Rabu, 27 Mei 2009

ORKESTRASI PEMBELAJARAN

(Catatan kecil dari RESITAL I – 2006)


Perkembangan dunia teknologi dan informasi telah memasuki berbagai sector kehidupan manusia, dari dunia kanak, remaja, dan dewasa. Segmen teknologi menjadi kebutuhan semua lapisan masyarakat dari berbagai golongan, sehingga perlu diantisipasi dan difasilitasi oleh Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berorientasi kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dunia teknologi, informasi dan dunia hiburan berbaur dalam sebuah zona entertaint yang enjoy dan menyenangkan.
Diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi, menuntut sekolah untuk mampu memfasilitasi kebutuhan anak dan potensi kreatif guru untuk mengelola potensi dalam diri anak sehingga bisa mengembangkan kemampuan diri secara optimal. Peristiwa sosial dan lingkungan merupakan sumber pembelajaran kongkret yang perlu difungsikan.Fumgsionalisasi lingkungan alam dan budaya dengan memberdyakan komite sekolah dan Dewa Pendidikan setempat untuk turut memberdayakan potensi yang ada. Namun pada kenyataannya dibukanya peluang untuk meongoptimalkan fungsi muatan lokal, ditafsirkan dengan penambahan jam belajar dan matapelajaran. Seringkali justru menjerumuskan anak pada kondisi stress karena pembelajaran monoton, kurang kreatif, kurang berpihak kepada kebutuhan anak
Sekolah sebagai institusi yang berurusan dengan manusia (anak didik) memiliki peran vital dan signifikan. Ia bisa berfungsi sebagai ruang osisal, budaya, dan pengetahuan yang memperlakukan anak secara manusiawi. Kemajuan teknologi informasi telah menyebabkan pengelola sekolah untuk memiliki dan memanfaatkan ppiranti teknologi informasi yang ada. Pemanfaatan media audivisual sebagai media pembelajaran merupakan hal vital yang membuat guru dan siswa senantiasa adaptif terhadap hadirnya teknologi informasi.
Namun keadaan alam lingkungan dan budaya setempat, juga menjadi penting untuk dimanfaatkan secara optimal sebagai media dan sumber belajar yang akan mendekatkan anak didik dengan lingkungan alam dan budayanya. Dalam lembaga sekolah anak belajar untuk memasuki lingkungan masyarakat yang sesunguhnya. Sekolah sebagai minisocity menjadi lembaga pelatihan social sebelum memasuki realitas masyarakat yang sesunguhnya.
****
Kehancuran alam dengan berbagai bencana alam yang ada memberikan sinyal bagi kita, bahwa pendidikan terhadap alam lingkungan
Rongsokan bangunan berserakan, pakaian yang tersangkut di sisa bangunan dan di reranting pohon. Suasana memilukan dan menakutkan.Ada suasana tangis yang tersangkut di kesunyian yang mengerikan, ketakutan yang mencekam mengingatkan peristiwa yang terjadi setahun lalu. Tsunami, bencana yang melanda kawasan lempeng Eurasia dan menelan ribuan jiwa kembali kepada Sang Khaliq.
Suasana panggung yang sederhana dan memang tak mampu untuk merekam kembali bencana yang melanda umat manusia, tetapi aroma kesunyian itu begitu lekat dan mencekam dalam memori mengenai peristiwa yang pernah terjadi. Suatu upaya dari siswa-siswi SMA 1 sumenep untuk membuka kembali memori yang pernah terekam setahun lalu, ketika semua media dan umat memberikan rasa hormat dan belasungkawa yang dalam. “Renungan Setahun Bencana Tsunami” digagas OSIS SMA 1 bersama dengan guru kesenian – Agus Suharjoko. Acara yang bertempat di aula smansa 26 desember 2005 dimulai pukul 07.00 sampai pukul 09.00 wib diisi dengan renungan bersama, pembacaan puisi karya penyair Aceh – Mustafa Ismail oleh Agoes Suharjoko dan pemutaran video bencana tsunami.
