Oleh : Dafikurrahman
Ketika mentari muncul di ufuk timur perkampungan pulau Madura yang begitu asri kelihatannya. Rumah-rumah mungil dengan daun kelapa tampak hijau. Tapi di balik indah mata memandang. Di beranda rumah duduklah bapak, ibu yang sedang dirundung duka sebab putri bungsunya, Siti menderita penyakit yang aneh (Kesurupan).
1. INT. Teras Rumah
Cast : Bapak, Ibu
Bapak yang sedang memikirkan anaknya duduk di teras rumah, kemudian datanglah ibu dengan wajah muram.
Ibu : (Khawatir) Pak Gimana anak kita ini pak? Bagaimana pak? Sudah lama anak kita sakit pak?
Bapak : Mau bagaimana lagi, bu?
2. INT. Kamar Tidur
CAST : Siti
Siti dalam keadaan sakit sedang tidur, dan tiba-tiba terbangun dan berteriak-teriak seperti orang kesurupan.
3. INT. Teras Rumah
CAST : Bapak, Ibu
Bapak dan ibu panik mendengar siti berteriak dari dalam kamarnya.
Ibu : (Berteriak), siti ……siti…….siti, pak!
Bapak : Itu Suara anak kita pak !
Bapak dan ibu langsung bergegas ke dalam kamar siti.
4. INT. Kamar Tidur
CAST : Ibu, Bapak, Siti, Sari
Ibu : Siti …… (heran) Pak! Siti pak!
Bapak : Cepat
Sari : Ibu, kenapa, kenapa Siti (heran) Siti, kamu kenapa ayo bilang sama aku, bilang! (memaksa siti mengaku).
Siti tetap tidak menghiraukan pembicaraan mereka dia tetap berteriak dan tertawa-tawa.
Bapak : Nah! Ini pasti sudah kerasukan.
Ibu : Lalu bagaimana ini, Pak?
Bapak : Tidak tahu, terserah kamu. Kemarin kan saya sudah bilang, Siti ini cepat diselamati (marah).
Ibu : Sudah, sudah, Pak! Sekarang kita pikirkan bagaimana caranya Siti sembuh.
Ibu + Sari : Siti…. Siti (Khawatir)
Bapak : Sekarang juga kita harus ngundang orang yang ahli tembang.
Sari : Kok orang yang ahli tembang, sih pak? (membantah) sekarang kan ada kyai.
Bapak : Ya sudah terserah kamu saja mau ngundang siapa! Diberitahu malah ngelawan.
Sari : Iya kan, pak? Nanti kalau ngundang orang ahli tembang malah dibacakan tembang bukan ayat-ayat suci, sekarang kan sudah jaman modern?
Bapak : Kan saya sudah bilang, terserah kamu (tambah marah) pokoknya nanti kalau ada masalah dengan Siti bapak tidak mau tanggung jawab.
Ibu : Sudah … sudah! Malu dilihat tetangga sedangkan Siti keadaannya seperti ini kalian masih sempat bertengkar, sudah, sari! Kamu cepat undang orang yang ahli tembang.
Ibu : (Siti mulai kesurupan lagi menambah khawatir ibu) Siti, siti, sadar nak! Siti………
Sari langsung pergi mendengar perintah dari ibunya tetapi di dalam hatinya masih ada keragu-raguan atau kebencian kepada bapaknya yang kolot tersebut menurutnya. Sementara di rumah sekarang tinggal bapak, ibu yang mempersiapkan selamatan Siti dan siti pun masih belum sadar juga.
Suasana seakan berubah ketika datang orang ahli tembang bersama Sari.
5. INT. Halaman Rumah
CAST. Siti, Bapak, Ibu, Penembang, Sari
Bapak : Bu… tamunya sudah datang.
Prosesi selamatan dimulai. Perlahan orang ahli tembang tersebut membacakan tembangnya Siti dimandikan dengan air seribu bunga. Akhirnya Sari, Ibu terskejut melihat Siti sadar setelah dibacakan tembang dan dimandikan dengan air seribu bunga. Kemudian penembang pamit pulang setelah memandikan siti.
Bapak : Bagaimana puas? Orang tua itu tidak akan mungkin lebih bodoh, melakukan yang tidak baik kepada anaknya.
Sari : Iya pak, tapi bapak seakan tidak percaya sama Tuhan.
Bapak : Apa Tuhan? (agak emosi) bapak ini sudah lebih lama hidup di duni. Kamu tahu? Dulu Wali songo menyebarkan agama Islam lewat tradisi-tradisi masyarakat yang menjadi akar budaya, entah melalui topeng, ketoprak, kerawitan.
Ibu : Iya, Ri! Bapakmu itu benar meskipun sekarang sudah jaman modern, serba tekhnologi. Apa salahnya menghargai budaya-budaya dulu itu kan warisan dari nenek moyang kita yang harus dilestarikan
Bapak : Bukti sudah nyata, sekarang bapak berpesan kepada kalian kalau seumpama bapak dan ibumu sudah tidak ada umur kalian jangan pernah melupkan kebudayaan-kebudayaan kita. Karena runtuhnya daerah itu terletak pada kebudayaannya.
0 komentar:
Posting Komentar