Penulis :
Heru Kesawa Murti (Gandrik)
Diadaptasi oleh :
Agus Suharjoko, S.Sn.
Untuk kepentingan :
PRODUKSI KE – 8
KOMUNITAS TEATER SMANSA
( K @ T e S )
PAGUYUBAN SENI SMANSA
D H E M I T
Penulis : Heru Kesawa Murti (Gandrik)
Diadaptasi oleh : Agus Suharjoko, S.Sn.
Para Dhemit
Rajeg Wesi
Suli
Wilwo
Gendruwo
Jin Pohon Preh
Egrang
Kuntilanak
Sawan
Sesepuh Desa
Pembantu Sesepuh Desa
Pohon yang tersebar dilereng bukit itu ditebangi, membuat para dhemit penghuni pohon itu tercerai bera, kacau tak karuan. Tempat tinggal mereka itu telah digusur.
Di daerah lereng tersebut akan segera dibangun kompleks perumahan. Para dhemit akhirnya lari tunggang langgang, sementara traktor dn gergji mesin tak hentinya menderu, meraung-raung merobohkan pohon-pohon itu dengan tak peduli sama sekali.
Para dhemit mengerang, kecewa, marah dan terancam.
01. Para Dhemit
(diucapkan koor) Paraketa malaekat, kalayan nambang sedaya rupa peksi. Nucuki lara utama impen ala umpamane sedaya yekti cinucuk sirna rampas, papas, wus titi......
Terdengar lagi suara kacau balau. Kali ini diikuti oleh karyawan proyek pembukaan dan pembangunan kawasan itu. Suara erangan yang menyayat hati. Para karyawan itu tiba-tiba terserang secara mendadak.
Rajekwesi, kontraktor yang memimpin pembukaan kawasanitu tengah menghadapi Suli, staf ahli yang dikontrak dan dipercayainya. Rajekwesi tampak tengah kacau pikirannya.
02. Rajeg Wesi
Suli! Edan, edan kamu. Kamu ini bukan juru tulis, tapi konsultan saya! Jadi tidak hanya cukup bermodalkan rajin saja. Kamu harus menerorkan otakmu yang cemerlang. Sebab selama ini, kamu itu tidak pernah memuaskan saya.
03. Suli
Oooooo.......... jadi selama ini pak Rajeg belum pernah merasa puas ta. Ngomong pak Rajeg!
04. Rajeg Wesi
Ya, kadang-kadang puas, tapi ya sering tidak. Sebab selama ini kamu belum pernah ikut memecahkan masalah proyek kita ini. Misalnya soal penduduk desa yang berbondong-bondong ke sini minta pekerjaan, kamu ikut menyelesaikan apa. Tidak! Terus soal pekerjaan pekerja yang mendadak sakit, soal pohon preh yang sulit ditebang, kamu ikut menyelesaikan apa? Juga tidak!
05. Suli
Pak Rajeg jangan hanya menyalahkan saya. Pak Rajeg tahu, tanah di sini ini labil. Mudah longsor. Saya sudah mengusulkan agar dibuat sistem terasering. Dan soal pohan preh itu memang sulit ditebang, meskipun sudah menggunakan traktor.
06. Rajeg Wesi
Itu artinya kamu percaya dengan pemikiran penduduk desa!
07. Suli
Bukan begitu pak Rajeg. Kita sebagai orang baru di sini, sebaiknya kita menghargai pemikiran penduduk ini!
08. Rajeg Wesi
Sama saja! Artinya kamu bahwa pohon preh itu ada penunggunya. Ada demitnya. Katanya insinyur, lha kok percaya demit. Katanya jujur, lha kok nggapit?
09. Suli
Baiklah, Pak Rajeg. Bapak boleh tidak percaya pada saya. Saya tidak akan sakit hati. Tapi saya masih punya cara lain yang bisa digunakan untuk proyek kita ini.
10. Rajeg Wesi
Suli! Soal teori saya percaya betul bahwa kamu bisa. Tapi yang penting prakteknya. Buktikan, cocok tidak dengan proyek kita!
11. Suli
(sambil menyerahkan berkas rencana kerja) To the point sebaiknya pohon preh itu tidak usah ditebang. Dan sebagai gantinya, kita bikin jembatan masuk ke kompleks ini. To membuat jembatan itu sudah ada dalam DIP. Daftar Isian Proyek.
12. Rajeg Wesi
Kalau cuma usulan begitu saja, saya bisa! Lha wong saya ini pemborongnya. Saya ikut mempengaruhi pembuatan DIP itu kok.
13. Suli
Kalau begitu, tidak ada masalah kan?
14. Rajeg Wesi
Lho kok tidak ada masalah bagaimana. Kalau jembatan itu jadi dibuat, saya tidak bisa nguntet. Lumayan lho nguntet jembatan itu.
15. Suli
Tapi ingat pak Rajeg, proyek ini proyek besar, dan pak Rajg adalah pemborong yang bonafid. Saya sendiri sebagai konsultan menginginkan agar proyek ini betul-betul berhasil.
16. Rajeg Wesi
Tapi ingat, kamu konsultan saya. Artinya manut saya pemborong ingin untung, konsultan bikin yang untung.
17. Suli
Tapi pak Rajeg harus ingat akibatnya nanti.
18. Rajeg Wesi
Akibatnya nanti. Yang penting untung, sekerang. Sudah, tidak usah banyak omong, yang penting ini ! surat dari kabupaten!
Rajeg Wesi menyerahkan surat itu kepada Suli.
19. Suli
(setelah membaca surat itu) Pak Rajeg, ini kebetulan sekali. Inilah kesempatan yang saya tunggu-tunggu. Kalau Pak Bupati datang, kita beberkan saja kesulitan yang kita hadapi.
20. Rajeg Wesi
(langsung marah dan gusar) goblok! Itu namanya cari penyakit! Sama pak Bupati dan konco-konconya itu, ngomong saja yang baik-baik. Kejelekan itu perkara interen dan masalah ini sebetulnya bukan tugasmu adalah memecahkan semua persoalan yang kita hadapi. Termasuk para pekerja yang sakit mendadak itu. Selesaikan dengan cara yang paling tepat dan murah. Aku puny usul, bagaimana kalau para pekerja yang sakit mendadak itu, kita make up saja wajahnya. Biar kelihatan wajahnya. Biar kelihatan waras. Lantas mereka kita suruh kerja keras saat kunjungan itu berlangsung. Sesudah itu mati ndak apa-apa.
21. Suli
Saya tidak setuju! Itu pembunuhan!
22. Rajeg Wesi
Tapi untung Suli. Sudah! Sejak tadi kamu cuma omong terus. Padahal persiapan kunjungan itu sama sekali belum ada. Sekarang tugasmu, bikinkan saya teks pidato penyambutan itu.
23. Suli
Tidak bisa pak Rajeg. Itu bukan bidang tugas saya. Sebaiknya pak rajeg mencari tenaga khusus untuk membikin teks pidato. Bukan saya pak Rajeg. Bukan saya.