Acara tersebut bukan lompatan yang mengejutkan, memang. Namun acara ini menjadi bermakna ketika yang melaksanakan kegiatan semacam adalah lembaga pendidikan formal yang disesaki oleh materi kurukuler. Suatu proses pembelajaran yang mencoba mengembalikan sekolah sebagai lembaga minisociety, tempat anak belajar bersosialisasi, dan menumbuhkan kepekaan, serta meningkatkan nilai-nilai keimanan. Secara sosial peringatan terhadap momen peristiwa bencana alam, akan menumbuhkan sikap peduli anak terhadap korban bencana, merasakan penderitaan orang lain. Serta mampu mengapresiasi alam lingkungan untuk bias hidup seimbang dan selaras sehingga bias saling memberi dan selamat menyelamatkan.
Secara batiniah akan menumbuhkan kepekaan batin dengan merenungkan kembali peristiwa yang terjadi, bahwa masih banyak saudara-saudara kita yang ditimpa kemalangan dan membutuhkan bantuan. Nilai yang akan memperhalus budi pekerti dan akan berpengaruh terhadap kepribadian dan dalam hubungan social dengan orang lain. Juga renungan peristiwa tersebut dapat diusung dalam materi pelajaran biologi dengan membahas perilaku alam dan manusianya serta hubungan manusia dengan alam. Dari sisi mata pelajaran geografi dengan membahas perilaku batuan atau lempeng bumi yang melakukan gerakan atau patahan secara periodic dan menimbulkan gempa serta perubahan gelombang laut. Sementara dari sisi nilainilai spiritual peristiwa tersebut merupakan peringatan bahwa ada kekuasaan di luar kekuatan mansusia yang tak dapat dibendung dan disebabkan oleh perilaku manusia. Situasi yang sangat memungkinkan untuk meningkatkan keyakinan manusia terhadap hubungan dengan sesama dan dengan sang Khaliq.
Suatu gerakan lembaga pendidikan yang secara implementatif menanamkan nilai-nilai keilmuan, alam, social, kemanusiaan dan ketuhanan. Sebuah respon terhadap tuntutan perubahan kurikulum untuk memberikan pelajaran yang bermakna. Palajaran yang kongkrit untuk bisa merasakan, mengalami dan menyikapi terhadap peristiwa sosiokultural yang terjadi.
Inilah sebuah orkestrasi pembelajaran dalam kuantum learning, mengelola persoalan dan potensi yang bisa dikembangkan untuk bisa menumbuhkan kemampuan secara optimal. Betapa bahan atau sumber di sekitar kita, persoalan-persoalan kecil yang memiliki keraifan local untuk bisa dikelola menjadi sumber pembelajaran. Belajar tidak cukup dari dalam kelas, dan hanya bersumber dari buku, karena keanekaragaman sumber belajar akan memperkaya kemampuan anak dan menghilangakn kejenuhan belajar. Siswa memang tidak harus menjadi sesuatu yang diinginkan sekolah, tetapi sekolah bisa memfasilitasi kemampuan dan kebutuhan yang ada dalam diri anak, sehingga mareka nantinya dapat berkembang menjadi dirinya sendiri.
*****
Festival sinema antar kelas yang diselenggarakan oleh oleh Agoes Soehardjoko, guru kesenian SMA 1 Sumenep, merupakan langkah progresif untuk mengantisipasi tuntutan dan kebutuhan zaman. Sikap positip yang juga direspon secara antusias dengan dibukanya program ekstrakurikuler “Sinematografi”.
Suatu hal yang amat menarik dalam festival sinematografi SMANSA AWARD I, dengan seleksi sinema terbaik dari setiap kelas yang kemudian dikompetisikan menjadikan sesuatu hal yang patut kita apreasi dan respek dengan segala ketulusan hati. Di sinilah terlihat kecerdasan siswa secara substansial, bahwa pada dasarnya anak yang memiliki kemampuan kognitif kurang baik, memiliki kecerdasan emosional dan imajinatif yang amat memukau. Suatu jawaban atas perubahan pemahaman mengenai penilaian pendidikan yang tidak hanya memandang anak dari satu sudut pandang tapi membutuhkan cara pandang secara komprehensif. Disinilah dapat kita lihat representasi kehidupan siswa dalam mengapreasi lagu “Kisah-Kasih di Sekolah “ karya Obbie messakh yang dilantunkan Chrisye. Ada banyak tafsir mengenang kenangan berkekasih di lingkungan Sekolah. Sebuah dunia remaja yang berbeda dengan dunia guru, disinilah kita memasuki dunia mereka. Dari sebuah lagu yang ditransfer ke dalam sebuah scenario, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa gambar, maka jadilah produksi sinema pendek yang dihasilkan siswa dengan peralatan sederhana dan pengetahuan sinmetografi terbatas. Sehingga atas kurang dan kelebihannya merupakan sebuah prestasi yang patut kita hargai.!
