’ Arte Italia
c. Elizabethan
d. Klasik
e. Romantik

14. Tokoh-tokoh teater pada zaman Elizabethan diantaranya adalah, kecuali:
a. W. Shakespeare c. Thomas Heywood e. Samuel Becket
b. Ben Johnson d. Beaumont

15. Beberapa orang di Perancis menentang aliran Elizabethan. Mereka membentuk aliran baru dengan nama :
a. Zaman pertengahan
b. Realis
c. Elizabethan
d. Klasik
e. Romantik



16. Ciri-ciri teater aliran romantik adalah, kecuali :
a. Kebebasan bentuk
b. Isi yang fantastis, sering tidak logis
c. Penuh dengan banyolan
d. Mementingkan keindahan bahasa
e. Dalam penyutradaraan segi visual ditonjolkan

17. Tokoh-tokohnya teater aliran Romantik dianataranya, kecuali :
a. Victor Hugo b. W. Shakespeare
c. Heinrich von Kleist d. Christian Diettriech Grabbe
e. Alfred de Musset

18. Aliran seni yang berusaha mencapai ilusi atas penggambaran kenyataan disebut aliran :
a. Sosial b. Realisme
c. KLasik d. Romatik e. Elizabeth

19. Tokoh-tokohnya teater aliran ekspresionisme diantaranya adalah, kecuali:
a. Erwin Piscator c. Tairoff e. Victor Hugo
b. Miyerhold d. Bertol Brecht

20. Aliran drama masa kini tidak mempunyai ciri khas dalam gaya penyutradaraan tetapi terdapat empat aliran besar yang dipengaruhi oleh gaya atau aliran yang dahulu, dianataranya adalah :
a. Eksprsionisme b. Realisme e. Klasik
c. Puitis Romantik d. Absurd


Soal Uraian

1. Sebutkan ciri-ciri teater aliran Elizabeth !

2. Sebutkan ciri-ciri teater aliran Pertengahan !

3. Sebutkan ciri-ciri teater aliran Klasik !

4. Teater aliran realisme ada dua, sebutkan dan jelaskan?

5. Sebutkan tokoh-tokoh teater pada teater aliran Romantik?
Congngo'lah...

Jumat, 09 Oktober 2009

HALAL BIHALAL SMA NEGERI 1 GAYAM



Saya berlayar dari pelabuhan kalianget dengan menumpang kapal menuju pulau Sapudi, tempat aku mengabdikan ilmu yang ku punya ke anak negeri Gayam. Aku mengajak keluargaku untuk menikmati suasana berlayar dan melihat suasana di pulau Sapudi. Tepat pukul 2 siang kapal yang aku tumpangi merapat di dermaga pelabuhan Tarebung, yang nantinya masih aku tempuh sekitar setengah jam melewati jalan darat yang penuh lubang dan bebatuan menuju tempat kost. Dengan membawa tas besar dan mengendarai sepeda motor Mega Pro, Rico anakku duduk di depan dan bundanya sambil memegang tas koper menikmati suasana pantai di sisi jalan sepanjang perjalanan.

Panas menyengat, debu bertaburan dan asap knalpot kendaraan mengurai perjuanganku untuk memberikan yang terbaik yang aku miliki. Usapan angin dari bibir pantai sepanjang perjalanan mengisi paru-paru ini dengan seribu harapan agar nanti mampu berkreativitas. Semoga.

Hari senin upacara bendera memulai aktivitas kegiatan belajar mengajar di SMA Gayam. Dengan inspektur upacara yang seharusnya dilakukan oleh Kepala Sekolah, kali ini bapk Daud mengantikan kepala sekolah yang lagi sibuk membereskan barang-barang bawaan untuk dibawa pulang kedaratan. Beberapa guru terkaget-kaget karena memnang benar-benar waktu itu ingin ketemu kepala sekolah untuk mengadakan rapat terakhir. Namun kesempatan kali ini tidak dimanfaatkan oleh kepala sekolah dan segenap guru dan karyawan SMA Negeri 1 Gayam untuk melakukan rapat terakhir karena ada berita tidak resmi bahwa Kepala Sekolah SMA Gayam akan mutasi ke luar kepulauan. Luapan kegembiraan dan keharuan tidak begitu nampak, yang nampak hanyalah guyonan untuk mempercepat waktu untuk bel menyelesaikan pelajaran.

Bel berbunyi, karapan sapi menunggu dilapangan sebelah timur SMP Negeri 1 Gayam, dan seluruh masyarakat berkumpul untuk melihat lomba tradisional tersebut.
Sapi-sapi berlarian.
Debu-debu berloncatan
Pecut saling berlompatan
Dan golok terselip dipinggang para juragan

Di rumah bapak Saud, rabu siang dilaksanakan acara halal bihalal keluarga besar SMA Negeri 1 Gayam. Dihadiri sebagian besar segenap guru dan karyawan dengan suguhan soto menghangatkan suasana halal bihalal. Pada guyonan tersebut banyak mempertanyakan maksud apakah gerangan diadakan acara halal bihalal tersbut, entahlah...yang penting kita patut bersyukur dalam keadahan sehat walafiat kita bisa berkumpul bersama mempererat hubungan tali silaturahmi agar tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dapat terlaksana dengan baik.
Congngo'lah...

