Senin, 20 Juli 2009

MENEMUKAN KEMBALI SPIRITUALITAS KYAE BARUMBUNG

Ziarah Teater Smansa menuju Pekan Seni Pelajar-2009


Matahari pagi merangkak dari waktu menuju waktu selanjutnya

Proses karya berputar menemukan bentuknya

Dan spiritualitas kyae Barumbung ingin kita temukan

....

Minggu pagi pukul sembilan, semua peserta garapan teater ”Legenda Kyae Barumbung” beranjak dari markas kates (Komunitas Teater Smansa) menuju Banasare – Rubaru untuk melakukan acara ritual sehubungan dengan ketokohan Kyae Barumbung yang dijadikan ide garap seni pertunjukan kali ini. Sosok Kyae Barumbung sudah sangat dikenal oleh masyarakat Sumenep, dimana legenda timun putih dengan kera sebagai santrinya dan petilsan Kyae Barumbung sampek sekarang masih sering dijadikan tempat ziarah. Kami tim teater smansa juga melakukan ziarah ke pesarihan Kyae Barumbung untuk menemukan spiritual Kyae Barumbung.

Dengan smilirnya angin di tengah perladangan tanaman timun dan sedikit menyebaerangi sumber (sungai) Barumbung kita sampai pada bangunan kuburan. Disekelilingnya kita melihat hamparan tanaman mentimun dengan begitu suburnya. Doa dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan surat Yasin dibacakan bersama-sama. Nuansa spiritual terasa mengetarkan bathin kita dan selanjutnya kita taburkan kembang di atas pesarehan Kyae Barumbung.

Selesai kita melakukan acara ritual, kita menikmati suasana pedesaan yang masih asri dan aura disekeliling daerah tersebut sungguh menarik perhatian kita untuk dinikmati. Sumber yang selalu mengalir walaupun musim kemarau menandakan bahwa berkat sumber Kyae Barumbung masyarakt sekitarnya bisa menanam mentimun dan palawija lainnya. Tanaman cabe dan mentimun terlihat subur dan masyarakat memanfaatkan sumber Barumbung untuk menyirami tanaman tembakau. Teman-teman teater juga menikmati dinginnya sumber barumbung dan percikan airnya membasuk wajah-wajah mereka sehingga nampak segar baik lahir maupun bathinnya.

Azan dhuhur berkumandang dari mushollah dibalik gundukan tanah dan rimbunan bambu-bambu. Lalu kita melanjutkan perjalanan menuju tempat latihan lagi. Spirit Kyae Barumbung terasa ketika teman-teman melanjutkan proses akhir garapan kali ini.

Congngo'lah...

Minggu, 12 Juli 2009

NASKAH LAKON CERITA RAKYAT "LEGENDA KYAI BERUMBUNG"



Karya : Agus Suharjoko, S.Sn.

1. Para petani putus asa karena lahan pertaniannya gersang dan tak dapat ditumbuhi tanaman apapun.

Petani A :

Bagaimana ini?! Lahan semuanya tandus, gersang dan tak dapat ditumbuhi apapun. Sementara sumur tidak ada lagi airnya.

Petani B :

Iya ya... terus bagaimana dengan panen kita. Pasti dimusim ini kita akan gagal panen lagi. Mana kita harus membayar upeti kepada penguasa.

Petani 3 :

Ayo kita bekerja lebih giat, siapa tahu kita masih bisa mendapatkan hasil walaupun tidak sesuai dengan harapan kita.

Petani 4 :

Iya.... ya.... dan kita pasrah saja dengan keadaan seperti ini.

Petani A :

Iya mau bagaimana lagi, penguasa itu memang tidak pernah mau tahu tentang kesulitan kita.

Petani B :

Iya yang mereka mau hanyalah, upeti dan upeti dari kita.

2. Kyai Barumbung mendengarkan keluhan penduduk, akhirnya dengan meminta pertolongan Yang Maha Kuasa didapatkannya sumber air.

Kyai Barumbung :

Assalamualaikum...

Semuanya :

Walaikum salam

Kyai Barumbung :

Sedang apa kalian ?! Kok tidak bekerja. Apa yang sedang kalian alami dengan tanaman kalian ?!

Petani A :

Ini pak... coba bapak lihat... lahan tandus...tanaman tak lagi bisa tumbuh dengan subur dan sementara air tak lagi dapat kita temukan...

Petani B :

Lalu bagaimana kami nanti bisa panen, sementara penguasa maunya hanya meminta dan meminta upeti dari kami....

