Jumat, 16 Oktober 2009

MATERI SENI BUDAYA KELAS X


Bab 3
APRESIASI TEATER TRADISIONAL

Standar kompetensi

Mengapresiasi karya seni teater

Kompetensi Dasar

Mendiskripsikan perkembangan teater tradisional

Kegiatan Pembelajaran

Mendiskripsikan teater tradisional.
• Mendiskripsikan ciri-ciri teater tradisional
• Mendiskripsikan konsep teater tradisional
• Mengenal bentuk teater tradisional Jawa dan Bali

Tugas kelompok :

Membuat laporan tentang apresiasi pertunjukan teater tradisional Madura

A. PERKEMBANGAN TEATER TRADISIONAL
Teater tradisional adalah teater yang berkembang dikalangan rakyat, yaitu suatu bentuk seni yang berakar dan bersumber dari tradisi masyarakat lingkungannya. Teater ini dihasilkan oleh kreatifitas suatu suku bangsa dibeberapa wilayah di Indonesia sehingga teater radisonal lebih bersifat kedaerahan. Teater tradisional bertolak dari sastra lama, atau sastra lisan daerah yang berupa dongeng, hikayat, atau cerita-cerita daerah lainnya.


1. Sejarah Teater Tradisonal di Indonesia
Teater tradisional di Indonesia berawal dari kegiatan upacara tradisional dan upacara keagamaan. Pada saat pemujaan dimulai, masyarakat memerlukan kegiatan yang bersifat dukungan lahiriah pada upacara yang bersifat rohaniah. Upacara ini biasanya diadakan pada saat melahirkan, perkawinan, atau waktu kematian. Selain itu, upacara diadakan untuk kegiatan bercocok tanam, meminta kesuburan, meminta hujan, pengusiran hama dan penyakit, dan upacara panen padi.

Semua kegiatan tersebut biasanya didukung kegiatan berupa peristiwa teater, kejadian teater, dan perilaku teater dengan jaan mengadakan tari-tarian atau tetabuhan (musik). Oleh karena itu, teater tradisional di Indonesia tidak bisa lepas dari unsur tari dan musik. Gerak yang dilakukan di dalam peristiwa teater tersebut merupakan tari-tarian yang dipergunakan untuk keperluan upacara. Teater untuk keperluan upacara biasanya tidak ditemukan unsur cerita, alur cerita, atau unsur-unsur sastra lainnya, tidak ada penonton dan pelakunya adalah peserta upacara itu sendiri (Achmad, 1990 : 51-52).

Dalam perkembangan lebih lanjut, masyarakat memerlukan teater yang dapat dijadikan sebagai sarana hiburan. Maka lahirlah teater yang khusus diperlukan untuk keperluan hiburan masyarakat. Teater ini bukan untuk keperluan upacara sehingga gerakan-gerakan tari dan musik sudah diubah, disesuaikan dengan keperluan hiburan. Penataan busana, dekorasi dan unsur-unsur sastra lain serta alur cerita sudah ada dan dipersiapkan dengan baik. Maka, dari sinilah di daerah-daerah di wilayah Indonesia muncul teater-teater daerah yang disebut teater tradisional.

Menurut Kasim Ahmad dalam Waluyo (2001 :71-75), teater tradisional dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Teater Rakyat
Teater rakyat berkembang di tiap-tiap daerah. Hampir semua daerah di Indonesia memiliki teater rakyat. Teater rakyat disebut juga teater daerah. Cerita teater rakyat biasanya diambil dari kehidupan masyarakat di daerah setempat. Pengelolaan teater rakyat sangat sederhana sehingga sekarang banyak grup teater rakyat yang bangkrut.
b. Teater Klasik
Jika dibandingkan dengan teater rakyat, pengelolaan teater klasik lebih baik dan lebih mapan karena segala sesuatunya sudah diatur. Cerita diambil bukan dari cerita rakyat dan pelakunya sudah terlatih. Panggungnya tidak lagi menyatu dengan penonton, contohnya adalah wayang orang.

c. Teater Transisi
Teater ini sebenarnya bersumber dari teater daerah, tetapi cara penyajiannya sudah dipengaruhi gaya barat. Dekorasi, tata rias, dan tata busananya dipengaruhi gaya barat. Contoh teater transisi adalah Komedi Istambul dan sandiwara Dardanela.

2. Ciri-Ciri Teater Tradisional
Teater tradisional tiap-tiap daerah memiliki keunikan yang berbeda-beda. Namun, secara umum teater tradisional memiliki ciri-ciri yang bersifat sama (kecuali teater transisi), yaitu :

a. Tidak ada naskah
Teater tradisional biasanya tidak menggunakan naskah. Para pelaku hanya diberi garis besar ceritanya (Wos). Mereka berbicara secara spontan mengikuti pembicaraan pelaku lain. Oleh karena itu, pelaku dituntut bisa berimprovisasi. Jika tidak bisa, jalannya pertunjukan akan tersendat-sendat.

b. Persiapan dilakukan secara sederhana
Pada umumnya teater tradisional tidak memiliki perencanaan yang formal dan tidak ada penjadwalan secara rinci. Persiapan, latihan, dan persiapan dilaksanakan secara sederhana. Misalnya, persiapan dilakukan tanpa menggunakan naskah, pelaku hanya diberi garis besar ceritanya. Sutradara tidak membuat perencanaan latihan secara formal, latihan hanya dilakukan pada saat akan pentas. Pada saat pelaksanaan, persiapan peralatan pun dilakukan secara sederhana. Dekorasi, tata rias, tata busana, tata lampu, dan tata musik dipersiapkan secara sederhana juga.

c. Ceritanya monoton
Cerita teater tradisional biasanya monoton, tidak beragam dan tidak bervariasi seperti bervariasinya kehidupan manusia. Biasanya cerita diambil dari cerita rakyat daerah setempat, seperti dongeng, hikayat, atau cerita kepahlawanan (epos) daerah setempat. Ini berbeda dengan teater modern yang ceritanya lebih bervariasi. Teater modern bercerita tentang segala aspek kehidupan manusia, seperti keagamaan, ekonomi, kemasyarakatan dan budaya.

d. Menyatu dengan masyarakat
Teater tradisional bersifat fleksibel, artinya pertunjukan itu bisa dilaksanakan dimana saja, teater tradisional tidak memerlukan tempat khusus. Bahkan, bisa menyatu dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena teater tradisonal tidak memerlukan perlengkapan yang kompleks.


A. KONSEP TEATER TRADISIONAL
Konsep teater pada awalnya merupakan persiapaan yang berkenaan dengan tehnik penatalaksanaan pertunjukan yang dipentaskan. Teater lebih menyerupai sanggar, sehinggga pertunjukan tari, musik atau sirkus pun dikategorikan sebagai seni teater.