Jumat, 02 Oktober 2009

H+5 REUNI ALUMNI KATES 01-09




Sebulan berpuasa dan datanglah cahaya hari raya Idul Fitri 1430 H, dan mudik (pulang kedaerahnya masing-masing) sudah menjadi budaya masyarakat di Indonesia lebih khususnya di Sumenep. Sebelum menjelang hari raya Idul Fitri umumnya seluruh mahasiswa dan orang kantoran (pekerja) yang berasal dari Sumenep melakukan acara mudik untuk persiapan silahturahmi baik untuk orang tua dan segenap kerabat dan handai taulan. Ivent semacam ini dimanfaatkan oleh ekskul teater untuk mengadakan acara silahturahmi atau temu kangen dengan para alumni kates yang pernah singgah di rumah Komunitas Teater Smansa, dan mungkin sudah bisa dikatakan sebagai tradisi dari ekskul Kates. Dari tahun ketahun sudah dilaksanakan dan pada kali ini temu kangen dan sekaligus memperingati ulang tahun yang ke – 9 ekskul Kates dilaksanakan pada hari Jumat tepatnya H+5.

Persiapan dilaksanakan sekitar 1 minggu sebelum lebaran, dan selaku ketua panitia Bella Rosailly HP, yang dibantu oleh para alumnus Kates, ada Andy, Ika, Bang Yuli, Vita dan banyak lagi yang lain. Kerja kekeluargaan sudah menjadi kebiasaan di Kates, semuanya saling bekerja dan menyumbangkan tenaganya secara sukarela. Hal yang demikian memang sudah ditanamkan oleh pembina kates dari mereka menjadi anggota atau keluarga kates. Dengan menanamkan salling bekerjasama, saling curhat, saling menjenguk bila salah satu keluarganya sakit dan banyak kegiatan kemanusiaan yang sering menjadi agenda kegiatan di komunitas teater smansa. Semuanya sudah menjadi satu bagian yang terpenting dan mampu saling melayani di dalam kegiatan di sanggar kates. Sehingga sudah terbentuk rasa kekeluargaan diantara anggota ekskul kates. Sanggar sudah dijadikan rumah ke dua bagi para anggota sanggar dan inipun sangat terasa saat pelaksanaan reuni kali ini.

Dua hari sebelum pelaksanaan reuni, dilaksanakan pertemuan di rumah pembina dan semua persiapan sudah direncanakan dengan baik. Dengan menghabiskan kerupuk di rujak bareng, pertemuan terasa hangat dan pedes. Saat pulang dari rumah pembina kates, dua panitia (Bella dan Dete) terjatuh tepat di bujuk Gumok sebelah timur lapangan terbang Trunojoyo, Bella selaku ketua panitia cedera ringan sedangkan Dete tangan kanannya lecet-lecet serta bibirnya sedikit monyong karena mencium aspal. Namun walaupun sedikit cedera persiapan sebelum hari H gtetap terlaksana dengan lancar. Beberapa panitia yang lain nampak, Andy, Supyan, kudus, Ipung, Firman, shinta Ndut, Intan tompel dan bebek sibuk mempersiapkan panggung serta konsumsi. Kehangatan persiapan juga nampak saat malam hari di rumah pembina kates, sambil mengerjakan dekor dilanjutkan dengan maen kartu sambil menjalani tantangan makan kerupuk dan menghabiskan bergelas-gelas air jeruk rasa cuka dan vetsin.

Malam diterangi bintang-bintang dilangit dan cahaya lilin dilantai lapangan volly smansa serta cahaya lampu di pangung tempat parkir sebelah utara menjadi hangat dengan kedatangan para alumni kates. Hampir 75 persen dari angkatan pertama tahun 2000-2001 sampai angkatan kesembilan 2009-2010 memenuhi lembaran-lembaran tikar yang sudah dipersiapkan oleh panitia. Acara dimulai pukul 20.00 molor satu jam dari undangan yang disepakati, dan acara sambutan dari wakil masing-masing angkatan bergiliran saling mengharapkan agar kates tetap eksis dan semakin maju. Hampir semuanya menginginkan kates menjadi keluarga yang kompak, solid dan semakin kreatif. Acara temu kangen dan ulang tahun kates juga dihangatkan oleh tampilnya Agus suharjoko (refleksi kates dan kenangannya), Ahmad Fauzi (baca puisi kau dan anjing), Ibnu Hajar (baca puisi anatara mekkah, Surabaya dan Natal) dan ditutup dengan pemotongan kue Ulang Tahun Kates yang dipotong dan dibagikan oleh pembina kepada masing-masing wakil dari angkatan pertama sampai terakhir.

Akhirnya selamat Ulang Tahun Kates dan addoel-addoelku, moga kates tetap menjadi keluarga yang baik dan hangat dan penuh kreatif. Dan jangan lupa kita punya komitmen membuat buku Kates dan selalu berkomunikasi lewat blog serta face book.
(agus suharjoko)
Congngo'lah...

Refleksi Kates :LAHIRKU DIATAS GENGGAMMU




Sembilan tahun yang lalu
Aku mengenalmu
Menatapmu
Melukaimu
Dan menggoreskan penaku diatas tubuhmu

Engkau ketakutan
Yang kau tatap
Rambutku yang terurai, gimbal dan panjang
Dekil pakaian yang kukenakan
Senyumkupun mahal
Untuk kau kenang

Jeratan tali temali menggantung diatas panggung
Dan kau teriakkan dialog-dialog topeng-topeng hingga menjadi topeng kayu
Dengan menenteng lampu badai mencari siapa Aku
Dan kau bawa pulang kenangan dari tanah Osing.
(lalu engkaupun lenyap ditelan waktu)

Suara gamelan dan kata-kata tersusun
Engkau berarak dengan payung kemegahan
Nyonya Hakim kau perankan
Ditanah pecel Madiun
Engkaupun menoreh kenangan yang tak terlupakan
Diantara adik-adikmu SD dan SMP waktu itu
(lalu engkupun tinggalkan kenangan diantara bedegug dan belethang)

Aku mencakar langit
Tanpa kelembutan yang kau mau
Kemarahan yang engkau dapatkan
Dan dukapun selimuti engkau
Namun Rintrikpun selalu mengubur bayi-bayi yang tak berdosa
Dan kenangan itupun kau torehkan ditanah lancor
(engkaupun terkubur diantara bhanyak dan pappa’an takaek)