Tiba-tiba Suli lenyap. Dhemit sawan yang menculik wanita itu, lalu segera cepat-cepat menghilang. Rajeg Wesi kebingungan kehilangan konsultannya itu.
24. Rajeg Wesi
Sepertinya kamu ini tidak tahu saja. Ini mananya pembatasan tenaga kerja. Jadi kamu.....kamu.....ka....mu. lho, Suli. Lho ini pasti sulapan!
Rajeg Wesi segera terburu-buru pergi dari tempat itu dengan kebingungan dan ketakutan.
BAGIAN KEDUA
Pohon preh menjulang ke angkasa. Pada suatu ketika, di sebuah alam lain, di alam para demit. Datang berbondong-bondong, demit, wilwo, egrang, genderuwo dan kuntilanak, ke tempat tinggal jin pohon preh mereka hendak melapor tentang digurnya mereka itu dan jagad demit yang tengah dirusak oleh manusia.
Sampai mereka di tempat tinggal pohon preh, mereka langsung saling mengungkapkan kemarahan, kegelisahan dan kecemasan mereka.
25. Wilwo
(memandang mereka dengan gusar dan mangkel) katanya kalian ini dhemit priyayi, lha kok urakan? Mau ketemu pimpinan dhemit itu harus yang sopan. Ada buku tamu, ya diisi. Ada satpam, ya lapor dulu.
26. Genderuwo
( menanggapinya juga dengan mangkel) apa kamu bilang? He, kenapa omonganmu jadi seperti itu? Kita ini baru mengalami musibah. Teman-teman kita banyak yang menderita. Ini keadaan darurat, kamu kok masih sempat-sempatnya bicara birokratis seperti itu. Apa kamu ini memang sudah kangslupan manusia?
26. Wilwo
Lho, edan ki! Bicaramu tiba-tiba kok kekiri-kirian?
27. Genderuwo
Apa kamu bilang? Kekiri-kirian? Ketahuilah, kekiri-kirian, kekanan-kananan itu adalah istilah manusia dari dunia kasar. Kita kaum dhemit tidak mengenal istilah macam itu. Sebab dhemit adalah universal!
28. Egrang
( sambil memainkan tangan genderuwo) kita ini baru desak, lu tau. Lu gak usah banyak bacot. Ayo, langsung aja kita dobrak rumah jin pohon preh!
29. Genderuwo, Egrang, Wilwo
( serentak bersama-sama mengerahkan sekuatnya) aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa uuuuuuuuuuuuu............! aaaaaaaaaaaa aauuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhhh...........!
Mereka mendobrak tempat tinggal jin pohon preh itu dengan sekuat-kuatnya. Lalu tiba-tiba, jin pohon preh, pemiliknya, muncul, menghadap mereka.
30. Jin Pohon Preh
( menghadapi para dhemit dengan seksama) siapa yang mengganggu kenyamanan istirahat saya? Siapa yang usik kebahagiaan saya?
31. Genderuwo
( dengan penuh hormat) saya, lurahe. Genderuwo.
32. Wilwo
Saya, Wlwo.
33. Egrang
Saya, Egrang.
34. Kuntilanak
Kuntilanak, saya.
35. Jin Pohon Preh
Wo, wallaaahhhh.....ternyata konco sendiri, tiwas di angker-angkerke. Ada persoalan apalah kok berteriak-teriak.
36. Genderuwo
( dengan mantap dan merajuk-rajuk ) aduh ketiwasan lurahe. Para manusia telah memporak-porandakan tempat tinggal kami, para dhemit!
37. Wilwo
Bener, lurahe! Ekologi para dhemit telah dinyanyah-nyunyah oleh bangsa manusia.
38. Egrang
Tempat tinggal para dhemit sudah ludes semuanya.
39. Genderuwo
Kita digusur, lurahe!
40. Wilwo, Egrang, Kuntilanak
Betul, lurahe. Kita digusur! Kita sudah digusur! Digusur lurahe! Digusur! Digusur! Digusur! Digusur!
41. Jin Pohon Preh
Digusur? Digusur? Lha ya pindah ta? Bukankah jagat kita ini luasnya bukan kepalang? Aplagi kalian ini Cuma dhemit. Tugas kalian ini memang harus senantiasa menyediakan diri untuk digusur-gusur melulu. Lha wong manusia saja bisa dengan gampang dibegitukan kok. Sudahlah, terimalah kodrat itu dengan tulus ikhlas, sehingga kelak kalian bisa dikatakan ” dhemit yang berbudi luhur”.
42. Genderuwo
Tapi, harga diri kita, lurahe! Kita tidak boleh hanya berdiam diri saja melihat kenyataan ini. Kita mesti mengadakan perlawanan terhadap mereka! Harus!
43. Wilwo
Benar, lurahe! Jika kita Cuma pasif, lalu generasi muda dhemit mau ditaruh mana lurahe?
44. Egrang
Lantas kita ini harus tinggal di mana dong!
45. Jin Pohon Preh
( memandang mereka dengan ketawa kegelian) kalian ini lho, dhemit kok heroik banget. Sudahlah, sebaiknya persoalannya yang tampaknya gawat ini kita bicarakan saja dengan hati yang lapang. Kita bicarakan dengan face to face, heart to heart....... oke?
46. Genderuwo, egrang, Wilwo, Kuntilanak
( serentak menyahut bersama-sama) okey…………..okey……..okey……..!!!
47. Jin Pohon Preh
Nah, mestinya kan begitu. Kompak. Persis penataran. Sekarang bicaralah yang gamblang. Apa mau kalian?
48. Wilwo
( langsung berdiri, bicara dengan mantap dan yakin) jadi begitu, lurahe... berdasarkan yang kami lihat sendiri dengan mata telanjang, bahkan dengan berbagai sudut pandang dan segala cara pendekatan beserta pisau analisis kami.....
49. Kuntilanak
( langsung menyambung Wilwo, mantap dan yakin) tindakan manusia dari dunia kasar itu sudah tidak lagi mengindahkan pertimbangan-pertimbangan etis dalam kerangka pemikiran dan pranata sosial para dhemit, menurut...............
50. Egrang
( langung menyambut dengan gayanya sendiri ) saya mencoba mempertajam benang merah saudara wilwo ini bahwasanya status quo tatanan para dhemit punya aspek kultural historis, secara eksplisit, persuasif, kohern.
51. Jin Pohon Preh
( langsung menghentikan dengan gusar ) ssttttttttttoooooopp....! kamu ini ngomong apa? Omongan kalian kok malah berbusa-busa tidak karuan. Ingat, kamu Cuma dhemit staf lho. Kodratmu ini bodoh. Kalau bicara itu yang sederhana, syukur bisa mencerminkan ketololan kalian. Ayo, sekarang ngomong yang simpel.
52. Wilwo, Egrang, Kuntilanak
Begini lurahe, kami mau numpang.
53. Jin Pohon Preh
Nah, begitu saja kan bisa.