Pada perkembangannya, teater menjadi lebih kompleks. Seni teater adalah bentuk seni pertunjukan yang berhubungan dengan kisah kehidupan manusia, baik langsung atau tidak langsung berhadapan dengan penonton.

Seni teater di Indonesia dikelompokkan menjadi dua macam berdasarkan keberasalannya. Teater tradisional merupakan teater yang berasal dari kebudayaan Indonesia. Teater non tradisional merupakan teater yang bukan berasal dari kebudayaan Indonesia. Contoh beberapa teater tradisional Indonesia misalnya: wayang orang, ketoprak dan ludruk, lenong, lawak dan dagelan, dan wayang (kulit dan golek).


1. Wayang Orang
Wayang orang adalah bentuk kesenian tradisional yang multimedia karena seni lain dengan berbagai medianya juga menjadi bagian dari pertunjukan tersebut. Contohnya seni sastra (naskah/cerita), musik (gamelan/tembang), drama (akting dan dialog), tari (gerakan/tarian), serta rupa (property/busana/rias). Gamelan untuk pertunjukan ditabuh oleh nayaga dan tembang dinyanyikan oleh sinden. Lakon yang dibawakan sekitar kisah Mahabarata versi Jawa (Ringgit Purwa).


2. Ketoprak dan Ludruk
Ketoprak mirip dengan wayang orang. Bedanya adalah lakon yang dibawakan merupakan cerita rakyat dan kisah kepahlawanan. Unsur dagelan atau humor masih ada, namun gerakan / tariannya lebih sederhana dan waktu petunjukannya lebih singkat.

Ludruk berasal dari daerah Jawa Timur. Pertunjukan ini merupakan sejenis ketoprak yang semuanya pemainnya pria. Ludruk diawali dengan tarian yang ditarikan sambil bernyanyi dan disebut tari Ngremo.

3. Lenong
Sandiwara berdialek Betawi. Bersifat improvisatif, bergaya lucu dan lugu, dengan nyanyian dan tarian yang diiringi musik gambang kromong.

4. Lawak dan Dagelan
Lawak adalah drama yang lepas dari logika cerita, akting , dan adegan. Permainan lebih cenderung pada usaha membuat kelucuan. Dagelan adalah lawak versi Jawa.

5. Wayang Kulit dan Golek
Wayang kulit dan golek adalah duplikasi dari wayang orang yang dimainkan oleh seorang dalang menggunakan wayang dari bahan kulit atau kayu (wayang golek). Rupa dan perwujudan wayang buatan ini telah didistorsikan.
Wayang kulit bentuknya pipih atau dimensi, dan agak janggal jika dibandingkan dengan bentuk orang yang nyata. Badan wayang menghadap kita, membelakangi sejajar kelir / layar. Maksudnya agar bayangan lebih besar dan jelas. Kepala, tangan dan kaki dibuat menyamping sejajar kelir agar logis untuk adegan dialog dan tanding. Pakaian dan ornamennya dibuat dengan cara diukir dan dicat. Wayang ini ditancapkan pada batang pisang di depan kelir.

Wayang golek berbentuk 3 dimensi, terbuat dari kayu yang diukir dan dihias, dengan ditambahkan kain batik pada bagian bawah tubuh wayang. Penampilannya tidak menggunakan kelir. Kedua jenis wayang ini mempunyai tangan yang dapat bergerak-gerak.
Dalam memerankan seluruh karakter dan suara dari tokoh pewayangan yang biasanya digelar dalam bahasa Jawa (wayang kulit) atau Sunda (wayang golek). Waktu pertunjukannya semalam suntuk dengan diselingi goro-goro, yaitu lawakan dari tokoh punakawan (Semar, Petruk, Gareng, Bagong untuk wayang kulit atau cepot dan Dawala untuk wayang Golek).

C. TEATER DAERAH JAWA
Teater daerah Jawa mengalami banyak proses akulturasi dari teater Barat. Istiah pengetahuan ” akulturasi” mempunyai tingkatan-tingkatan prosesnya, yaitu cara asimilasi ialah cara apabila orang hendak membawa daerah-daerah Asia menjadi sama rupanya dengan daerah-daerah Eropah dalam tata kehidupan masyarakat, politik, dan kebudayaannya, ataupun menjadi cetakannya. Adaptasi maksudnya adalah cara orang hendak melaraskan kebudayaan barat sehingga unsur-unsur kebudayaan suatu negara Asia yang dianggap baik tetap terpelihara, sambil juga membawa unsur-unsur yang baik itu selaras dengan keadaan-keadaan baru sehingga mendapat kehidupan baru pula. Dari pendapat tersebut dapatlah dengan singkat dikatakan, bahwa asimilasi memandang dari sudut kebudayaan suatu negara Asia, mengutamakan kebudayaan sendiri.

1. Teater Ketoprak
Pada tahun-tahun 1925-1927 di daerah kota Yogyakarta bagian timur laut, Demangan, Balapan, Ngaglik, terdapat suatu jenis teater. Alat-alat musik pengiringnya terdiri atas lesung, gendhang, terbang, seruling. Aktingnya dengan menari joget disertai nyanyian tembang, serta dialog-dialog bahasa pergaulan Jawa sehari-hari. Lakon-lakonnya diambil dari cerita-cerita, dongeng-dongeng. Pentasnya di tempat terbuka atau dibawah
teratag. Teater rakyat ini lambat
laun dikenal dengan nama ketoprak.

Dalam peninjauan lebih lanjut terhadap faktor-faktor yang menentukan suatu pergelaran seni teater ide barat, yaitu faktor bahan cerita, aktor, pentas dan penonton, akan kelihatan nanti bahwa proses akulturasi itu dialami oleh teater ketoprak.

a. Faktor cerita
Mula-mula diambil cerita klasik, legenda, khayal, seperti ; cerita Panji, Joko Tarub, Piti Tumpo, kemudian meningkat kepada cerita-cerita Menak, Mesir, Kejawan, Cina (Sam Pek Ing Tai, Si Jin Kui dan sebagainya), akhirnya diketengahkan cerita sejarah, kepahlawanan, roman dan sebagainya.

b. Faktor Akting
Dengan menari, semula maju mundur, kemudian berubah menjadi joget daplang berirama 3 – 2 – 1, lenggang ukel bagi peran wanita, akhirnya tarian ditiadakan.

Dialognya bebas, improvisatoris, sederhana dan mudah diterima oleh penonton. Kemudian dikenal paramasastra, antawecana, dengan unsur-unsur filsafat Jawa.

Nyanyian tembang mula-mula Pucung, mijil tua. Setelah digunakan alat petik dan gesek Gandamastuti dan Megelangan. Dengan digunakan gamelan tembangnya berubah dan bertambah dengan arasmadya, wicaksara, Genjong-goling, Megomendung, Pisangbali, dan sebagainya yang pada umumnya bernada pelog bem, lepas dari irama karawitan yang kebanyakan tidak cocok atau tidak selaras dengan guru wilangan irama karawitan, tetapi dapat pula diselenggarakan menurut gaya khas irama ketoprak. Akhirnya mendapat pembinaan karawitan.