Wajah-wajah tersembul diantara setting padusan dan
Kain merah dibelakang untuk masuk dan keluarnya pemeran
Dan terlihat seorang ibu yang senantiasa tersenyum pada anaknya
Kemudian si Tuti Keracunan Wajah
Mencari aku diantara ke-aku-an yang lain
Dan kau bawa pulang penghargaan dari kota seribu reog
Dan kota buaya untuk mengobati peperangan sebelum kau bertaruh.
(seribu guyonan, satire dan keangkuhan yang pongah berpadu menjadi tawa dan tangis milik kita bersama)

Wayang-wayang berlompatan disudut-sudut panggung
Tokoh-tokoh kontemporer dengan gaya punk
Mencari kawah candradimuka di Batu-Malang
Dan orang gila mengagetkan Tetuko
Hingga yang lain terpingkal-pingkal melihat peristiwa Cuilan seng
Dan engkaupun pulang dengan kenangan seribu bintang diujung sapu lidimu
Dihalaman SMA teater Lancor.
(tangis, tawa dan candamu mengiringi kedewasaan disanggar yang pengap)

Seribu tawa
Sejuta airmata berderai
Saat engkau menyatu di atas panggung dengan parodi yang kau rangkai
Ada kepiluan akan berpisah
Ada kehangatan mengurai ide-ide
Ada bunga-bunga yang kau sebar di ruang gempita rapisiaga
Sembilan kali kerinduan menggema
Dan kates ada diantara ekskul di smansa
Lalu...
(engkau meninggalkanku diantara seribu kenangan menjelma di dinding-dinding sanggar kates yang penuh debu suka dan duka)

Bahasa terangkai oleh kata-kata
Tubuh-tubuh menjelmakan peristiwa
Dari pocong hingga gerak-gerak patah ditanah karapan giling
Lalu Kau jadikan kates rujak yang hangat dan pedas
(kata-kata sudah menjadi tubuh, dan tubuh-tubuh sudah kau jadikan warna di atas panggung yang hitam dan bercerita)

Goncangan dan badai Tsunami
Di serambi mekkah telah melululantakkan rasa kemanusiamu
Dan engkaupun merajut sisa-sisa tanda kekuasaanMu
Di aula smansa dengan refleksi Tsunami
(engkaupun hadir diantara kepiluan saudaramu, dan akupun ikut merasakannya)

Engkau menjadi sampah
Seribu lalat terbang dan mual muntahkan seluruh isi perut
Tempat pembuangan sampah menjadi panggung pencarianmu
Kampung kardus kau bawa untuk mendapatkan yang tersisa bagi keangkuhan warisan kates dari tahun ke tahun
Kau dapatkan itu di Singosari-Malang dan engkaupun terbang dari menara Madura chanel hingga ke UGD saat kepalamu bersimbah darah.
Lalu...
(seluruh perlengkapan panggungmu aku lumatkan dengan api kemarahanku dan engkaupun tak sangup lagi untuk merintih, pedih dan pilu yang hanya kurasakan, kates mungkin tinggal hanya reranting tua yang tergeletak di tanah)
Saat engkau berpaling kebelakang
Yang terlihat hamparan tanah kapor luas dengan tradisi yang hampir lesu
Kita gali bersama
Kita rujak tradisi dengan bumbu siap saji
Dan bukan hanya mimpi dari tidur pulas kita di pandhaba
Namun kita harus merokatnya,
Di pendopo graha budaya malang
Dengan seribu karya adhikara yang lain
Dan kau bawa kehangatan di kentucy fred chiken disaksikan bulan tengah malam di atas kepala kita.
Dan tak lagi mampu meraih cakrawala dan angan menuju kota gudeg.
(aku bukan hanya kesombongan dan keangkuhan, namun prestasi trus mengalir saat engkau mau, darah menetes dikeringatmu waktu menyiapkan karya dan aku tak mau tahu apapun dengan alasanmu, the show must go on itulah yang engkau tahu)

Lalu mothak-mothak pun menjadi inspirasi artistikku
Dari Alalabang yang mengelilingi dunia estetika
Sampai legenda Kyae Barumbung yang terkapar direranting dan batang tebu yang ku mau.
Lalu...
Mampuku menundukkan kepala seberat beban masa lalu yang gemilang
Dan terbang pada tiang-tiang kokoh jembatan Suramadu.
Kenangan pahit ketika engkau ingat beban yang harus kau pikul oleh masa silammu
Dan terkubur bersama rumahmu yang tercerabut karena RSBI.
(engkau hanyalah rumah singgah kita dan menjadi bisu saat engkau tak lagi mau menoleh apa yang ADA atau yang TIADA, sejuta haru biru sudah kita rajut, awal dan akhir milik kita bersama. Tawa dan canda milik masa lalu kita, dan kemarahan menjadi kenangan yang pahit, kardiman statusku yang tak bisa berubah, dan kitapun pernah menangis bersama antara bahagia dan kepedihan)

Kates yang pernah kau miliki
Mahluk sembilan angkatan yang tak mungkin kulupa
Ada ketua yang mahal dengan senyum dan anker bagaikan satpol PP
Ada mahluk yang tak pernah lepas dari warna kuning
Ada juga mahluk yang tak menentu identitasnya dan cerewetnya mengalahkan nenek lampir
Ada yang leter sampai ramuan sifirili engkau minum hingga toet-toetmu besar sebelah
Ada trio bebek yang kesana kemari menyusun jadwal rujak bersama
Ada tiga mothak yang melanglang hutan belantara hingga mothak yang vokalnya paling rame sudah menjadi ibu yang baik 4 sehat 5 sempurna
Ada yang bocor kepalanya untuk merayakan hari kelahirannya sehingga semua karya menjadi berantakan.
Dan ada banyak catatan-catatan yang lain dengan ciri karakter yang unik dan menarik
Dan sekarang akupun sudah enggan lagi melangsingkan tubuhku karena teaterku sudah menjadi satu dengan nama anakku : teateristico augusta.

