Rabu, 27 Mei 2009

DARI PERSOALAN KESEHARIAN SAMPAI PERSOALAN DI LUAR JANGKAUAN

CATATAN KECIL DARI RESITAL 3 TAHUN 2008
DARI PERSOALAN KESEHARIAN SAMPAI PERSOALAN DI LUAR JANGKAUAN

Tujuh flim pendek telah ditayangkan dalam acara resital 3 smansa tahun 2008. Film-film yang banyak berbicara mengenai kaum muda dengan kesehariannya. Persoalan-persoaln yang paling dekat samppai pada persoalan-persoalan di luar akal sehat. Cukup menarik ide-ide yang ditawarkan, namun kadang ide baik tersebut terbelenggu oleh waktu yang disediakan demikian pendek, sehingga umumnya banyak muncul gambar minim dialog, laksana sebuah film musikal cerita dituntun oleh lagu musik yang melatari. Secara kreatif, mereka sudah mampu menyiasati keterbatsan fasilitas, walau kadang cerita yang dipaparkan amat datar, dan penuh guyonan menertawakan diri sendiri atau orang lain.

Dari apa yang saya saksikan selama sepekan resital smansa, ada beberapa catatan yang cukup menarik untuk diutarakan;
Pertama, penggalian nilai-nilai budaya lokal amat bagus, karena dapat menjadi jalan sebuah revitalisasi ditengah gempuran budaya global. Dalam mengangkat budaya lokal diperlukan sikap kritis sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap perubahan. Artinya tidak semua budaya lokal harus dipertahankan, karena sudah tak memberikan lagi pada kontribusi pada hidup kekinian, tidak ada salahnya meninggalkan tradisi lokal, sebagai dinamika peradaban yang lebih kondusif.
Kedua, parodi dunia pendidikan, beberapa tayangan mengambil latar belakang yang sama, suasana kelas dan guru sebagai obyek lelucon, dan bahkan dengan keterlaluan ada adegan guru yang dielus-elus, pundaknya karena guru tertidur di kelas pada saat ulangan membuat sussana kelas jadi gaduh. Atau guru yang ditinggalkan muridnya di dalam kelas dan dijadikan bahan olok-olok murid-muridnya tanpa rasa bersalah.
Ketiga, mengangkat budaya lokal dlam aneka persoalannya tidak bisa sekedar membayangkan dan menurut persepsi pribadi tetapi perlu dilatari olehs ebuah riset yang memadai sehingga apa yang kita buat bisa memberikan nilai positif bagi perkembangan kebudayaan.
Keempat, persilangan budaya lokal dengan budaya asing seperti penggunaan bahasa lokal dalam dialog dan judul film mempergunakan bahasa Inggris. Sebuah penanda bahwa anak-anak muda smansa tak canggung lagi untuk mempergunakan bahasa asing dan meleburnya dengan bahasa lokal. Menegaskan bahwa globalisasi telah mampu menjebol batas-batas wilayah, negara, ras, agama, dan kebangsaaan.

Namun begitu saya merasa bangga dengan keberanian anak-anak muda smansa untuk berbuat dan membuat sebuah cerita dalam film, sebuah fiksi yang sebenarnya juga tidak steril terhadap realitas. Artinya bagi kita semua sebuah film dapat merupakan gambaran dari dunia nyata yang diolah ke dalam fiksi. Sehingga sepedas apa pun kritik yang disodorkan, adalah sebuah keinginan untuk melakukan perubahan. Namun, yang perlu juga diperhatikan pada saat kita menyalahkan orang lain, maka sebenarnya diri kita harus lebih hati-hati untuk tidak melakukan kesalahan. Pada saat kita mengolok-olok orang lain lebih bijaksana kalau kita mengolok-olok diri kita sendiri. Karena diri kita dapat menjadi cerminan orang lain. Juga orang lain yang kita olok-olok bisa-bisa itu mengenai diri kita sendiri. (Hidayat Raharja)

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

 

TANAH KAPOR | Creative Commons Attribution- Noncommercial License | Dandy Dandilion Designed by Simply Fabulous Blogger Templates