54. Genderuwo
( langsung segera memotong) he...he...he... tidak sesederhana itu lurahe, kita harus melihat kenyataan bahwa dhemit sekarang. Sedang mengalami distorsi sosial yang gawat, sehingga kita harus menyikapi realitas ini dengan analisa yang jitu. Lurahe jangan simplifikatif dong......
56. Jin Pohon Preh
Lho,lho,lho, Genderuwo, kamu kok ikut-ikutan bicara berbusa-busa. Kamu ini bagaimana ta? Apa kamu ketularan manusia dari jagad kasar?
57. Genderuwo
Lurahe jangan ambivalen dong!
58. Jin Pohon Preh
Edan! Sekarang para demit sudah tidak dhemitis lagi! Awas, kalau kalian masih bicara kacau juntrungannya, nanti saya kirim ke kelompok-kelompok diskusi mahasiswa. Biar kapok! Biar mampus kalian!
59. Wilwo, Egrang, Kuntilanak
Jangan lurahe, jangan! Jelasnya itu bagaimana ta?
60. Jin Pohon Preh
Jelasnya, kalian itu tergolong generasi muda dhemit yang melempem. Bisanya Cuma ngomong aja, tapi ciut nyalinnya menghadapi kenyataan. Minger.....otak kalian ( sambil memutar kepala Wilwo, egrang, dan Kuntilanak) apa itu? Baru menghadapi persoalan seperti itu saja sudah mengeluh, sambat, sentimentil. Apa itu! Dhemit kok tidak revolusioner!
61. Wilwo
Tapi kami butuh jalan keluar. Jangan Cuma di ejek.
62. Egrang
Iya lurahe, jangan Cuma diejek . beri kami jalan keluar, berilah kami petuah, berilah kami petunjuk, lurahe.
63. Jin Pohon Preh
Apa? Kalian minta petuah? Minta petunjuk? Kok seperti yang sering muncul di televisi itu lho. Tapi, baiklah, karena saya ini memang dhemit generasi tua yang baik, maka, sini, saya beri petuah. Saya kasih petunjuk. Pakai resep yang sudah klise. Wedeni manusia dari jagad kasar itu.
64. Genderuwo
( segera langsung menyahut) sudah lurahe ! tapi manusia-manusia itu sekarang sudah tidak mempan lagi. Malah sekarang ini manusia telah mampu membuat dhemit-dhemit imitasi untuk dijadikan objek komoditif mereka.
65. Jin Pohon Preh
Genderuwo! Kita harus mempercayai, bahwa konco-konco kita di jagad halus ini tetap patuh. Tetap menunjukkan kesetiaannya untuk senantiasa membentengi kehidupan kita.
66. Genderuwo
Tapi berkali-kali saya turun langsung ke jagad manusia, nyatanya mereka tidak takut lagi menghadapi perwujudan kita!
67. Jin Pohon Preh
Pesimistis seperti ksmu itu, artinya meremehkan bakti yang diberikan sahabat-sahabat kita. Bukankah mereka dengan tulus ikhlas, meneteskan keringat untuk menjaga kelestarian kita. Berjuang habis-habisan tanpa pamrih? Kamu tahu bagaimana nyai Blorong masih mampu membikin manusia kalang kabut karena takut.
68. Genderuwo
Lurahe jangan keliru pandang dalam persoalan ini. Nyi Blorong itu sekarang tidak lagi membuat manusia takut, tapi justru menjadikan manusia-manusia itu malah kepincut.
69. Jin Pohon Preh
Tapi kemarin sore, saya baru saja menerima laporan bahwa thuyul masih tetep menunjukkan kualitas keclemerannya dengan baik.
70. Genderuwo
(tertawa dengan terbahak-bahak, geli) Thuyul? Kenapa lurahe justru simpati pada dia? Bukankah thuyul itu telah mencemarkan jagad kita yang sakral, karena sifatnya yang suka mencuri dan clemer itu.
71. Jin Pohon Preh
Tapi, Banaspati masih juga membakari hotel-hotel dan pusat-pusat pertokoan. Kuntilanak dan konco-konconya semakin menguasai panti-panti pijat tradisional.
72. Genderuwo
Lurahe tertipu. Semua sebetulnya bukan rekayasa kita, tapi hasil perbuatan manusia yang menyalahgunakan eksistensi kita.
73. Jin Pohon Preh
Welha, masih juga maido ta kamu? (ia memperlihatkan kaca ajaibnya kepada para dhemit). Ini, lihatlah, bagaimana sesungguhnya kerabat kita berjuang habis-habisan membentengi kita, melawan manusia, membikin mereka berkelejotan kesakitan.
74. Genderuwo, Wilwo, Egrang, Kuntilanak
(sambil bersama-sama melihat dalam kaca ajaib itu, serentak berkomentar) Tubuh-tubuh manusia, tak berkutik, sakit mendadak. Ha,ha,ha! ( menyerahkan kembali kaca ajaib itu kepada jin Pohon Preh).
75. Jin Pohon Preh
Nah, bagaimana? Apakah kalian masih ragu-ragu pada pancaran dedikasi mereka itu? Bukankah, dengan demikian, sesungguhnya tidak ada lagi yang perlu dirisaukan?
76. Genderuwo, Wilwo, Egrang, Kuntilanak
(koor, serentak bersama sama) Nggih!
77. Jin Pohon Preh
Bukankah jagad kita ini sesungguhnya aman?
78. Genderuwo, wilwo, Egrang, Kuntilanak
Nggih!
79. Jin Pohon Preh
Stabilitas keamanannya terkendali.
80. Gendruwo, Wilwo, Egrang, Kuntilanak
Nggih!
81. Jin Pohon Preh
Tenteram. Tidak ada gangguannya yang berarti. Makanya kalau kalian Cuma kepingin numpang cari gratisan, mangga saja. Silakan. Dengan senang hati kalian kuizinkan tinggal di tempat Jin Pohon Preh ini!
82. Gendruwo, Wilwo, Egrang, Kuntilanak
Terima kasih!
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh buldozer, meraung-raung gaduh, bising dan menakutkan. Sekian lama, suara itu semakin mendekat, ngeri. Para dhemit itupun kalang kabut semua. Kuntilanak langsung masuk ke tempat tinggal Jin Pohon Preh, menyelamatkan diri.
83. Genderuwo, Wilwo, Egrang
( bersahut sahutan, riuh dan cemas) mereka datang! Mereka datang! Manusia-manusia itu datang lagi, mau menghancurkan tempat ini. Mau melumatkan tempat ini.
84. Jin Pohon Preh
Bertahan! Bertahan! Ayo kita lawan!
Para Dhemit lalu bergerombol. Mereka membidik, mengawasi dan mencermati tingkah para manusia yang tengah mengamuk di kejahuan itu.
85. Jin Pohon Preh
Waduh, mengerikan. Mengerikan sekali. Lho, binatang apakah itu merangkak-rangkak seperti mau memakan kita?
86. Egrang
Itu namanya buldozer, lurahe.
87. Jin Pohon Preh
Lho, siapa orang itu ? Siapa? Bertopi kuning mengacung- ngacungkan tinjunya?