*****
Menyaksikan tayangan video yang diproduksi anak-anak SMANSA, aku menjadi terharu dan terkesima dengan kemampuan mereka menjadi seorang actor, aktris, sutradara, penulis scenario, dalam usianya yang masih belia mampu membuat sesuatu yang berarti. Aku kagum dengan keberanian mereka, melambungkan imajinasi dan meliarkan ide dan benaknya,
Pertama, Cara penceritaan yang memakai alur datar dan flashback
Kedua, pengambilan gambar; tanpa bantuan cahaya lampu, hanya memanfaatkan cahaya matahari yang tanpa diperhitungkan efek-efeknya; posisi pengambilan gambar tidak proporsional; menentang cahaya matahari; penghitungan komposisi dan harmoni, dan ekspresi dalam penjiwaan peran
Ketiga, Pengambilan adegan; ada sebuah tayangan ketika memasuki gerbang Sekolah hanya terlihat barisan anak perempuan, padahal Sekolah yang dijadikan setting merupakan Sekolah umum.
Figuran dalam bis terlihat di terminal, pada hal bisa sudah keluar dari terminal. Seharusnya kejadian ini tidak tampak di layar monitor. Aktris perempuan saat mengejar bis yang akan berangkat ekspresinya tersenyum pada hal mau berpisah dengan kekasihnya yang pulang ke Jawa karena orangtuanya sakit.
Yang lain, ceritanya tentang kisah-kasih indah, tetapi ada sebuah produk yang endingnya kekasihnya meninggal dunia.
Kemmpat, kostum: celana rok biru (SLTP) tetapi bedgenya SMA, baju guru salipan dengan baju safari.
Keunggulan:
Kreatifitas terhadap penafsiran lagu ke dalam scenario, amat beragam menendakan aneka pengalaman yang beragam.
Penyutradaraan cukup bagus
Dengan peralatan sederhana mereka bisa membuat sebuah produksi bagus dengan durasi 4 – 10 menit
Simbolisasi (diksi) gambar:
Adegan bermesaraan di shoot pada kaki, sebuah upaya menyiasati vulgaritas dengan gambar simbolik dengan aneka tafsir yang beragam
Keindahan kenangan dengan shoot langit biru dan kalender untuk menjelaskan tentang masa yang lewat
Bermesraan tak harus bersentuhan seperti yang ditunjukkan adegan perpisahan dengan menyatukan tapak tangan di antara kisi kaca bus.
****
Siswa sebagai subyek merupakan sumber daya yang dapat dioptimalkan kemampuannya, karena adakalanya siswa yang kurang mampu secara kognitif memiliki kecerdasan afektif psikomotorik, dan kecerdasan emosional. Di sini peralatan teknologi informasi tidak sekedar menjadi obyek tetapi dijadikan sarana untuk meningkatkan kecakapan hidup anak, sehingga bisa memiliki bekal hidup ketika kelak terjun ke tengah-tengah masyarakat. Belajar meningkatkan kepekaan social dengan memperdulikan peristiwa-peristiwa social yang terjadi di sekitarnya.
Terutama hal ini menjadi begitu urgen dan signifikan ketika terjadi kasus bencana alam di berbagai wilayah negeri ini, Pemahaman terhadap fenomena lingkungan alam yang terjadi membutuhkan kepedulian dunia pendidikan untuk mengingatkan dan menjadikan alam sebagai bagian dari lingkungan pembelajaran, sehingga anak merasa dekat dan beratanggungjawab terhadap alam lingkungannya
Jalan masih panjang, sebuah ruang kembali terbentang, dan waktu menanti kerja hari ini dan esok hari untuk meraih prestasi
Sumenep, Akhir Januari 2006 (Hidayat Raharja)

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

 

TANAH KAPOR | Creative Commons Attribution- Noncommercial License | Dandy Dandilion Designed by Simply Fabulous Blogger Templates