Terik matahari pun menyengat kulit dan hawa disekitar aula hampir seperti alat open kue kering, panas, gerah dan apalah seputar soap. Aula terlihat mlompong pada jam satu siang. Ketua panitia dengan hilir mudik asapoan (menyapu) sudut-sudut ruang aula untuk mempersiapkan pelaksanaan gladi kelas X-4, tapi apa.... satu hidungpun tak ada yang merespon n apalagi memberitahu bahwa entah ada kegiatan apa sehingga waktu yang sudah ditentukan jam 1 siang, tak ada yang mbejendol di aula.
Keadaan aula semakin gerah, segerah penantian kelas X-4 untuk gladi. Lalu aku turunkan tensi biar tak begitu pusing memikiran ini semua. Dan akupun menyuruh stage manager inti untuk memangil kelas lain melakukan gladi.
Sesaat kemudian...brug...brug...brug langkah kaki yang berat mendekatiku, dan ”maaf ya pak, remidi belum selesai....nih jadi ndak enak sama pak agus”, ya sudah begitu saja, lalu kusuruh aja X-5 untuk melakukan gladi karena waktunyapun udah menunjukkan pukul 2 siang.
Dentang jarum jam menunjuk angka 3, dengan bergegas karena mungkin merasa bersalah, atau sebaliknya... segenap pemain sudah siap dengan melakukan gladi. Diawali dengan monolog cocom bin keset mushollah, ia bosan selalu diinjak-injak kaki yang kotor dan selalu menjadi saksi bisu ulah segenap hal-hal yang tidak pada tempatnya, sebagaimana juga yang dikeluhkan oleh pohon di sebelah sudut mushollah, ia juga menjadi saksi dari aktivitas yang tak layak dilakukan ditempat yang suci seperti halnya mushollah sekolahan Telad-an ini.
Sepasang coro dengan mengendus-endus memasuki mushollah bukan untuk sholat atau bersembahyang, namun untuk apacaran. ”ndak apa-apa, disini tempat yang aman”, kilah si coro cowok memulai bujuk rayu pada si betina. Sebentar kemudian masuk pula dua ekor tikus dengan membawa koper berisi hasil korupsi yang beliau lakukan hasil menyilep keuangan sekolah Telad-an. Lagi-lagi dianggapnya mushollah sebagai tempat yang aman untuk membagi hasil rejeki haram tersebut. Namun menyimpan barang busuk akan ketahuan juga, menjadi akhir dari pertunjukan teater kelas X-4.
Patut diapresiasi bersama karya teater kelas X-4 ini, dimana pemain cocom dengan kekuatan actingnya mampu mengekspresikan apa yang diharapkan oleh sutradara, namun karakter vokal dengan nada seperti orang marah-marah sepanjang pertunjukan menjadikan pementasan ini kurang kaya akan suasana segar, kaku dan tegang tanpa pencairan intensitas suasana. Musik sudah tergarap apik namun terkadang bolong karena ada pemusik yang juga merangkap sebagai pemain. Namun secara keseluruhan garapan teater kelas X-4 mampu memberikan perenungan kepada kita bahwa mushollah jadikan sebagai tempat untuk berindu kepada Allah SWT, bukan untuk sesuatu yang layak kita selalu pertanyakan....dalam hidup ini. (selamat berResital kelas X-4...)***agusteater
0 komentar:
Posting Komentar