Dan Addoelku ..
Semoga engkau makin dewasa
Dan kelak..
Aku mampu tuk melepaskanmu....

(agus suharjoko)
Congngo'lah...

Jumat, 11 September 2009

Buka Bersama dan Pembagian Takjil




Kegiatan ekskul teater dan ekskul tari smansa di bulan Ramadhan-2009


Komunitas Teater Smansa bekerjasama dengan Padepokan Tari Smansa mengadakan acara rutin yang diselenggarakan pada setiap bulan Ramadhan. Tak terkecuali pada bulan ramadhan kali ini juga mengadakan acara buka bersama seluruh pengurus dan anggota ekskul teater serta tak lupa mengundang alumni anggota Kates. Acara buka bersama dilaksanakan pada tanggal 6 September, tepatnya malam senin di hadiri oleh segenap anggota ekskul teater dan ekskul tari. Dikomandani oleh Bella Rosailly sebagai ketua kates periode 2009-2010 dan melibatkan beberapa pengurus ekskul menyiapkan seluruh menu untuk buka bersama. Sifat kekeluargaan dan kerjasama di dalam rumah tangga ekskul sangat nampak sekali, dimana saling diberikan tugas untuk menyiapkan masing-masing sajian yang akan disantap untuk membatalkan ibadah puasa kali ini. Shinta Ndut menyiapkan menu mie goreng dan sambel pettes dengan beberapa lalapan, Dete kebagian untuk memasak nasi, bebek menyiapkan hidangan pembuka es cendol, sementara Bella menyiapkan lauk telor goreng, ayam goreng dan bergedel, dan uut kebagian sayur maronggi, serta yang lainnya membantu agar pelaksanaan buka bersama berjalan sesuai yang diharapkan. Menu yang sangat luar biasa dihidangkan di lapangan volly.

Menunggu menit-menit beduk yang terdengar melalui pengeras suara masjid di sebelah utara sekolah SMA negeri 1 Sumenep, seluruh anggota ekskul nampak sumringah, walaupun mungkin semua menunggu saatnya untuk menyantap menu yang telah dipersiapkan dan tikar-tikar yang sudah ditata rapi. Dengan piring pincuk dari daun pisang menambah suasana kuliner bernuansa pedesaan. Suara adzan berkumandang menunjukkan bahwa buka bersama dimulai. Beberapa es cendol mulai masuk kerongkongan masing-masing anggota ekskul untuk membatalkan puasa pada hari minggu tersebut. Saya beserta anak dan istri juga hadir pada suasana buka bersama, sangat luar biasa dan maknyus hidangan yang disuguhkan sore itu. Dengan nasi di pincuk dan ditambah sambel atau cenge’ pettes dengan lalapan dan lauk ayam goreng, bergedel dan telor gulung, wah mengingatkan betapa Tuhan memberikan rejeki buat kita sangat luar biasa. Dan sekejap menu kuliner nuansa pedesaan sudah habis tuntas diserbu oleh segenap anggota ekskul teater.

Dilanjutkan dengan sholat magrib berjamaah di mushollah at-taqwa, suasana religi untuk mendekatkan diri pada Allah SWT pada bulan yang penuh berkah ini tidak disiasiakan oleh seluruh keluarga besar Kates dan keluarga besar Tari. Dilanjutkan dengan acara bincang-bincang di lapangan volly, beberapa anggota menemukan ide untuk melanjutkan acara di bulan ramadhan kali ini, mereka sepakat akan mengadakan acara pembagian takjil serta pemberian pakaian layak pakai kepada orang-orang yang membutuhkan. Di tentukan hari jumat acara pembagian takjil akan dilaksanakan. Dengan iuran anggota seluruh acara pada bulan ramadhan kali ini bisa dilaksnakan dengan baik.

Jumat tanggal 11 september, siang setelah shalat jumat, beberapa anggota ekskul tari dan ekskul teater berkumpul di rumah pembina ekskul menyiapkan seluruh kebutuhan, nampak ipe, nova & novi menyiapkan santan, sementara saya dan anak istri belanja ke pasar anom membeli kebutuhan menu kali ini. Kita membuat kolak pisang yang pada sore harinya akan dibagi-bagikan kepada masyarakat. Tak lama kemudian hadir untuk membantu Andy (mantan ketua kates), Shinta Ndut, Intan Tompel, Dhaina Lemmot dan anna datang untuk lebih meramaikan suasana masak memasak. Bebek, Bella, Firman dan Pras kemudian menyusul ke rumah saya. Dan yang mengagetkan Sofian tiba-tiba datang dengan membawa beberapa buah kelapa yang diambilnya dari kampung halamannya yaitu Dungkek. Dan saya sendiri kebagian untuk memasak kolak pisang. Dengan beberapa ramuan yang sudah saya imajinasikan terlebih dahulu dan tepat jam tiga sore karya kuliner saya sudah siap untuk dibungkus.

Dengan semangat sore itu semua bergotong royong membungkus kolak pisang ke dalam plastik-plastik yang sudah disediakan. Jam 4 bungkusan kolak pisang dibawa ke sanggar teater dan ternyata di sanggar sudah pada kumpul seluruh anggota ekskul teater. Dan selanjutnya jam lima sore semua berpawai menuju taman bunga untuk membagikan takjil ke pada seluruh masyarakat yang melewati depan masjid jamik. Tak berapa lama takjil sudah berpindah tangan dan seluruh anggota ekskul teater merampungkan acara pembagian takjil dengan lancar dan alhamdulillah semua sesuai dengan rencana. Bukan hanya sampai disini, karena acara akan dilanjutkan esok harinya, hari sabtu sore ekskul teater akan mengadakan pembagian pakaian layak pakai yang sudah dikumpulkan dari masing-masing anggota kates. Acara pembagian pakaian layak pakai ini rencana akan dibagikan di daerah Dungkek disekitar kediaman salah satu anggota kates yaitu Sofian Latjuba’.