Peralatan musik pengiring mula-mula menggunakan lesung, gendang, terbang, suling kemudian digunakan gitar, biola, genderang, dan akhirnya saron, gamelan.

c. Faktor Pentas
Ruang perlakonan adalah tempat terbuka, kemudian peringgitan, yaitu bagian dalam rumah konstruksi Jawa, Pendopo dan akhirnya di atas panggung proscenium.

d. Faktor Penonton
Mula-mula rakyat jelata, kemudian mendapat sponsor dari kalangan ningrat sehingga golongan ini sudah mulai tertarik akan teater ketoprak. Akhirnya masyarakat luas turut menikmatinya.

2. Ciri-Ciri Ketoprak
Dari data-data tersebut di atas kita bisa mengambil kesimpulan adanya ciri-ciri khas ketoprak sebagai berikut :
a. Ketoprak menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar dalam dialog.
b. Cerita tidak terikat pada salah satu pakem. Tetapi ada tiga kategori pembagian jenis yaitu:
1. Cerita-cerita tradisonal seperti ; timun emas, Ande-ande Lumut, Buto Ijo, atau Roro Mendut Pronocitro;
2. Cerita-cerita babad , baik cerita lama sebelum maupun setelah Belanda masuk ke Indonesia;
3. Cerita-cerita masa kini seperti gagak Sala, Ngulandara, dan sebagainya.
c. Musik pengiringnya adalah gamelan Jawa, baik pelog maupun slendro.
d. Seluruh cerita dibagi-bagi dalam babak besar dan kecil, perkembangannya sangat urut dari A sampai Z. Tidak mengenal flashback dalam film.
e. Dalam cerita ketoprak selalu ada peranan dagelan yang mengikuti tokoh-tokoh protagonis maupun antagonis.

Sudah tentu kelima ciri ketoprak tersebut tidak dipertahankan untuk selamanya karena teater ini hidup. Ketoprak berubah dan berkembang sesuai dengan kondisi jamannya.

3. Kemajuan-Kemajuan Yang Sedang Dalam Proses
Kemajuan-kemajuan setiap bentuk seni senantiasa menimbulkan bahan pertentangan baru dalam ciri seni itu sendiri. Pada teater daerah kebanyakan berkisar pada isi yang maju dan bentuknya yang lama. Isi yang baru menuntut adanya bentuk yang baru pula. Ini berarti bahwa seni harus dapat pengembangan, melampui konvensi-konvensi lama, dan menciptaan konvensi-konvensi baru yang tepat untuk melukiskan ekspresi jiwa pencipta pada zamannnya. Tidak memecahkan pertetangan-pertentangan itu berarti menghambat kemajuan seni itu sendiri.

Teater ketoprak tidak luput pula mengalami proses pembaharuan. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam hal bentuk terutama mengenai :

a. Nyanyian Tembang
Sebagaimana biasanya, dialog diwujudkan dengan tembang dan bahasa berbicara. Tembang dibuat fungsional. Bukannya karena ketoprak maka seorang peranan itu menyanyi, tetapi ia menyanyi karena ia harus menyanyi. Misalnya karena sedih seseorang menyanyi, atau seorang jejaka membaca surat cinta dari kekasihnya, ia menyanyi, begitu seterusnya.

b. Bahasa
Bahasa sehari-hari yang biasa, yang sederhana, digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan rakyat biasa, penontonnya. Riset terhadap calon penonton sangat perlu sehingga teater bisa mengenai pengarahan sasarannya. Kecuali itu, ketoprak juga mempunyai lagu-lagu bahasa sendiri. Lagu bahasa melodius, merupakan rangkaian permainan lagu bahasa yang bernada tinggi dan rendah. Ini enak didengar, dan juga bisa membantu untuk memberikan kesan-kesan tertentu atas para penontonnya.

c. Musik Pengiring
Segala perbendaharaan karawitan yang ada bisa dipergunakan. Tadinya gendhing hanya berfungsi mengantarkan perubahan adegan yang satu ke adegan yang lainnya. misalnya awal adegan pisowanan diiringi dengan gamelan. Jika tiba-tiba datang seorang utusan dari negara entah berantah maka ia diiringi dengan gamelan, begitu seterusnya.
Akan tetapi, gendhing dan gamelan memperoleh fungsinya yang lebih luas. Ia tidak hanya sekadar mengiringi perubahan suatu adegan saja tetapi juga mengiringi adegan itu sendiri.

d. Tarian
Pada ketoprak gaya lama terdapat tarian yang bentuknya sederhana, dengan tujuan sekadar mengantarkan orang yang sedang berjalan. Untuk ksatria diambil dari gerak tari kambeng, untuk tokoh-tokoh kasar dengan gerak tari bapang.

e. Dagelan
Kedudukan pelawak dalam ketoprak sangat bebas. Dengan cara pelampiasan lawakan di tengah-tengah lakon , adegan, seorang pelawak bisa saja menembakkan kritik ke arah berbagai sasaran yang terdapat di dalam masyarakat.

f. Monolog
Seorang peranan yang hendak menyatakan suatu perasaan yang kompleks tidak perlu melakukan berbagai gesture, business dan mimik tertentu , tetapi cukup dengan mewujudkannya pada suatu rangkaian monolog. Monolog dalam ketoprak ini dikenal dengan apa yang disebut ngudarasa.

g. Akrobatik
Teater ketoprak telah mempunyai konvensi dibidang akrobatik. Adegan-adegan perkelahian, pertempuran dilakukan dengan bersenjatakan ”toyak”, sepotong galah.

h. Akting
Ketoprak lama, hampir-hampir tidak memerlukan akting. Paling-paling bergaya patetis. Tetapi dengan munculnya tema-tema cerita masa kini, akting yang wajar tampak berkembang sesuai dengan standar akting teater barat.

D. TEATER DAERAH BALI
Kehidupan kesenian di daearah Bali sudah menjadi milik rakyatnya. Ekspresi kehidupan seni merata diantara rakyat, sudah mendapat tempat, menjadi darah dagingnya.
Agama Hindu Dharma merupakan sinkretisme dari agama Hindu Jawa dengan unsur-unsur kepercayaan Bali Kuno. Sedangkan agama Hindu Jawa itu sendiri adalah sinkretisme dari agama Budha.
Rakyat Bali beranggapan bahwa zaman dulu dunia ini penuh dengan bahaya yang bisa mengancam ketentraman hidup masyarakat. Anggapan ini merupakan kepercayaan yang mendarah daging dalam kehidupan rakyat di Bali. Untuk mengelakkan bahaya tersebut diperlukan doa-doa, mantra-mantra keagamaan, sesaji, serta upacara-upacara ritual lainnya. Semua ini diadakan secara periodik pada momen-momen tertentu.
1. Unsur Religi dan Tari
Diantara upacara tersebut ada yang harus disertai dengan tarian-tarian. Bahkan ada jenis tarian yang khusus berkedudukan sebagai penolak bahaya yang mengancam atau penolak wabah penyakit, seperti tari Sanghyang.