88. Wilwo
Itu pimpinan proyek, lurahe.
89. Jin Pohon Preh
Gendruwo! Ada seseorang lari terbirit-birit, ketakutan, menyelinap ke dalam hutan. Siapakah dia itu?
90. Gendruwo
Ooooo........ itu seorang kawulo cilik yang sedang dikejar-kejar wong gedhe untuk dimintai cap jempol.
Gemuruh buldozer semakin riuh, meraung-raung menjadi-jadi. Para dhemit semakain kalang kabut dan cemas. Tapi mereka tetap berusaha melawan keberingasan manusia-manusia itu.
91. Jin Pohon Preh
Ambil senjata! Ambil senjata! Kita harus tetap bertahan kita harus tetap bertahan. Kita harus tetap melawan. Jangan mundur! Kita halau manusia-manusia itu!
Para dhemit mengambil senjata mereka yang seadanya itu. Mereka segera langsung bergerak serempak mempertahankan hidupnya. Mereka melawan, berlompatan.
92. Gendruwo, Wilwo, Egrang
Ini sudah kebangetan. Melanggar tempat hidup. Melanggar perjanjian. Tidak urus...................!
Para dhemit kembali bersemangat melawan keberingasan manusia-manusia itu. Berlompatan lagi. Menghalau, menggebrak, bertahan. Tapi akhirnya toh kalah juga. Para dhemit bercerai-berai, bergeletaan, berserakkan. Terkapar tak berdaya.
Mereka mengaduh.
93. Jin Pohon Preh
Wuaduuuuh.......sakiiiiiiiiiiiiiit........sakiiiiiiiiiiiiiiiiiiit!!!!!!
94. Gendruwo
Waduuuuuuuuuh............kakiku.........kaku.......kaku.
95. Wilwo, Egrang
Sakit, sakiiiiiiiiiiiit. Perut mual-mual.
96. Gendruwo
Lurahe! Di mana kamu, lurahe?
97. Jin Pohon Preh
Di sini!
98. Gendruwo
Dimana?
99. Jin Pohon preh
Di depan!
Gendruwo mendekati jin pohon preh dengan merangkak-rangkak.
100. Jin Pohon Preh
Gendruwo, aku tidak bisa membayangkan apa jadinya, seumpama kamu, wilwo dan Egrang tidak dengan segera memberikan isyarat kewaspadaan. Ternyata manusia- manusia memang rakus hendak memaksa kita.
101. Gendruwo
Sungguh kejam betul, manusia-manusia itu, lurahe.
102. Jin Pohon Preh
Betul. Rupanya kita memang kalah kuat.
103. Gendruwo
Mereka rakus memakan apa saja.
104. Jin Pohon Preh
Itu memang ciri mereka, gendruwo.
105. Gendruwo
Oh, hijaunya dedaunan dan hangatnya sinar bulan purnama malam jum’at Kliwon, telah mereka ganti dengan deru buldozer dan mesin-mesin. Lihatlah lurahe, mereka memakan apa saja, gunung, hutan, pulau, sungai, tanah, telaga...... dan juga memakan hati nurani mereka sendiri.
106. Jin Pohon Preh
Sudahlah gendruwo, jangan bicara soal hati nurani. Itu bukan perkara kita. Kita, para lelembut ini dikodratkan tanpa hati nurani. Hati nurani itu urusannya manusia.
107. Gendruwo
Justru karena itu urusan manusia, saya menjadi khawatir. Jika alam mereka kuasai lau mereka rusak, sehingga akan terjadi bencana, pasti kita lagi yang disalahkan. Kita semakin terpojok, dinyanyah oleh manusia.
108. Jin Pohon Preh
Sudahlah gendruwo, jangan cemas. Kita harus membangun kehidupan yang rapuh ini. Apapun dan bagaimanapun adanya. Yang pasti aku sangat bersyukur karena kalian memberikan keihlasan menjaga jin pohon preh. Gendruwo, terus terang saya tersentuh oleh pengabdianmu itu. Sepantasnya jika aku sebagai pimpinan di sini, memberikan penghargaan kepadamu. Besok pagi, jika kita menggelar upacara, ingin sekali kuselamatkan di dadamu, sekedar bintang penghargaan: bintang jasa maha dhemit.
109. Gendruwo
Jangan terlalu berlebihan lurahe. Saya tidak mau berstatus sebagai pahlawan.
110. Jin Pohon Preh
Lho, kenapa?
111. Gendruwo
Sebab, bisa jadi sekarang saya menjadi,” Pahlawan ”. Tapi berapa abad kemudian ternyata bukan.
112. Jin Pohon Preh
Tidak, genderuwo! Jauh kepahlawanan itu diselamatkan oleh jin pohon preh, kamu akan tetap jadi pahlawan sepanjang zaman.
113. Gendruwo
( meledakkan kegembiraan) ooooo...... Dewata.
114. Jin Pohon Preh
Husssh! Dhemit tidak punya dewata!
115. Egrang
Sudahlah, lurahe. Kita jangan sampai terlena. Kita harus bangkit menbuat perhitungan dengan manusia itu. Waktu kita sangat mepet lurahe.
116. Jin pohon Preh
Ya,ya. Sebaiknya kita memang harus tetap hati-hati. Jangan sampai terkecoh lagi oleh muslihat manusia. Harus kita temukan strategi baru supaya eksistensi para dhemit tetap terjaga. Manusia harus dibikin kapok. Ya, saya punya gagasan, pasti manusia bakal keder menghadapinya. Coba dengarkan : kita culik wanita dari jagad kasar itu! Bagaimana? Setuju? Staf yang baik dan benar harus bilang setuju, ketimbang nanti dimutasi. Wilwo dan Egrang, bagaimana pendapatmu? Ini prioritas proyek lho.
117. Wilwo
Bagaimana? Ini kesempatan baik lho grang! Siapa tahu kita juga bisa mendapatkan tanda jasa seperti genderuwo.
118. Egrang
Enggak ah, saya sedang repot kok.
119. Jin Pohon Preh
Apa kamu bilang?
120. Egrang
O, enggak kok. Saya sanggup kok, saya tidak repot kok. Tidak repot.
121. Jin Pohon Preh
Repot ah!
Tiba-tiba terdengar kembali gemuruh suara buldozer meraung-raung riuh seperti hendak memangsa para dhemit. Kini terdengar semakin menakutkan dan menghawatirkan. Para dhemit bersiap-siap mempertahankan diri.
122. Genderuwo
( dengan ketakutan dan cemas) mereka datang lagi lurahe.
123. Jin Pohon Preh
Ya kita bertahan! Ayo bertahan!
Para dhemit berjaga-jaga, menghadapi segala kemungkinan yang bakal timbul. Yakni keberingasan manusia. Mereka siaga menghadapi manusia. Tapi yang muncul justru sawan, salah satu dhemit, teman mereka sendiri. Ia datang menggendong sesuatu di punggungnya.