Yap semoga apa yang sudah dikerjakan oleh ekskul kates akan bermanfaat bagi kita semua dan kita selalu akan merindukan suasana bulan ramadhan tahun-tahun berikutnya. Terimakasih kates dan semoga Allah SWT selalu beserta kita. Amin.
Congngo'lah...

Rabu, 09 September 2009

Alalabang, Reaktualisasi Tradisi Lisan Ditengah Gempuran Kesenian Populer

(Alalabang, merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan tradisi di Sumenep –Madura yang memadukan antara seni macopat, wayang gelagar, dan topeng dhalang. Seni pertunjukan ini terpilih untuk ,mewakili Jawa Timur pada Festival Seni Tradisi Lisan se Asia yang akan diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 1 –4 Desember 2006)
***

Seni pertunjukan merupakan bagian dari tradisi masyarakat agraris yang memiliki hubungan dengan adat kebiasaan setempat. Suatu bagian dari keseharian dalam tradisi masyarakat petani yang berhubungan dengan sistem kehidupan mereka, daur kehidupan maupun dalam upacara keagaamaan. Di masanya seni pertunjukan tersebut mengadakan pentas dengan mendatangi rumah penduduk atau didatangkan untuk memenuhi hajat tertentu. Biasanya hajat yang diikuti dengan seni pertunjukan tersebut, berupa selamatan bumi (Rokat Bumi), selamatan karena punya niatan di lakukan di kuburan para sepuh (Bujuk) dinamakan Rokat Bujuk. Pertunjukan tersebut memiliki pola dan pakem yang standar, yaitu mereka mendatangi kuburan sesepuh (Bujuk) dengan membawa beberapa sesaji, acara doa tertentu, dan di antaranya terdapat pertunjukan yang dapat dijadikan tontonan dan tuntunan. Rokat Bujuk ini menjadi totik fokus garapan Alalabang. Sampai saat ini rokat bujuk menjadi pertunjukan rutin sertiap musim panen di desa Bun Bara’ – Rubaru.Di desa ini rokat bujuk dilakukan ke “Bujuk Barumbung”,makam Kiai Agung Barumbung, yang sampai saat ini dipercayai masyarakatnya sebagai kuburan keramat. Dalam Rokat bujuk biasanya dibacakan macopat tembang Artate dan Sengkle.

