Selasa, 23 Juni 2009

PISANG BAKAR...DI CAFE KATES

Malam ditaburi gemintang

Kaki-kaki menapaki lorong petang

Jarum-jarum cemara menjahit bulan

asap pisang bakar dengan kopi ditangan

Temani resital jelang malam

.....

Beberapa potongan tikar untuk lesehan di tempat parkir banyak anak yang berkerumun, melepas kangen, menakar pengalaman, dan ada juga yang berdiskusi kecil mengenai pelaksanaan resital dari tahun ke tahun. Teman-teman teater kates melayani seluruh tamu yang memesan menu di cafe kates. Dengan layanan yang penuh senyum, namun juga nampak ada beberapa forum diskusi kecil seputar karya yang ditampilkan di resital IV. Tak nampak keluhan-keluhan keluar, yang ada hanya semangat dan semangat untuk menata penampilan kelasnya masing-masing.

Sebelum acara di aula dimulai, sederet kendaraan bermotor diparkir di lapangan basket, dan sementara crew cafe menanti pembeli dan sederet mading tiga dimensi diapresiasi oleh warga kelasnya masing-masing. Kongkow-kongkow dan sesekali terlihat percintaan diantara mereka. Ya mungkin memang jaman sudah bergerak cepat sehingga apa kata petuah Madura Bappa, Babbu, guru, rato tak lagi masuk diwacana mereka. Cuek dan dicuekin terhadap guru, pura-pura tidak tau kalau memang ada panitia, dan yang paling menyebalkan mengulangi apa yang sudah diinformasikan oleh seluruh pihak, namun memang begitulah rata-rata karakter anak-anak sekarang ini.

Panitia berkumpul di ruang multi media, mempersiapkan segala sesuatu untuk kepentingan resital dan mengevaluasi apa yang perlu dikerjakan. Rutinitas tiap malam sebelum dan sesudah acara resital. Akupun memulainya dengan susunan acara, mengingatkan tugas masing-masing dan apapun bentuk kejadian dan informasi yang terjadi di luar ruang aula secepatnya diinformasikan padaku. Dan lampu aulapun berubah ke lampu panggung, menunjukkan acara mulai berlangsung.

Lampu cafe kates masih menyala,

dan crew cafe menanti dan melayani pembeli....

sambutan demi sambutan dari masing-masing ketua panitia kelas dan wali kelas, mewarnai rutinitas tiap malam di ruang aula. Hal ini untuk membuka tali silaturahmi dan mengapresiasi karya dari putra-putrinya. Suasana komunikasi antar orang tua siswa terjalin dengan suasana santai karena ruang aula ditata apik dan ada sedikit camilan dan minuman yang sudah disediakan oleh panitia kelas. Sambil menikmati acara suguhan karya film dan teater, semakin penuh maknalah acara resital tahun demi tahun digelar.

Lampu cafe kates masih menyala,

Sementara ruang-ruang kosong disudut-sudut yang gelap

Nikmati malam dengan kehendaknya masing-masing...

Ngrumpi, mojok, mpacaran, tengkar, asap mengepul....dan hal-hal yang diinginkan...menjadi fakta dan kenyataan malam berganti malam. Namun banyak juga yang serius memantau dan mengapresiasi ruang kretif yang sudah empat kali berjalan ini. Memang laporan demi laporan dan penjelasan demi penjelasan dari seksi keamanan mampir ke telingaku dan akupun marah besar saat malam itu, bulan menjadi saksi dan angin semilir membutakan mata... kejadian yang menggelapkan resital, antara kebimbangan dan keinginan, hampir rasanya aku menangis, kenapa...kejahatan moral merusak tatanan estetika yang aku bina ini... inilah catatan terburuk karena ulah hati yang buta.

Lampu cafe kates masih menyala,

Mulut-mulut menikmati lesatnya roti bakar

Rasa strabery, coklat, nanas dan aneka rasa metropolitan yang lain

Diresital terlihat para alumni cineas smansa, alumni smansa, penonton dari sekolahan lain, pengangguran yang ingin mencari jodoh, muda-mudi nakal yang mencari kesempatan, anak-anak yang pernah ku kenal untuk mencari musuh agar berkesan macho, dan menikmati seluruh suasana resital dari malam ke malam. Dan suasana musik live dari ekskul musik menciptakan kehangatan di depan cafe kates. Memang hanya satu tahun sekali pelaksanaan resital ini ada, untuk menutup segala aktivitas akademik. Namun ini bukan acara hura-hura, melainkan sebuah rangkaian proses pembelajaran bidang seni budaya, disitu ada tugas yang harus diselesaikan untuk penilaian, baik pergelaran karya teater, penayangan sinema, pameran poster dan batik, serta pameran mading 3 dimensi. Ini sebuah proses yang panjang yang dikerjakan oleh peserta didik terutama kelas sepuluh dan sebelas di SMA Negeri 1 Sumenep. Disamping itu yang paling penting adalah mengajari siswa untuk belajar managemen produksi, melahirkan karya dan mampu diapresiasi oleh masyarakat atau penonton. Itulah harapan dariku untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan resital ini bisa bejalan dari tahun ke tahun, seperti halnya harapan dinas pendidikan kabupaten sumenep yang disampaikan saat sambutan pembukaan dan penutupan resital IV oleh Kepala Bidang Pendidikan Menengah Pendidikan, bapak Dirman.

Lampu cafe kates masih menyala,

Obrolan aku dengan pak Dayat Raharja dan sinse Udin mulai hangat,

Sehangat suasana cafe dari malam ke malam

Rencana dan harapan mengenai resital semakin mengemuka, dari keinginan kita membukukan dokumen-dokumen kegiatan resital pertama sampai resital IV harus terlaksana, mengundang pembicara-pembicara dari luar baik seniman, pengamat dan budayawan, pembenahan ruang pameran, ruang-ruang diskusi yang perlu dibuka, dan memang ivent resital di Smansa inilah yang sudah terakses melalui dunia maya. Aku hanya mampu berharap, seperti harapan kita semua....resital...teruslah berresital....

Lampu cafe kates mulai padam,

Resital pun usai....

Tinggalkan bisu

Kenangan yang terbungkam


***Agusteater....

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

 

TANAH KAPOR | Creative Commons Attribution- Noncommercial License | Dandy Dandilion Designed by Simply Fabulous Blogger Templates