124. Jin Pohon Preh
( memandang kedatangan sawan) lho, ini rak si sawan ta? Lho, ini, kamu kok sudah menggondol wanita dari jagad kasar? Bajigur ki! Gue baru ngomong, elu sudah nyolong! Siapa yang memerintah kamu wan? Siapa-siapa?
Sawan menggunakan bahasa isyarat, karena takut, menunjuk kepada genderuwo. Jin pohon preh langsung naik pitam, marah kepada genderuwo.
125. Jin pohon preh
Edan, genderuwo! Jadi kamu yang memberikan perintah itu? Lancang! Itu artinya kamu meremehkan kewibawaan jin pohon preh, pimpinan para dhemit! Tidak sopan! Tidak pakai tata krama! Saraf! ( genderuwo melotot kepada sawan, menahan marah dan tampak seperti hendak menerkam). Genderuwo, bergerak koordinasi semacam itu bisa mencerminkan kesatuan kita ini yang rapuh. Atau barangkali kamu menyimpan maksud tersembunyi untuk menjegal kewibawaanku? Mau mencemarkan kehormatan piminan? Mempermalukan atasanmu? Subversif kamu! Oleh karena itu, genderuwo, atas segenap kelancanganmu itu, rencana menganugerahkan bintang jasa maha dhemit, dengan ini saya cabut!
Genderuwo langsung menjatuhkan tongkatnya, diikuti Wilwo dan Egrang. Genderuwo tampak putus asa, lunglai, kecewa.
126. Jin Pohon Preh
Para dhemit, kebijaksanaan-kebijaksanaan lancang seperti yang dilakukan genderuwo, merupakan usaha penjegalan. Menohok teman seiring, musuh dalam selimut. Laporan isyarat kewaspadaan tadi, dengan itu bisa diartikan sebagai muslihat. Sekarang saya sudah paham dengan trik-trik kalian. Tabiat inilah yang akhirnya memunculkan krisis kepercayaan. Saya tidak akan lagi dengan gampang mempercayai laporan kalian. Harus ada perhitungan............
Tiba-tiba terdengar lagi suara gemuruh, meraung-raung, mengancam para dhemit, mereka pun kalang-kabut, cemas, siap berlarian untuk menyelamatkan diri.
127. Wilwo, Egrang, Sawan
(serentak bersahut-sahutan dengan was-was) lurahe, mereka datang lagi! Manusia-manusia itu menyerbu kita kembali lurahe. Hati-hati! Mereka mau memangsa kita lagi!
128. Jin Pohon Preh
Apa? Sekarang kamu bilang ada ancaman lagi? Omong kosong! Ini pasti muslihat lagi! Kita ini sebetulnya tidak punya musuh. Musuh-musuh itu hanya ada di dalam pikiran kalian sendiri. Sana, kalau kalian mau terbirit-birit pergi ketakutan! Sana! Pergi! Akan saya hadapi sendiri kalau memang itu ancaman ( ia memberanikan menghadapi sendiri ancaman itu, bagaikan pahlawan. Tapi akhirnya keder juga, karena suara gemuruh itu memang betul-betul hendak melumatnya. Dengan menguntit di belakang Gendruwo yang pergi dari tempat dengan kecewa, ia merengek-rengek minta perlindungan.) Wo, ternyata sungguhan. Aduh, manusia itu benar-benar datang bergerombol hendak memangsa kita. Aduh, aduh, banyak sekali. Banyak sekali. Gendruwo, tolong ya. Tolong, mereka betul-betul datang. Tolong, gendruwo. Tolong.
BAGIAN KETIGA
Di tempat tinggal sesepuh desa, di desa di hutan yang tengah dibuka untuk proyek pembangunan perumahan itu. Sesepuh desa tengah membicarakan persoalan hutan yang tengah dibuka untuk proyek itu kepada pembantu sesepuh desa. Mereka tenggelam dalam pembicaraan yang tampaknya penting dan sangat mendesak itu.
129. Sesepuh Desa
Juragan proyek itu memang sudah kebangetan. Edan betul. Sudah saya peringatkan, mbok kalau nebang pohon di hutan itu jangan seenaknya, lha kok sekarang malah nekat. Nebang seenaknya sendiri. Akibatnya sekarang bagaimana. Tukang-tukangnya ngegletak semua. Sakit mendadak.
130. Pembantu sesepuh Desa
Tapi itu bukan kesalahan kita.
131. Sesepuh Desa
Betul, bukan kesalahan kita. Tapi kan saya sudah memperingatkan. Mbok ya diselamati dulu sebelum nebang. E, lha kok sekarang malah menuduh saya bikin kerusakan, bikin gara-gara. Apa tidak edan itu namanya?
Di tengah-tengah pembicaraan kedua orang yang bersungguh-sungguh itu, tiba-tiba Rajeg Wesi datang, langsung mendekati kedua orang itu.
132. RajegWesi
Maaf, saya terpaksa masuk ke sarang teroris!
133. Pembantu Sesepuh Desa
Kamu salah yang ke 169 kalinya.
134. Sesepuh Desa
Sejak sampeyan datang kemari!
135. RajegWesi
Terus terang saja, proyek saya baru terkena angin ribut. Termasuk daerah ini. Kesempatan ini kamu gunakan untuk menculik Suli, konsultan saya.
136. Pembantu Sesepuh Desa
Kamu salah yang ke 170 kalinya!
137. Sesepuh Desa
Pak Rajeg, sejelek-jeleknya warga desa saya ini, sejelek-jeleknya saya ini, kami masih punya martabat untuk tidak main culik-culikan. Ketahuilah, Suli, konsultan sampeyan itu, hlang digondhol dhemit!
138. RajegWesi
Digondhol dhemit? Sekarang ini apa-apa kok mesti dhemit! Dhemitnya ya kalian berdua itu!
139. Pembantu Sesepuh Desa
Kamu salah yang ke 171 kalinya.
140. Sesepuh Desa
Pak Rajeg, saya bisa membuktikan kalau Suli digondhol demit. Dan saya bisa mengembalikannya hari ini juga. Tapi saya punya satu syarat!
141. RajegWesi
Apa?
142. Sesepuh Desa
Mulut sampeyan!
143. Rajeg Wesi
Bayar berapa?
144. Sesepuh Desa
Jangan bayar saya!
145. Rajeg Wesi
Lantas sama siapa?
146. Sesepuh Desa
Warga desa!
147. Rajeg Wesi
Nah, ini motivasinya ! kamu culik Suli, supaya aku membutuhkan kamu. Lantas kamu saya kerjakan di proyek saya. Benar apa benar?
148. Pembantu sesepuh Desa
Kamu salah yang ke 172 kalinya.
149. Sesepuh Desa
Pak Rajeg, sekarang itu yang butuh siapa? Sampeyan, saya, atau sebaiknya sampeyan minggat saja dari sini!
150. Rajeg Wesi
Tidak. Ini tadi hanya bentakan formalitas. Jadi tidak ad maksud apa-apa. Yang jelas semua syarat sampeyan, saya penuhi, asal Suli dikembalikan pada hari ini.
151. Pembantu Sesepuh Desa
Kalau begitu, mari ikut saya!