Pola pertunjukan seni tradisitersebut selalu dipertahankan secara temurun, menjadi suatu kekayaan budaya yang khas bagi setiap daerah, juga di Sumenep. Kekayaan seni tradisi baik berupa seni lisan (macopat), solo’an, tari /teater dan Topeng Dhalang menarik perhatian Agus Suharjoko dan Ahmad Darus bersama komunitasnya untuk mengemas kembali seni tradisi dan dipadukan dengan seni pertunjukan modern. Konsep perpaduan yang berpijak dari konsep rokat bujuk untuk dijadikan sumber inspirasi dalam seni pertunjukan Alalabang.
Alalabang, berasal dari kata labang, berarti pintu. Dimaksudkan seni pertunjukan tradisi di Sumenep (Madura) pada mulanya melakukan pertunjukan dari pintu ke pintu atau di undang untuk mendatangi rumah yang punya hajat. Rombongan Topeng dalang biasanya mendapatkan undangan pentas pada saat mengadakan pertunjukan., sehingga ketika manggung bisa berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya selama beberapa hari tanpa sempat pulang ke keluarganya.
Dalam konsep pertunjukan Alalabang, mengambil tiga unsur seni tradisi; sastra lisan (macopat), Solo’an, dan Topeng Dhalang dipadukan dengan seni modern yang dipadukan berupa “Tari Mothak” (tari monyet).
Konsep panggung dengan dengan mermeergunakan layar topeng dalang sebagai background dengan peralatan musik saronen, siter, saron, gender, dan seperangkat gamelan.Salenthem, gendang, siak (kecrek). Jenis Gending: kennnong tello’, sarama’an, giroan (gending kasar), dan kejungan. Sementara tokoh topeng yang ditampilkan Anoman, pasusukan anoman, Indrajit dan pasukan Indrajit, serta Trijata. Nayaga dan para pemain termasuk dalang dan apneges tidak langsung berada di panggung. Saat musik gamelan dan saronen mulai dibunyikan rombongan musik diiringi dengan bacaan tembang , para pemain berjalan menuju ke arena pementasan.
Sastra lisan (macopat), dalam konsep alalabang merupakan media efektif untuk menyampaikan pesan dan memainkan improvisasi oleh penembang atau dalang. Dalam keleluasaan mengimprovisasi lakon, pertunjukan alalabang diawali macopat dan bajang gelagar, wayang yang terbuat dari tangkai daun singkong. Atau juga bajang pappa bisa terbuat dari pelepah pohon pisang.Mengisahkan cerita “Temon Pote” atau “Timun Putih” mengisahkan seekor kera yang dipelihara K. Agung Berumbung. Dalam kisah tersebut, kera diberi tugas untuk menjaga tanaman timun yang ditanam sang kiai. Mendapat tugas dari majikannya kera kemudian punya inisiatif mengecat timun tersebut dengan warna putih, sehingga terlihat jelas di malam hari, dan terlihat apabila hilang atau diambil pencuri. Konon kisah tersebut menyebabkan timun yang berasal dari daerah Barumbung (Sumenep) warna kulitnya berwarna putih kehijauan. Saat memainkan lakon cerita “Temon Pote” dalang memainkan wayang gelagar/ pappa, suatu bentuk simbolisasi bahan cerita yang dekat dengan kultur agraris setempat. Transisi penceritaan wayang gelagar ke topeng dhalang diawali dengan tarikan kuat wayang gelagar ke depan layar topeng yang ada di panggung. Wayang gelagar yang mewakili sosok kera putih terjatuh dan dari balik layar muncul peraga (penari) berkostum kera (Anoman).
Pertunjukan bergerak ke panggung dibuka Anoman yang tengah berada di taman Argasoka yang telah berhasil melaksanakan tugas Rama, menyampaikan cincin kepada Dewi Sinta. Anoman tidak mau kembali ke Anglengka tetapi tetapi memporak-porandakan Argaloka. Keberadaan Anoman di Argaloka diketahui oleh Trijata (diperagakan oleh laki-laki yang bgerperan sebagai perempuan). Trijata jatuh cinta kepada Anoman, dan percintaan mereka diketahui oleh Indrajit, membuatnya iri. Indrajit dikeroyok oleh pasukan Anoman. Ia lari dan kembali lagi dengan pasukannya untuk melawan pasukan Anoman. Perang tak dapat dihindarkan. Ending yang cukup menarik dalam pertunjukan ini, dalang memutus cerita peperangan. Dalang memerintah kepada pasukan indrajit dan anoman untuk membuka Tatopong (Topeng). Setelah membuka topeng yang dikenakan mereka berhenti melakukan perang. Suatu filosofi yang ingin menyampaikan pesan bahwa pertengkaran tidak akan menyelesaikan masalah. Bahwa pertikaian yang terjadi karena banyaknya kepentingan yang mengintervenbsi dalam kehidupan kita sehingga kita lalai kepada sesamanya.
*****
Pertunjukan yang disutradarai Agus Suhardjoko alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan dalang Ahmad. Darus merupakan sebuah upaya melakukan revitalisasi seni tradisi dipadukan dengan konsep seni modern. Mengumpamakan panggung sebuah bujuk, maka para peraga berada di luar arena (panggung) untuk membawa sesasji atau melakukan pertun jukan.
Sebuah revitalisasi dengan memasukkan cerita atau permasalahan aktual dalam lakon (macopat) dan memadukan tari mothak ke dalam topeng dhalang.Ikon mothak dalam pertunjukan ini cukup menarik berangkat dari kisah mothak atau kera yang dipelihara Kiai Agung Barumbung yang bisa memahami keinginan manusia. Adegan yang memiliki makna bahwa kera saja bisa berubah karena didikan manusia, apalagi manusia yang berakal.
Keberanian memasukkan peraga perempuan dalam tari mothak. Hadirnya penari perempuan dalam topeng dalang merupakan hal baru, karena sebelumnya topeng dalang Sumenep diperagakan oleh peraga laki-laki. Namun hal ini tidak merusak pakem karena, peran perempuan bukan sebagai peraga utama. Namun tantangan ke depan yang cukup menarik , adalah bagaimana mengolah seni tradisi pertunjukan Alalabang menjadi media untuk mengakrabkan kembali generasi muda dengan seni tradisi leluhurnya. Tentunya dibutuhkan keberanian untuk mendekati budaya kaum muda sehingga dapat menjalin matarantai seni tradisi di tengah masyarakatnya.

Hidayat Raharja adalah penyair, dan aktif dalam kajian seni tradisi madura
Alamat rumah: Perumahan Bumi Sumekar Asri
Jl. Dewi Sartika IX/12 Kolor – Sumenep
Congngo'lah...

DEKONSTRUKSI SENI TRADISI

Oleh: Sunlie Thomas Alexander*

MUNGKINKAH sebuah kesenian yang telah dianggap ikon tradisi dan dipakemkan mengalami dekonstruksi? Barangkali banyak pihak akan serta-merta “berang” jika pertanyaan ini dilontarkan, apalagi pihak yang merasa sebagai pemilik (dan pelaku) kesenian tradisi tersebut. Tetapi bagi Agus Suharjoko, S.Sn, sutradara dan konseptor Seni Tradisi Topeng Dhalang “Rukun Pewaras” Sumenep, Madura, jawaban bagi pertanyaan ini adalah amat memungkinkan, bahkan harus diupayakan, meskipun kemudian bakal mendapatkan tantangan keras dari masyarakat sosial-budaya di mana seni tradisi itu bersumber. Dan kemungkinan dekonstruksi terhadap seni tradisi semacam ini telah direalisasikan oleh alumnus jurusan Teater Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tersebut bersama komunitas “Rukun Pewaras”-nya dalam pentas di “Festival Tradisi Lisan Alalabang” di Gedung Wanitatama, Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Topeng Dhalang merupakan suatu kesenian tradisi semacam wayang orang yang berasal dari masyarakat Madura, di mana semua pemainnya mengenakan topeng dengan seorang dalang sebagai narator dan “pembicara”. Biasanya, kesenian ini sering digandeng dengan macapat (mamacat), sebuah seni tradisi lisan (seperti berpantun) yang hidup di Madura. Secara tradisi, kelompok-kelompok kesenian ini diundang ke berbagai acara, dari yang ritual hingga yang bersifat hiburan. Tradisi keliling memenuhi permintaan dari masyarakat inilah yang disebut sebagai Alalabang (mengamen).

Seni Tradisi Topeng Dhalang yang dipentaskan dalam Festival Tradisi Lisan Alalabang di Yogyakarta oleh komunitas “Rukun Pewaras” boleh dikatakan memang memiliki suatu warna baru yang telah berbeda dibandingkan dengan pakem yang selama ini dikenal oleh masyarakat sumbernya, tetapi tetap tidak kehilangan aura dan spirit lama.