Teater dalam bentuknya yang pertama secara serempak memuat unsur tari, musik dan lain-lainnya yang masih murni dan sederhana, demikian pula wujud teater daerah Bali.

Hapir semua tarian Bali bersifat religius karena sebenarnya tari-tarian yang bersifat sekular pun mempunya sangkut paut dengan kehidupan keagamaan. Jika ada seseorang dalam keadaan tidak saadar (intrance), mereka percaya bahwa ia kemasukan dewa, bidadari atau buta kala.

Jelaslah bahwa trance merupakan bagian yang penting dalam teater Bali karena dengan jalan itu mereka menghubungkan diri dengan dewa-dewa sehingga memperoleh ketentraman dan perlindungan. Drama tidaklah berkembang sebagai suatu konflik antar feeling, tetapi sebagai konflik dari suasana-suasana spiritual. Tema tidaklah datang dengan sendirinya, tetapi datang dari dewa-dewa, suatu kehadiran dari suatu unsur interkoneksi antara nature dan alam spiritual yang terpelihara.

Tata pakaian aktor yang membungkus tubuhnya membuat ia tidak lagi kelihatan sebagai bentuknya sendiri. Hiasan kepala yang fantastis, jubah-jubah yang gemetris, yang memindahkan pusat dari figur manusia, membuat sang aktor seperti hieroglif yang berjiwa. Disinilah teater pada dasarnya adalah representasi dari non-human spirit yang bukan milik mereka sendiri.

Teater Bali terdiri atas tari, nyanyi, musik, pantomime, dan sedikit unsur-unsur tetater Barat.

2. Unsur Teater Murni
Teater religius Bali membangkitkan suatu kesadaran tentang adanya bahasa teatrikal yang tidak berupa bahasa percakapan yang verbal. Bahasa itu merupakan seluruh kumpulan gesture ritual yang di dalamnya kita tidak memiliki kuncinya. Segala itu dilakasanakan dengan ekstrim berdasarkan indikasi musikal yang tepat, bahkan lebih daripada sekadar musik, ia cenderung ke arah pemikiran suatu sistem yang tak dapat dipecahkan.
Pada teater ini segala kreasi datang dari atas pentas dan menemukan ekspresi serta asalnya dalam impuls psikis yang tersembunyi, yang menyapa sebelum kata-kata. Dengan gesture-gesture ini ia mengangkat penonton ke alam metafisika. Apa yang disusunnya di dalam gerak adalah yang dimanifestasikan, merupakan perwujudan fisikal dimana spirit tidak pernah melepaskan dirinya.

Ruang permainan digunakan dalam semua dimensinya, dalam semua arah yang dimungkinkan. Di samping itu, ekspresi teater mempunyai sense mendalam dalam keindahan plastis karena gerakan-gerakan ini selalu mempunyai tujuan akhir yang berupa penerangan terhadap masalah spiritual. Pada teater Bali terasa adanya suatu suasana yang jauh lebih tua dari pada kata-kata. Mereka bisa memilih milik mereka yang berupa musik, gesture, gerak dan kata-kata.

E. APRESIASI TERHADAP UNSUR ESTETIS PERTUNJUKAN TEATER TRADISIONAL
Unsur estetis sebuah pertunjukan teater merupakan keindahan yang bermanfaat, yaitu keindahan moral, keindahan susila, keindahan akal dan keindahan alami. Untuk dapat menemukan unsur–unsur estetis pertunjukan teater tradisional di suatu daerah perlu mengadakan pengamatan terhadap pertunjukan-pertunjukan teater tradisional tersebut. Estetis suatu teater tradisional dapat dilihat atau ditemukan pada bentuk penyajiannya, irama musiknya, gerak fisiknya (misalnya ketentuan tubuh dalam acting), cara penyajiannya, dan setting atau latarnya. Masih ada hal-hal lain yang menjadi unsur estetis pertunjukan teater.

Apresiasi terhadap teater daerah yang bersifat tradisional dapat dimulai dengan menemukan keunikan teater setiap daerah dan latar atau setting teater daerah tersebut.

1. Keunikan dan Latar atau Setting Teater Tradisional
a. Keunikan karya Seni Teater Tradisi
Teater daerah atau tradisional merupakan karya seni yang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan teater daerah setempat dapat dilihat :
1). Bentuk penyajiannya
2). Cara penyajiannya
3). Gerak fisiknya
4). Latar serta settingnya
5). Irama musiknya.
Selain kelima hal tersebut di atas, masih ada hal-hal lain yang menjadikan keunikan teater daerah setempat, tergantung jenis teater daerah itu sendiri. Oleh karena itu, dalam sebuah apresiasi perlu adanya pengamatan secara seksama terhadap pertunjukan-pertunjukan teater daerah setempat sehingga dapat menunjukkan keunikan-keunikan dengan baik dan tepat.

b. Latar dan Setting Teater Tradisional
Latar merupakan penggambaran suasana pertunjukan teater atau pementasan drama. Latar ini mencakup dekorasi dan tata lampu (lighting), tata rias, dan musik atau iringan. Latar ini dapat memberikan penjelasan pada penonton tentang suasana yang ada dalam suatu adegan yang sedang berlangsung.

Setting merupakan tempat pertunjukan teater berlangsung, dalam hal ini panggung atau pentas. Setting atau tempat juga merupakan salah satu unsur pokok dalam teater atau drama. Tanpa ada tempat, suatu drama tidak mungkin terjadi. Walaupun ada, itu hanyalah drama bacaan. Setting itu bisa hanya berupa ruang yang terbuka yang sederhana sekali bentuknya, seperti yang ada pada teater-teater daerah, sampai gedung-gedung teater yang megah dan indah. Akan tetapi bagaimana bentuknya tempat harus ada bagi para pemain yang mempertunjukkan permainannya yang disebut panggung atau pentas, dan tempat bagi penonton yang menyaksikan pertunjukan itu disebut auditorium.