BAGIAN KEEMPAT
Di tempat tinggal Jin Pohon Preh
Di tengah-tengah suasana yang menegangkan itu, Gendruwo masuk ke tempat itu diikuti Egrang, Wilwo, dan Sawan. Gendruwo tampak sedang gusar, tegang dan marah. Diungkapkannya kemarahannya itu kepada para dhemit yang mengikutinya, dengan menyanyikan tembang.
Nyanyian amarah Gendruwo
Kecengklok rasaning ati
Si gendruwo, dituduh mendahului pemimpine
Perih rasaning ati
Perih rasaning ati
Apa tumon, apa tumon
152. Gendruwo
Kebangeten!
153. Egrang, Wilwo, Sawan
(serempak bersama-sama, mantap) apanya yang kebangeten?
154. Gendruwo
Kalian duduk dan dengarkan. Kemarin aku membaca kitab ” CAHAWO ”. ”CAHAWO” itu adalah catatan harian Gendruwo. Yaitu buku harian pribadiku sendiri. Di dalam kita itu disebutkan sebuah negeri yang bernama Utaranusia. Utara artinya Lor. Nusiah, artinya manusia. Dus tidak salah lagi,itu adalah negeri kita dahulu yang terletak di sebelah utara kediaman manusia. Disebutkan, di negara Utaranusiah itu, tak ada panas yang terlalu, tak ada dingin yan terlalu, tak ada manis yang terlalu, tak ada pahit yang terlalu, semua tenang.......tenang. tenang...... tenang. Ora ana panas, ora ana adhem, tidak ada gelap tidak ada terang. Adhem ayem, kadiyo siniram banyu wayu sewindu lawase. Negeri kita dulu aman dan tentram. Tak ada perampokan, tak ada kekerasan, apa lagi penggusuran. Al-kisah tiba-tiba datanglah bala tentara manusia dengan membawa peralatan yang meraung-raung bagai srigala, memporak-porandakan tempat tinggal para dhemit. Kerajaan kita dirusak. Harkat kedhemitan kita diinjak-injak.
Waktu itu kebetulan aku menjabat sebagai PPD. Apa itu? PPD adalah panglima pasukan dhemit. Jiwaku menjadi terpanggil untuk berjuang menghadapi agresor yang rakus itu. Aku bangkitkan semangat para dhemit yang lesu, yang parah karena patah semangat. Sehingga demi sedikit semangat para dhemitpun bangkit. Dan dengan lantang aku beni berkata kepada manusia : ” iyah, sakarepmu. Kekejera kaya manuk branjangan, kopat kapita kaya ula tapak angin, kena nenggalane gendruwo, ajur dari sewalang walang ”, saudara-saudara sekalian. ( para dhemit bertepuk tangan ) tapi itu dulu. Sekarang semuanya sudah terbalik. Perjuangan dan pengorbanan yang saya lakukan waktu itu, kini telah dilupakan oleh Jin Pohon Preh. Aku sebagai milik ide, tidak lagi direken oleh, Jin Pohon Preh! Bahkan sekarang dengan gampang ia mencampakkan diri saya semena-mena. Pemimpin macam apa itu. Ahistoris dia! Karena itu saudara-saudara, selagi kalian belum dicampakkan, aku menyarankan agar kalian jangan mau digunakan begundlnya oleh...... Jin Pohon Preh! Setujukah kalian?
156. Egrang, Wilwo, Sawan
( serempak bersama-sama dengan mantap ) setujuuuuu!
157. Gendruwo
Kalian juga jangan mau dijadikan kambing hitam atau korban kesalahan oleh Jin Pohon Preh! Setujukah kalian?
158. Egrang, Wilwo, Sawan
Setujuuuuuuuu...........!
159. Gendruwo
Bagus! Kalian harus berani menunjukkan persatuan dan kesatuan para dhemit. Siapa berani berkata bahwa kita telah kehilangan tenaga? Siapa berani berkata bahwa kita minder dan takut menghadapi manusia? Tidak! Aku berani berkata, kita masih mampu berbuat! Kita tidak pernah merasa minder dan takut. Kita tidak pernah menggantungkan nasib kepada siapapun. Karena dhemit itu, universal. Oleh karena itu, sekarang aku ingin mengemukakan suatu gagasan, yaitu dongkel kedudukan Jin Pohon Preh. Setujukah kalian?
160. Egrang, Wilwo, Sawan
Setu....nggak, nggak.
Pada saat yang bersamaan muncul Jin Pohon Preh. Agaknya ia mendengar semua omongan dan amarah gendruwo.
161. Gendruwo
(sungkan dan malu pada Jin Pohon Preh) nggak kok.....nggak kok, nggak,nggak, nggak.
162. Jin Pohon Preh
Setuju! Jin Pohon Preh itu memeng digusur, karena memang sudah uzur. Sudah saatnya turun ya gendruwo ya? Gagasan cemerlang lho itu. Saya dukung sepenuhnya. Malah kalau perlu saya carikan investornya supaya usahamu yang luhur itu, sukses selalu. Bukannya begitu genderuwo?
163. Gendruwo
(ketakutan, pekewuh) lho, sekarang kok Cuma klecam-klecem, padahal tadi serem. Jangan seperti banci, gendruwo. Kamu ini panglima dhemit. Bukan begitu para dhemit?
164. Egrang, Wilwo, Sawan
( serempak menggeleng )
165. Jin Pohon Preh
Waduh sekarang kalian ikut-ikutan bego’. Padahal kalian juga bersemangat sekali!
166. Gendruwo, Egrang, Wilwo, Sawan
(sambil berdiri dengan serempak) tidak!
167. Jin Pohon Preh
Begitulah, jawaban yang munafik itu, selalu kompak seperti paduan suara. Para dhemit, sekarang kapok tidak bahwa rencana sinting seperti itu berarti menurunkan kewibawaan Jin Pohon Preh?
168. Gendruwo, Egrang, Wilwo, Sawan
Kapok, kapok....... kapok, kapok...... kapok, kapok.
Tiba-tiba terdengar kembali suara gemuruh, meraung-raung mengancam. Para dhemit kalang kabut, bersiap-siap mempertahankan diri kembali, semua saling bertaut mempersatukan diri.
169. Jin pohon Preh
Bagus itu, artinya kita harus kembali dalam ikatan persatuan. Kita kokohkan lagi semangat kita dan kta usir jika musuh datang. Kita singkirkan rasa saling curiga, kita pertahankan kekuatan kita ini!
(Jin Pohon Preh memimpin para dhemit berkonsentrasi dengan menyanyikan tembang)
Apuranen sun angetang
Lelembut ing nusa jawi
Kang rumeksa ing nagara
Pra ratune dhedhemit
Agung sawabe ugi
Yen eling sayadanipun
Kedah kinaryo tulak ginawe
Tunggu wong sakit
Lemah aeng, lemah sangar dadi tawaaaaa..............