Menurut Ahmad Darus, penata musik kelompok Topeng Dhalang “Rukun Pewaras”, seni Topeng Dhalang yang mereka pentaskan sudah mengalami banyak perubahan (baca: pembaharuan), baik dari segi gerak, bloking, bahasa, durasi, maupun cerita. Dan pembaharuan dimungkinkan karena perubahan tatanan sosial-budaya di masyarakat sumber seni tradisi tersebut, baik itu dari paradigma berpikir maupun pengeseran nilai-nilai dalam hubungannya dengan kondisi berkesenian.

Usaha seperti ini sesungguhnya bukanlah sekedar ikhtiar agar seni tradisi tetap lestari tetapi juga memberikan berbagai dimensi baru bagi kebudayaan tradisi tanpa harus terjebak oleh cita-cita luhur berlebihan sebagai penjaga tradisi (lama). Upaya dekonstruksi seni tradisi justru memiliki kepentingan sebagai usaha pelestarian yang handal. Tantangan terbesar dari kesenian tradisi di mana pun dalam berhadapan dengan modernisasi dan globalisasi adalah perubahan pemaknaan fungsi dan perannya, terutama ketika berbenturan dengan seni kontemporer dan kepentingan pariwisata. Dan ini telah menjelma menjadi sebuah tuntutan, yang apabila tidak segera ditanggapi dengan kreatif, mengandung resiko ditinggalkan oleh masyarakat “baru”. Orang-orang muda yang dapat menghafal tradisi dan menyenangi seni tradisi semakin sedikit dan tradisi terancam punah.

Perubahan nilai dan paradigma sosial masyarakat dalam konteks hubungan dengan seni dan penikmat seni ini merupakan satu hal penting yang harus disiasati dengan kreatif tanpa mesti dikhawatirkan akan mencairkan kemurnian seni tradisi menjadi kitsch sebagai akibat logis dari pertumbuhan masyarakat.

Arogansi Pelaku Lama

Tantangan yang muncul dalam upaya dekonstruksi sebuah seni tradisi dalam kaitannya dengan usaha melanggengkan seni tradisi itu sendiri dalam perkembangan masyarakat dan memperkenalkannya kepada masyarakat luas di luar lingkup sosial-budaya sumber, biasanya terutama memang berasal dari masyarakat lama sumber seni tradisi tersebut. Baik dari masyarakat sosial yang merasa sebagai pemilik sah kesenian itu maupun dari para pelakunya.

Sering kita dengar ungkapan atau celetukan, kalau sebuah kesenian tradisi yang dipentaskan bukan seperti itu, atau itu bukan yang asli. Persoalan seperti inilah yang sempat dikemukakan dalam diskusi kecil di sebuah kedai kopi di daerah Papringan, Yogyakarta usai pementasan Topeng Dhalang yang dihadiri oleh seluruh awak komunitas “Rukun Pewaras” Sumenep, Madura dan sejumlah seniman muda Yogyakarta. Menurut Ahmad Darus, tantangan-tantangan itu disebabkan oleh dua hal. Pertama, seni tradisi kerap dipandang sebagai suatu “tradisi agung” dalam hubungannya dengan ritual oleh masyarakat sumbernya. Kedua, ketakutan akan kehilangan lahan (dalam konteks sebagai mata pencaharian) dari sebagian pelaku seni tradisi, di mana para pelaku lama memiliki kekhawatiran akan tergusur oleh setiap inovasi kreatif yang dilakukan. Hal ini kemudian muncul ke permukaan sebagai suatu arogansi yang terkadang sangat galak dan menisbikan segala dialog estetis dan proses kreatif yang hendak melakukan penemuan dan pemeriksaan ulang.

Padahal sebuah upaya dekonstruksi tidak akan mengadakan “lepas hubungan” dengan akar kebudayaannya tetapi malah menghasilkan sesuatu yang lebih komprehensif dan membuat idiom seni tradisi itu dipahami oleh lingkungan yang lebih luas. Dengan dekonstruksi, dalam proses integrasi dan modernisasi secara paradoksal, sesungguhnya seni tradisi dapat menjadi juru bicara yang piawai dalam mengaitkan unsur lama dengan unsur baru.

Gagasan tentang warisan kultural yang masih seringkali dipandang sebagai aset penting yang harus dilindungi dalam rangka mencari identitas yang dilandasi hasrat sederhana untuk mengabadikan kegemilangan masa lampau, justru meletakkan gagasan itu dalam ruang yang stagnan—menolak perspektif baru tanpa memahami suatu kreativitas berkesenian dalam konteks perkembangan masyarakat.

Saya selalu menyakini kesenian haruslah dilahirkan kembali diri-sosialnya untuk bertahan dalam proses integrasi dan modernisasi. Karena itu selalu diperlukan kearifan untuk mencari dan menemukan kembali letak, peran, fungsi dan makna sosial dari seni di tengah masyarakat yang terus berubah agar seni itu mampu bertahan. Seni tradisi tidak mesti mengabdi kepada harmoni dan keseimbangan abadi dalam kosmos, sehingga hanya terperangkap sebagai bentuk seni dalam kenikmatan lanskap yang agraris dan feodal.

Menurut Umar Kayam, ini semua tidak berarti seni tradisi itu dalam kesediaannya untuk mentransformasi kemunculannya dalam bentuk yang menyimpang dari pakem (baca; kemurnian) dianggap sebagai “korupsi seni” demi kepentingan baru yang kita tahu adalah bagian yang penting dari proses integrasi dan modernisasi. Seni tradisi sungguh dapat menjadi perantara yang menyenangkan.

Sardono, ketika mencoba menafsirkan kembali tarian Cak yang tradisional dengan suatu eksprimen baru pernah mendapat tantangan hebat dari masyarakat Teges, Bali. Penjelajahan ke pelbagai kemungkinan baru, katakanlah sebuah avantgardisme ini berbenturan dengan wilayah di mana norma-norma umum ikut andil dalam membentuk penilaian dan paradigma seni.