Susunan latar dan setting teater daerah, dalam hal ini teater tradisional, masih sederhana bentuknya. Latar dan setting daerah disamping bentuknya tetap, juga ada yang mengalami perubahan dan perkembangan. Misalnya ketoprak, suatu teater daerah Jawa yang pada awal mula mengambil tempat yang luas, seperti di lapangan dengan posisi melingkar. Penonton menikmatinya dengan duduk jongkok, atau berdiri mengelilinginya. Ketoprak seperti ini dinamakan ketoprak Ongkek. Iringan tarian sebagai latar dari teater ongkek ini menunjukkan kesederhanaannya. Terutama tari, masih menggunakan tari yang sederhana, sekedar mengikuti irama gamelan saja. Seiring dengan perkembangan ketoprak, latar dan setting juga mengalami perkembangan dan perubahan. Tempat tidak lagi menggunakan lapangan, tetapi sudah menggunakan gedung pertunjukan, yang didalamnya terdapat panggung, tempat pemain dan dilengkapi dengan dekorasi dan layar yang berfungsi sebagai pendukung suasana pertunjukan. Dari adegan satu ke adegan lain ada pergantian layar yang sesuai dengan adegan yang sedang berlangsung. Di dalam gedung itu juga terdapat auditorium sebagai tempat penonton.

Evaluasi Bab 3
Pilihlah satu jawaban yang anda anggap paling benar !


1. Teater yang berkembang dikalangan rakyat dan yang bersumber dari tradisi masyarakat lingkungannya
a. Teater Modern d. Teater Tradisi
b. Teater Kontemporer e. Teater Klasik
c. Semuanya benar

2. Menurut Kasim Ahmad teater tradisonal dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Rakyat b. Klasik
c. Transisi d. jawaban a, b, c benar
e. jawaban a, b, c, salah

3. Pertunjukan teater tradisional bisa dilaksanakan dimana saja, teater tradisional tidak memerlukan tempat khusus. Bahkan, bisa menyatu dengan masyarakat, dengan demikian teater tradisional bersifat :
a. Seadanya d. Miskin
b. Fleksible e. Tidak menarik
c. Temporer

4. Contoh beberapa teater tradisional Indonesia adalah, kecuali :misalnya: a. Wayang orang
b. Ketoprak
c. Ludruk
d. Lenong
e. Operet

5. Teater tradisional asli betawi adalah :
a. Wayang orang
b. Ketoprak
c. Ludruk
d. Lenong
e. Topeng

6. Pada tahun berapa Ketoprak di daerah kota Yogyakarta itu lahir ?
a. 1926 b. 1927 c. 1928 d. 1924 e. 1925

7. Wayang berbentuk 3 dimensi, terbuat dari kayu yang diukir dan dihias, dengan ditambahkan kain batik pada bagian bawah tubuh wayang, adalah bentuk wayang :
a. Wayang Kulit d. Wayang wong
b. Wayang Rumput e. Wayang beber
c. Wayang Golek

8. Monolog dalam ketoprak dikenal dengan apa yang disebut :
a. Ngudarasa d. Madurasa
b. Nembang e. Suramadu
c. Dagelan

9. Pada Ketoprak adegan seorang pelawak mengkritik ke arah berbagai sasaran yang terdapat di dalam masyarakat, hal ini terdapat pada adegan:
a. Goro-goro d. Pembuka
b. Penutup e. Dagelan
c. Klimaks

10. Ciri-ciri dialog pada pementasan Ketoprak, yaitu kecuali :
a. Sederhana
b. Mudah diterima oleh penonton
c. Dipantunkan
d. Dialognya bebas
e. Improvisatoris

11. unsur yang merupakan bagian yang penting dalam teater Bali karena dengan jalan itu mereka menghubungkan diri dengan dewa-dewa sehingga memperoleh ketentraman dan perlindungan disebut :
a. Tarian d. Dupa
b. Trance e. Kembang
c. Akrobatik

12. Tata pakaian aktor yang membungkus tubuhnya membuat ia tidak lagi kelihatan sebagai bentuknya sendiri. Hiasan kepala yang fantastis, jubah-jubah yang gemetris, yang memindahkan pusat dari figur manusia, membuat sang aktor seperti hieroglif yang berjiwa, inilah adalah ciri khas dari teater :
a. Bali d. Cirebon
b. Jawa e. Sumatera
c. Sunda

13. Gamelan adalah seperangkat musik untuk pertunjukan, kecuali:
a. Ketoprak d. Ludruk
b. Wayang e. Lenong
c. Randai

14. Tari Sanghyang di Bali dipergunakan untuk :
a. Penolak bala c. Pernikahan e. Pertanian
b. Hiburan d. Pariwisata

15. Teater Bali terdiri atas kecuali :
a. Tari
b. Nyanyi
c. Musik
d. Pantomim
e. Semuanya benar

16. Unsur estetis sebuah pertunjukan teater merupakan keindahan yang bermanfaat, yaitu :
a. Keindahan moral
b. Keindahan susila
c. Keindahan akal
d. Keindahan alami
e. Semuanya benar.

17. Nilai estetis suatu teater tradisional dapat dilihat atau ditemukan pada : a. Bentuk penyajiannya
b. Irama musiknya
c. Gerak fisiknya
d. Penyajiannya dan setting
e. Semuanya benar

18. Pada pertunjukan Ketoprak seorang peranan yang hendak menyatakan suatu perasaan yang kompleks tidak perlu melakukan berbagai gesture, business dan mimik tertentu tetapi dengan:
a. Monolog d. Dialog
b. Akting e. Nembang
c. Menari

19. Sandiwara berdialek Betawi yang bersifat improvisatif, bergaya lucu dan lugu, dengan nyanyian dan tarian yang diiringi musik Gambang Kromong adalah :
a. Lenong d. Ludruk
b. Topeng e. Ketoprak
c. Srimulat

20. Pada Pertunjukan ketoprak biasanya gerak tari untuk ksatria diambil dari gerak :
a. Tari Pendet . c.Tari Janger e. Tari bapang
b. Tari Alusan . d.Tari kambeng


SOAL URAIAN

1. Seni teater di Indonesia dikelompokkan menjadi dua macam berdasarkan keberasalannya, yaitu ?

2. Apa yang dimaksud dengan teater tradisional ?

3. Apa saja ciri-ciri teater tradisional ?

4. Teater daerah atau tradisional merupakan karya seni yang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan teater daerah setempat diantaranya adalah ?

5. Unsur estetis sebuah pertunjukan teater merupakan keindahan yang bermanfaat, yaitu ?


BAB 4
UNSUR-UNSUR TEATER

Standar kompetensi

Mengapresiasi karya seni teater

Kompetensi Dasar

Menunjukkan sikap apresiatif terhadap unsur estetis

Kegiatan Pembelajaran

Mengelompokkan periodesasi perkembangan teater daerah Madura.

• Membedakan ciri-ciri periodesasi perkembangan teater Madura.