Para dhemit menggebrak mengerahkan seluruh kemampuan untuk mengkonsentrasikan diri, mempertahankan diri dari ancaman yang datang itu. Yang datang ketempat ternyata, Sesepuh Desa, Pembantu Sesepuh Desa disertai Rajegwesi. Ketiga orang itu mendekati pohon preh. Para dhemit mengawasi kedatangan mereka dengan seksama. Sespuh Desa diam-diam menghaturkan sesaji. Dan Gendruwo pun lalu menyelidiki kedatangan mereka itu.
170. Gendruwo
( menjelaskan kepada Jin Pohon Preh ) sesepuh desa lurahe.
171. Jin Pohon Preh
Sesepuh desa? Lha, itu artinya kita bakal makan.
172. Sesepuh desa
(khusus kepada Jin Pohon Preh) Jin..........pohooooonnn Preeeeehhhhh! Kini kami...... datang......... membawa sesaji secukupnya-aaaaaaaaaahhhhh.........!
173. Jin Pohon Preh
Egrang, tolong dicek!
174. Egrang
(setelah mencek sesaji Sesepuh desa itu) wuaduh! Kita dihina lurahe! Masak kita dikasi endhas kuthuk!
175. Gendruwo
(marah besar mendekati sesepuh desa, hendak memukulnya) o, edyan! Kurang ajar!
176. Jin Pohon Preh
(menahan gendruwo) eit, gendruwo! Jangan nekat! kamu mesti sabar. Kepada manusia itu, kita harus penuh toleransi. Tidak perlu harus dimaki, dipukul. Sebab manusia datang kemari selalu membawa upeti. Dan yang namanya upeti akan bertambah dengan sendirinya. Sabar ya.
177. Sesepuh Desa
(menambah sesajinya) jika memang dirasa kurang, Jin Pohon preh. Maka dengan ini saya tambah dengan kembang boreh.
178. Jin Pohon Preh
Nah, iya ta. Tambah dengan sendirinya. Karena memang begitukah sifatnya upeti itu. Sedikit-sedikit, lama-lama menjadi.......rumah Spanyolan!
179. Sesepuh Desa
Saya tambah lagi dengn kemenyan.
180. Jin Pohon Preh
Menyan? Wah, lumayan, bisa untuk mut-mutan.
181. Sesepuh Desa
Jin Pohon Preh, kedatangan kami ke sini sebetulnya ingin menanyakan, apakah di sini terselip seorang wanita dari dunia kasar?
182. Jin Pohon Preh
Terselip? Aneh lho. Wanita kok terselip! Biasanya wanita itu kan di, akhirannya ”i” ta?
183. Sesepuh Desa
Adapun nama wanita itu adalah, aduh, siapa ya? Siapa pak Rajeg?
184. Rajegwesi
Suli
185. Sesepuh Desa
Ya, Suli, Jin Pohon Preh.
186. Gendruwo
Suli? Aduh, jangan-jangan wanita yang dimaksud sesepuh desa ini, wanita yang kemarin diculik Sawan itu, lurahe.
187. Egrang
Eh, aneh ya? Kok mereka, manusia-manusia itu, bisa menerti bahasa kita ya?
188. Gendruwo
Itu karena mereka sering menseminarkan kehidupan para dhemit.
189. Sawan
Ya, ndak ta. Mereka itu kan sering baca koran mingguan yang isinya dhemit thok.
190. Wilwo
Ya, tidak ta. Ini akibat komputerisasi di segala bidang.
191. Gendruwo
Soal wanita itu, saya usul lurahe. Tanyakan kepada dia, apakah wanita yang dibawa Sawan kemarin itu tergolong manusia seutuhnya atau tidak. Ini penting untuk menjaga agar jagad ini tetap steril, lurahe.
192. Jin Pohon Preh
Jika demikian kemauan para bawahan, saya sebagai pimpinan yang baik, patuh melaksanakannya. Selamat tinggal.
193. Gendruwo, Egrang, Wilwo, Sawan
Selamat jalan, bapak.
194. Jin pohon Preh
( mendekati sesepuh desa) saudara sesepuh desa, sebelum akhirnya memutuskan keputusan penting, saya perlu ngecek soal wanita itu. Apakah wanita yang kamu maksud itu, tergolong manusia seutuhnya atau tidak, atau manusia yang sudah utuh, atau utuhnya sudah hilang?
195. Sesepuh Desa
Ya, kadang-kadang utuh, kadang-kadang tidak. Ini sangat perlu sekali saya ketahui secara persis. Supaya jagad kami tetap steril, tidak tercemar.
196. Sesepuh Desa
Jika memang ada, perkenankan saya untuk meminta kembali wanita itu.
197. Jin Pohon Preh
Apa? Dikembalikan? Enak saja. Ketahuilah sesepuh desa, meskipun kami ini Cuma dhemit, kami juga menganut asas musyawarah dan mufakat. Artinya, segala keputusan tidak bisa tiba-tiba dilahirkan. Harus dirembuk dengan staf lainnya. Bersediakah sampeyan menunggu?
198. Sesepuh Desa
(mengangguk dengan mantap) silahkan.
Jin pohon Preh segera kembali menuju ke tempat para dhemit. Ia mendekati georombolan dhemit itu dengan bangga dan mantap.
199. Gendruwo,Wilwo, Egrang,Sawan
Selamat datang bapak, selamat datang bapak.
200. Jin Pohon preh
Nah, begini para dhemit, dalam pembicaraan tadi terbesit keinginan manusia, untuk meminta kembali wanita yang ternyata diculik Sawan. Nah, saya meminta pertimbangan kalian.
201. Gendruwo
Saya punya pendapat, agar segera kita membuat perjanjian baru lagi, dan harus ditaati oleh kedua belah pihak.
202. Jin Pohon Preh
Baiklah, jika memang begitu. Sekarang saya akan kesana lagi. Selamat tinggal adik-adik, bapak akan berjuang.
Jin pohon Preh menemui Sesepuh desa.
203. Jin Pohon preh
Se-se-puh de-sa........
204. Egrang
Lurahe! Kurang meyakinkan. Bikin serem, dibikin angker biar menakutkan!
205. Jin Pohon Preh
Seeeee – seeee – puh deee – saaa…..
Sesepuh desa, yang semula tengah berembuk dengan Rajegwesi dan pembantu sesepuh desa, tiba-tiba mendengarkannya dan segera mendekati Jin pohon preh.
206. Jin Pohon Preh
Bapak sesepuh desa yang saya hormati, setelah kami melangsungkan diskusi singkat dengan para staf, akhirnya telah diperoleh intisari dari pada keputusannya yaitu bahwa kami pada dasarnya tidak berkeberatan seumpama wanita Sandra itu pulang ke jagad kasar. Namun begitu, hasil diskusi tadi menyarankan supaya kita harus saling menghormati kedaulatan dan kehidupan masing-masing. Jangan saling memangsa, jangan saling mengganggu ketentraman. Kita harus saling menghormati. Demikian hasil keputusan itu. Terima kasih.
207. Sesepuh Desa
Hasil dari diskusi singkat kami, maka kamipun telah mendapatkan suara bulat, bahwa kami akan memugar tempat ini sesuai dengan citra perdhemitan.