Petani 3 – 4 :

Kami sudah tidak kuat lagi pak menanggung beban hidup dan penderitaan ini. Tapi bagaimana lagi? Kami hanyalah rakyat kecil dan menggantungkan hidup ini dari hasil bercocok tanam kami, lalu apa jadinya kalau begini...

3. Lalu para petani pulang, sementara Kyai Berumbung memohon petunjuk pada Allah SWT. Dan terjadilah ke ajaiban, Kyai Barumbung menemukan sumber air.

Kyai Barumbung :

Alhamdulillah...ternyata Allah SWT. memberikan apa yang diharapkan oleh penduduk...

Petani 5 :

Assalamualaikum ....

Kyai Barumbung :

Walaikumsalam... ada apa ini ?!

Petani 5 :

Alhamdulillah Kyai telah memberi kami sumber air untuk penduduk desa di sini, terima kasih kyai...

Kyai Berumbung :

Jangan berterima kasih kepada saya, bersyukurlah kepada Allah SWT... Assalamualaikum..

Petani 5 :

Walaikumsalam...

Weh...para penduduk semua, ini ada air...

4. Para petani saling berucap syukur dan sumber mata air itu diberi nama : SUMBER BERUMBUNG

5. Aktivitas petani menyiram tanaman dan petani bercocok tanam di ladang.

Suasana panggung :

- Orang-orangan sawah bergerak ritmis karena angin.

- Musik (kotekan sawah)

- Petani lagi cangkruk di bawah orang-orangan sawah

- Empat petani masuk (dua dari kiri dan dua dari pemusik)

-Kera lewat

Petani 3 :

Sungguh bersyukur, panen melimpah berkat sumber berumbung. Namun getirnya hidup ini kita tidak pernah menikmati hasilnya karena harus diserahkan sebagai upeti. Kapan kita bisa menikmati hasil panen dari tanah dan keringat kita sendiri... dasar penguasa..

Eit kenapa aku bicara sendiri ya?

Petani A :

Ada apa pak ? kok kedengarannya bapak bicara sendiri...

Ya memang beginilah nasib kita, nasib rakyat kecil yang selalu kalah oleh penguasa.

Petani 3 :

Iya ini bu... tapi kenapa ibu ke ladang sendirian, kok suaminya gak ikut serta ? hehehe... maaf cuman nanyak.

Petani A :

Ya beginilah pak nasib saya, sudah 3 tahun ditinggal suami..

Petani 3 :

Oh jadi ibu janda toh ?

Petani A :

Iya pak saya sudah menjanda, memangnya kenapa pak ?

Petani 3 :

Ya ndak apa-apa bu, saya cuman pengen meringankan beban ibu, boleh kan ? tapi ngomong-ngomong, sakit apa almarhum suami ibu ?

Petani A :

Ya beginilah memang nasib rakyat kecil, suami meninggal bukan karena sakit, tapi dianiaya oleh penguasa karena mempertahankan harga dirinya, harga diri orang Madura.

Petani 3 :

Oh maaf kalau begitu, sudah mengganggu ketenangan sampeyan..

6. Kera tiba-tiba menyelinap di balik tanaman timun. Orang-orang pada mengusirnya.

Petani A :

”sebentar lagi kita akan panen, semoga panen kita kali ini utuh kita nikmati, tidak seperti dulu yang kerap kali dicuri oleh para penyamun, huh............

Petani B :

”kamu benar, bertahun-tahun sejak penguasa lalim itu menjadi penguasa disini, bukannya kemakmuran yang kita dapatkan, mana harus berhadapan dengan pencuri, belum lagi musti menyerahkan upeti pada mereka, nasib.........nasib........!

- Musik suasana berubah

7. Aktivitas Berhenti saat kedatangan kyai berumbung.

- Dari balik pemusik berdiri kyai berumbung sambil melihat-lihat suasana sawah.

- Melangkah mendekati para petani

Kyai berumbung :

”Assalamualaikum”

Para petani :

”wa’alaikum salam”

Kyai :

”bagaimana kabar kalian dan keluarga kalian semua?”

Petani A :

”kabar kami dan keluarga kami tidaklah begitu baik kyai, setiap kali menghadapi masa panen, kami selalu dihantui keresahan,apalagi beberapa tahun terakhir ini hasil panen kami tidak bisa kami nikmati sendiri”

Kyai :

”astaghfirullah....memangnya apa yang telah terjadi selama ini dengan kalian?”

Petani B :

”begini kyai, hasil panen kami sebenarnya sangatlah melimpah, namun semenjak penguasa lalim itu berkuasa, situasi desa kami tidak aman, perampokan, penindasan, pemerasan bahkan pencurian atas harta benda kami telah merajalela, kami tidak bisa berbuat banyak, karena nyawa taruhannya.”