• Menjelaskan ciri-ciri khas periodesasi perkembangan teater Madura

Tugas Individu

Mengidentifikasi ciri-ciri teater tradisional Madura

Tugas Kelompok

Membuat laporan perkembangan periodesasi salah satu bentuk teater tradisional Madura


A. UNSUR DALAM TEATER

Kesatuan tempat, waktu dan laku yang pernah menjadi unsur penting dalam teater sudah ditinggalkan. Drama sebagai penyuguhan kembali kehidupan nyata, juga sudah tidak terlalu tepat lagi. Itu mungkin hanya berlaku bagi drama realis. Kini drama sudah beragam corak dan alirannya.

Kalau ditelusuri drama sebagai sandiwara, maka unsur yang harus tetap ada adalah cerita. Di dalam cerita ada alur yang dapat runtun dapat juga acak. Tetapi keduanya tetap mengandung ”rahasia” atau plot. Selain cerita (naskah lakon) juga sutradara (pengarah laku), pemain (aktor) dan penonton.

1. Naskah
Pementasan susul menyusul hinga terasa kurang repertoar asli, naskah yang telah ada banyak yang tidak sesuai dengan zaman. Naskah yang telah ada ditambah repertoar asing bersama-sama mengalami proses salinan dan saduran. Sayang, sering pengarang/penyadur/penulis dilupakan.
2. Pemain
Banyak pementasan menemui kegagalan. Banyak sebabnya, yang terpenting : kurang mengerti tentang pengetahuan elementer drama pada pemain dan pemimpin. Mula-mula giat berlatih, kemudian malas, hanya ingin jual tampang di atas pentas, cepat-cepat naik pentas, diburu waktu, usia sangat muda dan lain-lainnya.

3. Tempat (stage)
Di Indonesia kini sudah bermunculan gedung-gedung pertunjukan yang disesuaikan dengan standar universitas, baik stage, auditorium, maupun arsitektur teater itu sendiri. Dalam kenyataan, pelaksanaan teater dengan standart barat dan teater dengan standart timur. Disini peranan tempat teater daerah, seperti pendopo dan sebagainya, menentukan watak pertunjukannya itu sendiri yang bersifat tradisional.

4. Penonton (audience)
Masyarakat cukup mempunyai minat, terbukti dari timbulnya perkumpulan-perkumpulan drama.
a. Selera seseorang menentukan hiburannya.
b. Selera seseorang bergantung pada usia, pendidikan, lingkungan, kedudukan, padangan hidup, dan lain-lainnya.
c. Salah satu daya penarik ialah popularitas.
d. Popuplaritas disebabkan oleh pementasan yang baik dan susul menyusul.
e. Penonton tidak boleh dkecewakan.

Bila keempat syarat di atas dipenuhi, maka kelangsungan kehidupan drama boleh diharapkan terjamin. Bagaimana memenuhi syarat-syarat tersebut, itulah persoalan kita besama untuk dipecahan.

B. BENTUK TEATER

Fungsi sebagai hasil seni dalam kehidupan seseorang jelas pertumbuhannya, terutama seni pertunjukan erat sekali hubungannya dengan emansipasi manusia itu sendiri. Masalah dan pola pemikiran baru menghendaki bentuk seni atau cara pengutaraan seni yang baru pula. Ia muncul bersamaan dengan pergeseran nilai-nilai kehidupan. Pertumbuhan seni pertunjukan modern ini didahului oleh pergeseran dibidang kemasyarakatan. Ia tumbuh bersama tumbuhnya suatu golongan baru dalam masyarakat Indonesia, yaitu golongan orang-orang yang hidup di kota-kota.

Di Indonesia terdapat bentuk teater seperti :
1. Yang lahir di dalam lingkungan kehidupan desa. Kegiatannya terkait erat oleh persoalan kehidupan sehari-hari dalam desa, yaitu adat atau agama, contohnya : terdapat pada kehidupan teater di Bali.

2. Yang lahir di Keraton. Pertunjukan dilakukan pada upacara-upacara tertentu, sedangkan para pelakunya adalah para anggota keluarga bangsawan. Pertunjukan dilaksanakan hanya untuk lingkungan terbatas. Tingkat artistik yang dicapai bisa tinggi sekali. Cerita pada umumnya berkisar pada kehidupan kaum bangsawan yang dekat pada dewa-dewa dan sebagainya. Dunia kenyataan di luar keraton tidaklah menjadi persoalan.

3. Yang tumbuh dikota-kota. Kadang-kadang masih membawa bentuk-bentuk yang di desa atau di keraton. Ia lahir dari kebutuhan yang timbul dengan tumbuhnya kelompok-keompok baru di dalam masyarakat dan sebagai produk dari kebutuhan baru, sebagai fenomena modern dalam seni pertunjukan di Indonesia.

4. Yang diberi predikat modern atau kontemporer. Ia menampilkan peranan manusia bukan sebagai tipe, melainkan sebagai individu dalam dirinya terkandung potensi yang besar untuk tumbuh, sehingga pada saat ini, ia merupakan teater golongan minoritas. Ia adalah hasil pencarian yang dilakukan oleh manusia Indonesia secara terus menerus.

C. BENTUK-BENTUK SAJIAN TEATER
Beberapa bentuk sajian teater diantaranya adalah :

1. Teater Naskah
Teater naskah merupakan pertunjukan teater yang berdasar pada naskah lakon. Pada bentuk teater ini, naskah merupakan bahan dasar ekspresi. Semua konsep dibuat berdasarkan lakon sehingga pertunjukan yang ditampilkan merupakan perwujudan utuh dari lakon (cerita) tersebut. Seperti telah disebutkan di atas, lakon dapat dibedakan menurut jenisnya yaitu : drama, melo drama, tragedi, komedi, dan satir. Namun dalam perkembangan teater modern naskah lakon dapat dijeniskan sebagai : drama-satir, drama-tragedi, tragedi-komedi, dan lain sebagainya. Pertunjukan teater yang berdasar naskah inilah yang kemudian (terutama di Indonesia) disebut sebagai pertunjukan drama.

2. Teater improvisasi
Dalam teater ini, bahan dasar ekspresi adalah kerangka cerita. Sutradara menuangkan cerita secara lisan kepada para pemain, kemudian pemain mengembangkan dan mengekspresikan cerita tersebut secara improvisasi. Dialog diciptakan secara spontan pada saat itu juga.


3. Teater gerak
Teater gerak adalah teater yang menampilkan ekspresi cerita melalui gerak. Pada awalnya penggunaan suara atau dialog tidak diperbolehkan tetapi pada perkembangannya suara dan dialog sering ditampilkan untuk memberi penegasan makna ekspresi tetapi dibatasi.

4. Teater Boneka
Bentuk ekspresi seni teater yang menggunakan boneka sebagai media penyampai cerita kepada penonton.

5. Teater Musik
Teater musik sering disebut sandiwara musikal yang menampilkan cerita melalui ekspresi musikal. Untuk mendukung tujuan tersebut biasanya gerak atau tarian ditampilkan dan para pemain melakukan dialognya dalam lagu.