208. Jin Pohon Preh
Apa? Kamu akan memugar tempat ini? Jangan! Itu artinya kamu Cuma akan mengkultuskan dhemit. Itu tidak baik! Kultus mengkultus itu sudah menjadi bagiannya manusia. Dhemit tidak mengenal kultus. Ya, ya, ya, ya?
209. Gendruwo,Egrang, Wilwo, Sawan
Yayayayayaaaaaa...... ha- iya.
210. Sesepuh Desa
Tapi saya kenal kok, ya mbak ya?
211. Pembantu sesepuh Desa
Ha – iya.
212. Sesepuh Desa
Jika usulan saya tidak berkenan, maka saya akan memperbaharui janji, yaitu kami tidak akan lagi mengganggu kehidupan para dhemit. Kami betul-betul berjanji.
213. Jin Pohon Preh
Baiklah kalau begitu. Tapi, kalian sendiri yang membikin janji lho. Kita harus saling menghormati. Sawan! Segera kembalikan wanita dari jagad kasar itu.
Sawan segera pergi menjemput Suli. Sesaat kemudian Sawan muncul kembali dengan membawa Suli, yang diam saja, belum sadar sepenuhnya, Rajegwesi pun belum bisa melihat kehadiran Suli. Tapi Sesepuh Desa bisa meihat kehadiran Suli.
214. Sesepuh Desa
(kepada Rajegwesi) pak Rajeg, apa sampeyan merasa ada sesuatu yang lain?
215. Rajegwesi
(sambil mencelingukan mencari-cari) tidak ada itu.
216. Sesepuh Desa
Goblok ( menunjukkan kepada suli di dekatnya) lha, wanita ini siapa?
Rajegwesi mendekati Suli dan menariknya setelah wanita itu sadar kembali, bahwa ia telah ada di dunianya sendiri.
217. Suli
Lho, kok saya ada di sini?
218. Rajegwesi
Ya, tadi kamu di sana, terus saya tarik kesini.
219. Suli
Saya takut, pak Rajeg?
220. Rajegwesi
Sekarang tak perlu takut, semua sudah saya beresi.
221. Sesepuh Desa
(dengan mendekati Rajegwesi) pak Rajeg, saya sudah memenuhi permintaan sampeyan.
222. Rajegwesi
Terus maumu apa?
223. Sesepuh Desa
Penuhi permintaan saya!
224. Rajegwesi
Untuk apa?
225. Sesepuh Desa
Untuk warga desa!
226. Rajegwesi
Tidak bisa!
Sesepuh meledakkan kemarahannya dengan mencengkram Rajegwesi seperti hendak menerkam. Mereka memang tengah bertengkar seru. Pembantu sesepuh Desa melerainya.
227. Sesepuh Desa
Baik. Kalau sampeyan ada apa-apa sampeyan tanggung sendiri!
Sesepuh desa diikuti pembantunya pergi dari tempat itu.
228. Suli
Pak Rajeg, ada Urusan apa dengan sesepuh Desa?
229. Rajegwesi
Kamu tak perlu ikut campur. Dia tadi mengajak saya di bawah pohon preh itu. Lantas komat kamit biar kelihatan angker. Biar saya takut. Pinter kok sekarang ini cari pekerjaan semacam itu.
230. Jin Pohon Preh
(kepada Gendruwo) masak kita dibilang pinter. Aneh kan. Kita ini di kodratkan sebagai sosok yang bodoh. Saya semakin tidak bisa memahami manusia. Suatu saat menseminarkan manusia. Tapi genderuwo, saya takut manusia itu tidak bisa menepati janjinya.
231. Suli
Dhemit atau bukan, itu tidak penting. Sekarang masalahnya, bagaimana kita bisa menyelesaikan persoalan itu.
232. Gendruwo
Lurahe, tempat tinggal kita ini hanya tersisa sepotong-sepotong. Kita selalu didesak-desak. Jadi mana mungkin kita punya waktu menseminarkan manusia?
233. Rajegwesi
Suli, aku lebih percaya pada otak dan tanganku. Dengan tangan dan otakku ini, alam bisa saya kembangkan.
234. Jin Pohon Preh
Tidak Genderuwo, kita masih bisa menaruh harapan kepada sesepuh desa. Dialah salah seorang manusia di jagad kasar yang tidak bertangan dan berotak gombal.
235. Rajegwesi
Suli, yang jelas, saya tidak ingin proyek saya ini menjadi gombal, hanya lantaran pohon preh itu.
236. Gendruwo
Tapi lurahe, tidak semua manusia itu bisa diajak kerjasama seperti sesepuh desa itu. Apalagi.......( sambil menunjuk kepada Rajegwesi) lihat itu, lurahe. Manusia yang memakai topi kuning itu. Dia sangat berbahaya.
Para dhemit cemas dan takut melihat Rajegwesi.
237. Suli
Pak Rajeg, sekarang tak usah berbelit-belit. Jelaskan apa maunya pak Rajeg sebenarnya.
238. Rajegwesi
Sudah jelas. Robohkan pohon preh itu!
239. Suli
Pak Rajeg, kita sudah tak mampu merobohkan pohon preh itu dengan cara apapun!
240. Rajegwesi
Kamu ketinggalan zaman. Pakai dinamit!
Mendengarkan kata dinamit, para dhemit semakin gusar dan takut. Mereka bersikap waspada. Mereka mulai beraksi. Kalang kabut. Sementara Rajegwesi sibuk mengatur dinamitnya untuk di sekitar pohon Preh, siap diledakkan.
241. Suli
Ingat pak rajeg. Akibatnya bisa gawat sekali. Tanah bisa longsor semuanya.
242. Rajegwesi
(sambil memasang dinamit) hentikan konsultasimu Suli! Minggir sana!
243. Suli
Baik, kalau begitu akan saya panggil seluruh penduduk desa, akan saya panggil sesepuh desa.
244. Rajegwesi
(sambil memasang dinamit) panggil sana! Panggil semua penduduk desa!
Para dhemit semakin gusar dan cemas melihat rakitan dinamitnya ada dimana-mana,di sekelilingnya. Kini mereka benar-benar kalang kabut, tercerai berai..
245. Rajegwesi
Suliiiiiiiiiiiii.................. lihat ini, Suliiiiiiiiiiii...................!
Rajegwesi menekan tombol lalu meledakkan dinamit itu menghanckan kawasan itu, pohon preh hancur, tumbang. Para dhemit lenyap. Rajegwesi tersungkur sendiri. Tanah di situ kini longsor.
Terdengar suara meraung-raung, suara menyayat hati. Suara mengerang kesakitan. Dan ketika semua reda. Ketika semua sepi, muncul pembantu sesepuh desa, ia lari terbirit-birit, melihat sekelilingnya. Saat melihat Rajegwesi terkapar tak berdaya di tengah-tengah tanah sekelilingnya yang longsor itu, ia berhenti. Memandangnya tajam.
0 komentar:
Posting Komentar