Kyai :

”Masya Allah, sungguh tak berprikemanusiaan mereka, bertingkah seperti binatang, begini, kalian harus berusaha keluar dari masalah ini segera, bekali diri kalian dengan ilmu dan kemampuan membeladiri, lalu sertai dengan doa pada Tuhan.

- Kyai barumbung pamit terus keluar menuju pemusik

- Para petani berlatih silat

- Sementara di belakang panggung 2 orang membawa keranjang (upeti) lewat begitu saja dengan rasa ketakutan.

- Para petani merespon

- Para petani menuju tempat pemusik

- Kera masuk panggung

- Kyai Barumbung masuk panggung dan duduk di kanan panggung

8. Para Petani berwudhuk untuk mendengarkan wejangan kyai berumbung.

- Petani Masuk panggung

- Membuka paccak sambil membungkukkan tubuhnya

- Lalu duduk di panggung kiri

Kyai :

”Saudara-saudaraku, hidup ini tidak seindah dan tak semudah yang kita impikan, rintangan, cobaan, hambatan, datang silih berganti selama nafas masih dikandung badan, selama itu pulalah kita hendaknya terus menerus memohon perlindungan dan kekuatan pada Tuhan untuk bisa melalui itu semua, jangan berdalih bahwa kita pasrah pada ketentuan Tuhan padahal kita sebenarnya putus asa.

9. Kyai Berumbung bertutur tentang penindasan oleh penguasa di Madura.

Kyai :

”Saya masih ingat ketika dulu bangsa kita dikuasai oleh penguasa yang lebih jahat dari penguasa sekarang, kala itu rakyat selalu menjadi sasaran kesewenang-wenangan sang penguasa yang hidup dengan menghambur-hamburkan upeti yang kami bayar tiap saat, padahal mereka menyaksikan rakyatnya menderita kelaparan, bahkan disetiap harinya banyak mayat-mayat yang berserakan bagai guguran dedaunan di musim gugur, tangisan bayi-bayi malang yang tersebar di penjuru sudut jalan terus memekakkan telinga bagi mereka yang mendengarnya, dan yang menyedihkan lagi mereka menyuruh kami membuat masakan yang enak dan banyak disaat kami dililit sakit yang teramat sangat karena harus menahan lapar.........

Petani 3 :

”Maaf kyai,apakah waktu itu tidak ada orang yang melawan kedholiman penguasa yang rakus itu?”

Kyai :

”Tentu ada saudaraku, setiap kali ada orang yang menentang peguasa, sekejap itu pulalah penguasa berupaya dengan segala cara untuk memberangusnya, mulai dari menyuap dengan segala bujukan sampai melenyapkan orang tersebut tanpa bekas.

Petani 4 :

”Lalu bagaimana dengan nasib kami sekarang, tolonglah berikan kami jalan keluarnya.......”

10. Kyai Berumbung lagi berdialog dengan para santri/petani mengenai upeti masyarakat yang harus diserahkan kepada penguasa dan keresahan masyarakat tentang pencurian yang merajalelah akibat dari besarnya upeti yang harus diserahkan kepada penguasa. Sampai-sampai timun pun dicurinya.

Kyai :

”Apa yang bisa saya perbuat untuk meringankan penderitaan kalian?”

Petani 5 :

”Kyai Barumbung yang kami ta’dzimi, kami masih bisa hidup sampai sekarang karena nekad mengais makanan yang kami dapatkan dari tumbuh-tumbuhan yang masih tersisa di ladang kami, walau hasil panen kami berkecukupan tapi semuanya harus kami serahkan pada penguasa sebagai upeti, anggaplah upeti itu untuk membeli sisa umur kami, dan yang lebih memprihatinkan lagi, tanaman timun yang kami jadikan hasil sampingan itupun raib dicuri tanpa ampun, kalaupun tersisa hanya tinggal batangnya saja.

11. Tarian para petani

12. Para petani (santri) menghadap Kyai Berumbung untuk mendengarkan petuah.

Kyai :

”Assalamualaikum Wr.Wb.”

Para petani :

”Waalaikum salam Wr.Wb.”

Kyai :

”Alhamdulillah wa syukurilah, kita masih dalam lindungan Allah SWT, walau kita sedang diuji oleh Tuhan dan dalam kondisi yang menurut kasat mata sangat menyedihkan sesungguhnya merekalah para peguasa beserta antek-anteknya yang kelak jauh lebih menderita di hari pembalasan. Dunia ini hanya tempat persinggahan sementara, maka gunakanlah waktu sebaik-baiknya untuk memperbaiki hidup, dengan ilmu dan ikhtiar.