6. Teaterikalisasi Puisi
Sajian seni teater yang berbasiskan puisi. Bahan dasar ekspresi adalah puisi yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi struktur cerita dalam teater.

7. Teater Audio
Teater audio adalah sajian teater yang ditampilkan secara auditif. Bentuk-bentuk dari teater ini adalah sandiwara radio, dan atau sandiwara (cerita) yang dikemas dalam pita kaset / CD.


8. Mendongeng
Mendongeng (Story Telling) merupakan bentuk teater yang paling tua. Jauh sebelum bentuk sajian teater tampil dengan berbagai media, mendongeng merupakan karya seni yang sangat menarik.

D. SEJARAH TEATER MODERN
1. Zaman Yunani dan Romawi
Asal mula drama ialah kultus Dionysos, dewa domba atau lembu. Drama didahului oleh kurban domba atau lembu kepada dewa Dionysos. Dalam upacara penghormatan itu dilagukan nyayian domba yang dinamakan tragedi. Dalam perkembangannya, Dionysos digambarkan sebagai manusia dan dipuja sebagai dewa anggur dan kesuburan. Tragedi mendapat arti yang lain, yaitu drama yang melukiskan perjuangan manusia melawan nasib.

Komedi dalam zaman Yunani Purba berupa karikatur terhadap duka cerita dengan maksud berolok-olok terhadap penderitaan, kebodohan dan sebagainya.

Tragedi Yunani Klasik terdiri atas :
a. Prologus : bagian yang diucapkan sebelum pertunjukan dimulai.
b. Parodus : lagu yang mengiringi pawai, dinyanyikan oleh paduan suara yang hadir dipentas sampai pertunjukan selesai.
c. Episodia : mengemukakan adegan-adegan, dialog-dialog si pemain yang muncul di pentas.
d. Stasima : bagian-bagian atau kelompok nyanyian paduan suara.
e. Exodus : bagian terakhir waktu kelompok penyanyi pergi.
Tokoh-tokoh teater Zaman Yunani;
Tragedi :
Aeschylos (525 – 456 sebelum Masehi)
Sophocles (405 – 406 sebelum Masehi)
Euripides (480 – 406 sebelum Masehi)
Komedi :
Aristophanes (445 – 388 sebelum Masehi)
Menander (343 – 291 sebelum Masehi)

Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula bersifat religius, kemudian bersifat show-business. Dalam staging orang Romawi lebih memperhatikan kebesaran.

2. Zaman Pertengahan
Dalam zaman ini pengaruh geraja Katolik atas drama sangat besar. Dalam pementasan ada nyanyian-nyanyian yang dilakukan oleh padri dan paduan suara bergnti-ganti. Kemudian timbul pergelaran yang disebut passio.

Ciri-ciri khas :
a. Staging atau pentas kereta
b. Keserdehanaan dekor yang simbolis dan impresionisme.
c. Pementasan simultan, bersifat sinkronis belaka.

3. Commedia dell’ Arte Italia
Commedia dell’ Arte muncul di Italia, bersumber pada banyolan Romawi. Dengan bercirikan improvisatoris dan tanpa naskah. Cerita berdasar pada dongeng dan fantasi, dan tidak berusaha mendekati kenyataan. Gaya actingnya pantomime dan urutan adegan tidak diperhatikan.

4. Zaman Elizabethan
Di Inggris pada waktu pemerintahan Ratu Elizabeth I (1558-1603), drama sangat berkembang. Baginda sendiri membangun teater-teater dengan gaya istimewa. Drama-drama Elizabethan dirajai oleh Shakespeare (1564-1616).
Ciri-ciri :
a. Naskah puitis
b. Agak bebas dalam penyusunan naskah, tidak menuruti hukum-hukum yang pernah ada.
c. Laku simultan (berganda, rangkap)
d. Campuran antara yang serius dan humor.

Tokoh-tokohnya :
W. Shakespeare Thomas Heywood
Ben Johnson Beaumont
Christopher Fletcher
Thomas Kyd John Ford

5. Aliran Klasik
Beberapa orang di Perancis menentang aliran Elizabethan. Mereka membentuk aliran baru dengan nama aliran klasik (karena mengarah pada duka cerita Yunani – Romawi)

Ciri-ciri :
a. Materi berdasarkan motif Yunani/Romawi, baik cerita klasik maupun sejarah.
b. Ditulis dalam bentuk sajak berirama
c. Akting bergaya deklamasi
d. Laku statis, monolog sangat panjang akibatnya laku dramatis terhambat.
e. Tunduk kepada Trilogi Aristoteles.

Tokoh-tokohnya :
Pierre Corneille
Jean Racine
Joost van de Vondel (Belanda).

6. Aliran Romantik
Berkembang pada akhir abad ke-18. sukar untuk memberi pejelasan secara umum; yang jelas: drama romantik bertentangan dengan klasik, tidak mematuhi hukum drama yang tetap.

Ciri-ciri :
a. Kebebasan bentuk
b. Isi yang fantastis, sering tidak logis
c. Materinya bunuh membunuh, teriakan-teriakan dalam gelap, korban pembunuhan yang hidup kembali, tokoh-tokohnya sentimental.
d. Mementingkan keindahan bahasa
e. Dalam penyutradaraan segi visual ditonjolkan
f. Actingnya bernafsu, bombastis, mimik yang berlebihan.

Tokoh-tokohnya :
Victor Hugo
Alfred de Musset (1810-1857)
Heinrich von Kleist
Christian Diettriech Grabbe.

7. Aliran Realisme
Aliran realisme ada dua macam : realisme sosial dan realisme psikologi. Realisme pada umumnya adalah aliran seni yang berusaha mencapai ilusi atas penggambaran kenyataan. Tentu saja penggambaran kenyataan secara pasti dalam hasil seni tidak mungkin. Pengarang drama harus menggambarkan kejadian yang sebenarnya terjadi bertahun-tahun dalam beberapa jam saja; dia harus berfantasi dan memilih isi-isi pokok dan kejadian-kejadian penting. Melalui karyanya, seorang realis mencoba mencapai ilusi sebanar-benarnya. Drama realistis bertujuan tidak untuk menghibur melulu, tetapi mengembangkan problem dari suatu masa. Problem atau masalah ini bisa berasal dari luar (sosial) atau dari dalam manusia sendiri, yaitu dari kesulitan-kesulitan yang timbul oleh kontradiksi-kontradiksi yang dialami oleh manusia (soal psikologis).

a. Realisme sosial
Biasanya problem sosial dan psikologis saling mempengaruhi, jarang bisa dipisahkan. Tetapi, dalam drama realistis masalah sosial dapat dipisahkan dari masalah psikologis.

Ciri-ciri :
1. Peran-peran utama biasanya rakyat jelata ; petani, buruh dan sebaganya.
1. Aktingnya wajar seperti yang dilihat dalam hidup sehari-hari, tidak patetis.