Dalam kasus Sardono, kita bisa melihat bagaimana sebuah sistem ekologi bereaksi terhadap salah satu milik kelengkapannya dalam hal ini seni tari Cak yang sedang “diganggu” oleh “tangan luar”. Masyarakat tersebut, setidak-tidaknya sebagian penting dari lapisnya, merasa terancam akan fungsi kelengkapan dari seni tari Cak yang dianggap telah mapan. Sebuah kegagapan dalam memaknai identitas.

Penemuan Kreatif Renewal

Sesungguhnya setiap seni selalu terbuka bagi penafsiran baru. Inilah yang agaknya dipahami oleh komuntas “Rukun Pewaras” Sumenep, Madura dalam upaya interpretasi ulang terhadap seni tradisi Topeng Dhalang Madura.

Tetapi, seperti yang diakui oleh Agus Suharjoko, S.Sn, tidak semua hal dalam seni tradisi Topeng Dhalang memerlukan dekonstruksi, terutama menyangkut unsur-unsur filosofis yang berkaitan dengan local genius dan nilai religi yang dikandung seni tradisi tersebut. Tantangan filosofis seni tradisi inilah yang menuntut kearifan seniman dalam proses kreatifnya. Agus Suharjoko, S.Sn mencontohkan bloking dalam Topeng Dhalang yang berbentuk angka delapan dan segitiga misalnya, ketika diganti dengan bloking diagonal seperti yang pernah dicobanya, ternyata justru melemahkan spirit dan aura dari seni tradisi tersebut. Nilai-nilai filosofis seperti ini menurutnya, amat membutuhkan kajian serius baik dari disiplin ilmu seni itu sendiri maupun ilmu agama, yang selama ini belum banyak disentuh.

Ada semacam kebiasaan yang mesti disadari, seni tradisi sebenarnya tidak terlalu banyak berhubungan dengan formulasi dan teknik, tetapi pada laku diri dan ritus. Afrizal Malna pernah mengungkapkan kalau dalam berbagai khazanah tradisi, tubuh tidak direpresentasi. Sebuah seni tradisi lebih merepresentasikan “kehadiran” yang lain. Tubuh menjalankan ritual, puasa, meditasi dan syarat-syarat lain yang tidak teknis sifatnya. Tubuh menjadi bahasa justru karena dijalankan lewat laku diri.

Hal tersebut diakui oleh Ahmad Darus, tetapi menurutnya laku diri ini dalam Topeng Dhalang sifatnya lebih personal. Karena itu sentuhan teknik dari seorang seniman akademis seperti Agus Suharjoko, S.Sn, memang mesti lebih hati-hati ketika melakukan akademitisasi agar tubuh tidak cenderung terjebak dalam kekosongan teknik.

Menghadapi apa yang disebut “perubahan sosial” dan pergeseran nilai-nilai masyarakat, juga dalam upaya memperkenalkan seni tradisi kepada khalayak yang lebih luas, komunitas “Rukun Pewaras” dengan sadar mencoba mendekonstruksi bahasa (dari bahasa Madura ke bahasa Indonesia), durasi (dari semalaman menjadi satu-dua jam, bahkan lima belas menit), dan cerita (dari pakem menjadi carangan-temporary) sebagai usaha menyingkapi modernisasi dan kemajuan teknologi dengan masyarakat yang cenderung hedonis, serba instant, dan hidup dalam mobilitas yang tinggi

Di tengah tatanan masyarakat seperti ini, seni tradisi dengan pola lama akan sulit bertahan mengingat terbatasnya waktu dan ruang yang tersedia dan sikap hidup masyarakat yang termanjakan oleh kemudahan teknologi. Hanya seni tradisi yang mampu mengaktualisasi dirinya dan lentur dalam mengimbangi perkembangan jamanlah yang mampu bertahan meski tidak harus terjebak dalam kitsch ketika misalnya dipentaskan di hotel-hotel atau demi kepentingan pariwisata.

Seni tradisi bagi saya, akan senantiasa dapat memainkan perannya yang konstruktif demi ide-ide baru bagi perkembangan. Masalahnya adalah seberapa jauh tingkat adaptasinya dari unsur-unsur lama bagi perkembangan baru tersebut dan berapa lentur nilai estetika baru itu menjadi ide ketika seni tradisi dipisahkan dari kesatuan kosmosnya.

Ada banyak alasan untuk mempersoalkan kemurnian tradisi, tetapi tidak serta-merta menjadikannya barang mati. Asumsi yang mengganggap sesuatu yang baru, dekat pengaruh dari luar tradisi dan dipahami sebagai kemajuan ketika berbenturan dengan sumbernya memang sering menimbulkan konfrontasi lantaran kekurangan kenal dari referensi seni itu sendiri, di samping seni tersebut terlanjur menjadi barang jiplakan terus-menerus.

Seni sebagai salah satu unsur kebudayaan dalam narasi yang lebih besar tak seharusnya mandek sementara kebudayaan itu terus mengalami perkembangan seiring dengan jaman. Sumber-sumber tradisi harus memilih, tinggal dalam kegagapan mencari identitas semu atau mengaitkan diri dengan perubahan dunia dan karena itu tak minder menyejajarkan diri dengan seni tradisi di belahan bumi mana saja, serta arif dan kreatif memanfaatkan sumber-sumber tradisi di mana pun sebagai ide penciptaan maupun pemaknaan yang segar.***

* Penulis adalah cerpenis, belajar Seni Rupa di Institut Seni Indonesia dan Teologi-Filsafat di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Congngo'lah...

Pengikut

 

TANAH KAPOR | Creative Commons Attribution- Noncommercial License | Dandy Dandilion Designed by Simply Fabulous Blogger Templates