13. Dua orang masuk (penderitaan rakyat akibat penguasa lalim) dengan dianiaya oleh penguasa.

Pembawa Upeti 1 :

(menangis dengan ketidakberdayaan)

”Assalamualaikum.......”

Kyai :

”Waalaikum salam, kenapa kalian? Ada apa? Tolong ambilkan minum buat mereka.........sebut nama Tuhannmu.......tenangkan diri kalian.......baiklah ceritakan......

Pembawa Upeti 1 :

”begini kyai, barusan kami diseret paksa mengelilingi sawah kami sendiri kerena upeti yang kami serahkan berkurang dari semestinya, kami sudah jujur mengutarakan penyebabnya bahwa tanaman timun kami banyak yang busuk gara-gara kami tidak rutin merawatnya....”

Pembawa Upeti 2 :

”itu terjadi karena beberapa hari terakhir ini kami sakit, kami benar-benar tidak mampu lagi mengurusi sawah kami, jangankan berjalan, berdiripun saja kami sudah tidak sanggup, tapi mereka tidak mau tahu yang penting menurut mereka upeti tetap harus dibayar seperti biasanya, kami sudah tidak sanggup lagi menerima penderitaan ini, apa yang musti kami perbuat?”

14. Kyai barumbung mendekati santrinya (hewan Kera) dan menyuruhnya untuk menjaga lahan timun disekitar wilayahnya.

Kyai :

”wahai muridku, kesinilah.......mulai nanti malam kau kuberi tugas untuk menjaga timun-timun mereka jangan sampai hilang dicuri orang, kalau kamu gagal, mati itu jauh lebih baik buatmu.

Assalamu’alaikum...

Para santri :

Walaikumsalam...

(penuh keheranan, bahkan 2 orang yang lagi menunggu jawaban dari kyai hanya bisa melotot tanda tak mengerti)

15. Adegan kera mewarnai timun

16. Santri petani laporan kepada kyai Barumbung sudah tidak ada lagi pencurian timun dan masyarakat sekarang sudah tidak resah lagi. Dan ajaibnya timun yang dulunya warnanya hijau sekarang berubah menjadi timun putih.

Kyai :

”Assalamualaikum Wr.Wb. bagaimana kabar kalian sekarang?”

Santri :

”Waalaikum salam Wr.Wb. Alhamdulillah kabar kami jauh lebih baik kyai, sejak kera milik kyai menjaga sawah kami sejak itu pulalah tanaman timun kami tidak dicuri lagi, kami minta maaf karena telah berburuk sangka waktu kyai seolah-olah tidak memberikan jalan keluar pada saudara kami waktu itu, ternyata kyai sangatlah bijaksana dalam menyelesaikan masalah kami......sekali lagi kami minta maaf kyai..............

Kyai :

(tersenyum tipis)

”Kalian patut bersyukur pada Allah SWT, saya hanya perantara untuk menyampaikan pelajaran hidup pada kalian, tidak ada satupun ciptaan Tuhan yang sia-sia, termasuk hewan kera ini, dia menggunakan anugerah Tuhan berupa naluri/akal dalam menyelesaikan masalah, apalagi kalian manusia yang Tuhan ciptakan jauh lebih sempurna dan komplit dalam menyelesaikan setiap permasalahan hidup, tidakkah kalian menyadari hal itu, maka bangkitlah wahai saudara-saudaraku, gunakan segenap kemampuan dan seluruh anugerah Tuhan itu sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang kita alami, bersyukur bukan sekedar dengan ucapan tetapi menggunakan anugerah Tuhan sebagaimana mestinya untuk kemaslahatan dalam hidup.

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

17. Petugas Pengumpul upeti masuk namun dihalangi oleh kera.

18. Para penari ketakutan dan mulai melakukan doa agar diberi kekuatan oleh Tuhan dan dilanjutkan dengan tari Ronjangan.

19. Semua menghadap Kyai Barumbung dan puji syukur segala bentuk penindasan bisa teratasi dan berkat kera putih santri Kyai Barumbung panen timun dan palawija lainnya melimpah hingga menjadikan masyakat makmur gemah ripa loh jinawi.
Congngo'lah...