Tokoh-tokohnya : Hendrik Ibsen (Norwegia), Charles Bernard Shaw (Inggris).

b. Realisme Psikologis
ciri-ciri :
1. Permainan ditekankan pada peristiwa-peristiwa intern/unsur-unsur kejiwaan.
2. Secara teknis segala perhatian diarahkan pada ating yang wajar, intonasi yang tepat.
2. Suasana digambarkan dengan perlambang (simbol).

Tokoh-tokohnya : August Strindberg (Swedia) dan Euene O’ Neill (Amerika).

8. Aliran Ekspresionisme
Eksprsionisme ialah ”seni menyatakan”. Eksprsionisme dalam drama baru lahir dalam masa sesudah Perang Dunia I. Ia banyak mendapat pengaruh dari realisme, bersifat agak ekstrem, memetaskan khaos dan kekosongan, hanya sedikit naskah yang ada.

Ciri-ciri :
a. pergantian adegan cepat
b. penggunaan pentas yang ekstrem
c. fragmen-fragmen yang filmis (meniru gaya dan cara film).


Tokoh-tokohnya :
Erwin Piscator Tairoff
Mark Reinhardt Thorton Wilder
Miyerhold Bertol Brecht

9. Drama zaman kini
Tidak mempunyai ciri khas dalam gaya penyutradaraan. Terdapat empat aliran besar yang dipengaruhi oleh gaya atau aliran yang dahulu :
a. Eksprsionisme : Thorton Wilder, Arthur Miller
b. Realisme : Jean Anouil
c. Puitis Romantik : Christopher Fry, Max Frisch, Garcia Lorca.
d. Absurd : Samuel Beckett, Eugene Ionesco


Evaluasi Bab 4
Pilihlah satu jawaban yang anda anggap paling benar !


1. Unsur-unsur di dalam teater diantaranya, kecuali :
a. Naskah d. Penonton
b. Pemain e. Kostum
c. Tempat

2. Di Indonesia terdapat bentuk teater seperti yang lahir di :
a. Pedesaan b. Keraton
c. Kontemporer d. Kota e. Semua benar

3. Kegiatannya terkait erat oleh persoalan kehidupan sehari-hari dalam desa, yaitu adat atau agama adalah ciri khas teater yang tumbuh di :
a. Pedesaan b. Keraton
c. Kontemporer d. Kota e. Semua salah

4. Sutradara menuangkan cerita secara lisan kepada para pemain, kemudian pemain mengembangkan dan mengekspresikan cerita tersebut adalah ciri khas teater
a. Naskah b. Boneka e. Improvisasi
c. Gerak d. Musik

5. Teater yang menampilkan ekspresi cerita melalui gerak merupakan ciri khas teater
a. Naskah b. Boneka e. Improvisasi
c. Gerak d. Musik

6. Sajian teater yang ditampilkan secara auditif merupakan ciri khas teater :
a. Naskah b. Boneka e. Improvisasi
c. Gerak d. Audio

7. Sajian seni teater yang berbasiskan puisi yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi struktur cerita dalam teater merupakan ciri khas teater :
a. Naskah b. Boneka e. Improvisasi
c. Gerak d. Teaterikalisasi puisi

8. Bagian yang diucapkan sebelum pertunjukan dimulai disebut :
a. Prologus c. Stasima
b. Parodus d. Exodus
e. Episodia

9. Lagu yang mengiringi pawai, dinyanyikan oleh paduan suara yang hadir dipentas sampai pertunjukan selesai disebut :
a. Prologus c. Stasima
b. Parodus d. Exodus
e. Episodia


10. Mengemukakan adegan-adegan, dialog-dialog si pemain yang muncul di pentas disebut :
a. Prologus c. Stasima
b. Parodus d. Exodus
e. Episodia

11. bagian-bagian atau kelompok nyanyian paduan suara disebut :
a. Prologus c. Stasima
b. Parodus d. Exodus
e. Episodia

12. bagian terakhir waktu kelompok penyanyi pergi disebut :
a. Prologus c. Stasima
b. Parodus d. Exodus
e. Episodia

13. Aliran teater bersumber pada banyolan Romawi. Dengan bercirikan improvisatoris dan tanpa naskah. Cerita berdasar pada dongeng dan fantasi, dan tidak berusaha mendekati kenyataan. Gaya actingnya pantomime dan urutan adegan tidak diperhatikan adalah ciri khas aliran teater :
a. Zaman pertengahan
b. Commedia dell’ Arte Italia
c. Elizabethan
d. Klasik
e. Romantik

14. Tokoh-tokoh teater pada zaman Elizabethan diantaranya adalah, kecuali:
a. W. Shakespeare c. Thomas Heywood e. Samuel Becket
b. Ben Johnson d. Beaumont

15. Beberapa orang di Perancis menentang aliran Elizabethan. Mereka membentuk aliran baru dengan nama :
a. Zaman pertengahan
b. Realis
c. Elizabethan
d. Klasik
e. Romantik



16. Ciri-ciri teater aliran romantik adalah, kecuali :
a. Kebebasan bentuk
b. Isi yang fantastis, sering tidak logis
c. Penuh dengan banyolan
d. Mementingkan keindahan bahasa
e. Dalam penyutradaraan segi visual ditonjolkan

17. Tokoh-tokohnya teater aliran Romantik dianataranya, kecuali :
a. Victor Hugo b. W. Shakespeare
c. Heinrich von Kleist d. Christian Diettriech Grabbe
e. Alfred de Musset

18. Aliran seni yang berusaha mencapai ilusi atas penggambaran kenyataan disebut aliran :
a. Sosial b. Realisme
c. KLasik d. Romatik e. Elizabeth

19. Tokoh-tokohnya teater aliran ekspresionisme diantaranya adalah, kecuali:
a. Erwin Piscator c. Tairoff e. Victor Hugo
b. Miyerhold d. Bertol Brecht

20. Aliran drama masa kini tidak mempunyai ciri khas dalam gaya penyutradaraan tetapi terdapat empat aliran besar yang dipengaruhi oleh gaya atau aliran yang dahulu, dianataranya adalah :
a. Eksprsionisme b. Realisme e. Klasik
c. Puitis Romantik d. Absurd


Soal Uraian

1. Sebutkan ciri-ciri teater aliran Elizabeth !

2. Sebutkan ciri-ciri teater aliran Pertengahan !

3. Sebutkan ciri-ciri teater aliran Klasik !

4. Teater aliran realisme ada dua, sebutkan dan jelaskan?

5. Sebutkan tokoh-tokoh teater pada teater aliran Romantik?

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

 

TANAH KAPOR | Creative Commons Attribution- Noncommercial License | Dandy Dandilion Designed by Simply Fabulous Blogger Templates