KONSEP SENI PERTUNJUKAN "LEGENDA KYAI BERUMBUNG"


Proses Kreativitas karya oleh Komunitas Teater Smansa

oleh : Agus Suharjoko

Di daerah Madura, khususnya wilayah kabupaten Sumenep masih banyak kita temukan Foklore atau cerita rakyat yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Namun karena sumber cerita rakyat berupa data tertulis hampir tidak ada, maka kami mencoba mencari nara sumber yang masih ingat tentang cerita rakyat tersebut. Salah satu foklore yang masih dikenal ialah Legenda Kyai Barumbung tepatnya di daerah Banasare kecamatan Rubaru kabupaten Sumenep, dengan kesaktiannya dan keulamaannya mempunyai seorang santri berupa seekor kera yang mempunyai akal dan kecerdasan seperti layaknya manusia. Dengan foklore mengenai Kyai Barumbung inilah kami mencoba mengangkat kembali cerita rakyat tersebut ke dalam bentuk garapan teater yang digarap sesuai dengan unsur-unsur tradisinya.

Foklore dalam perkembangannya tidak lepas dari perkembangan kesenian tradisional, baik teater tradisional maupun sastra lisan. Dan sementara ini perkembangan teater tradisional khususnya di Madura sudah mengalami penurunan intensitas apresiasi kepada masyarakat, sehingga nilai-nilai tradisi yang menjadi muatan lokal sudah hampir menipis karena perkembangan budaya global (industri) yang masuk keruang-ruang pribadi tanpa mampu difilter. Apalagi di daerah perkotaan nilai-nilai tradisi sudah bisa dikatakan kalah dengan arus budaya industri yang menjadi trend baru bagi gaya hidup kalangan generasi muda khususnya pelajar.

Kami merasa gelisah karena para siswa sudah kehilangan akar budayanya, kearifan local sudah digantikan dengan kearifan globalisasi. Maka untuk itu kami mencoba menggarap wilayah seni tradisi untuk dilakukan revitalisasi agar para siswa dapat menikmati, melakukan dan belajar seni tradisional ke dalam bentuk kemasan kekinian. Ini diharapkan agar seni tradisi tidak kehilangan penyangga budayanya tetapi mampu eksis ditengah-tengah arus budaya global (industri) dan juga berkenan masuk ke wilayah kaum muda (siswa).

Topeng Dhalang salah satu bentuk teater tradisional yang sampai sekarang masih mampu mempertahankan hidupnya walaupun intensitas pertunjukannya sudah megap-megap (alias koma). Wayang kulit yang pernah berkembang ditengah-tengah masyarakat Sumenep, saat ini sudah punah dan menjadi salah satu benda budaya yang meramaikan koleksi museum. Tetembangan dan karawitan sudah menjadi media ekspresi yang langkah ditengah-tengah dentuman musik modern ditangan pelajar (kaum muda), cerita Ramayana dan Mahabarata sudah menjadi buku antik dan digantikan dengan cerita Harry Potter sebagai bahan bacaan anak muda saat ini. Nah dengan berbagai fenomena yang kami dapatkan, maka kami mencoba menawarkan kembali melalui karya seni pertunjukan ini untuk menggarap kembali kekayaan tradisi untuk dijadikan kemasan kekinian agar siswa mengenal kembali kekayaan tradisi kita.

Dengan mengkolaborasi kembali unsur seni teater tradisional (ludruk), seni musik, sastra lisan, tetembangan, karawitan dan tarian ke dalam kemasan seni pertunjukan merupakan sebuah usaha untuk memperkenalkan kembali kepada masyarakat saat ini yang ditelan oleh arus globalisasi.

Hal inilah yang melatarbelakangi penciptaan karya teater dalam format seni pertunjukan dengan judul “LEGENDA KYAI BARUMBUNG” .

Congngo'lah...

Minggu, 05 Juli 2009

PARAO MORED ANYAR


Salbut bula ngetong angka-angka

Dari nilai ka nilai

Nyeappagi nak-kanak seterro asakola’a

Nangeng jtak dateng-dateng

Panetea ampon repot ngarep agi

Du kelas napa tello kelas

Sampek cakanca padha leng leng

Ngetong bekto kaangguy pengumuman

E dhalem ruang komputer

Kaangguy ngaleaggi pekkeran

Padha remkereman foto dari HP ka bluetooth

...juragan...juragan...

Billa sampeyan aberi’a kaputusan

Sesuai kaleban pangarebbanna oreng bannyak

e pola saebu lajar ka'dinto...


Congngo'lah...

KAKEK TUA DENGAN ROKOK SIGARET DI TANGAN


Di tengah debur buih putih

Yang terpecah karena laju perahu kayu

Dan kemudi nakhoda

Tentukan arah angin ke pulau poday

Nampak di depanku

Kakek tua dengan rokok sigaret di tangan

Dan wajah dengan goresan kuat

Menatap lepas dengan kepul rokok dari bibirnya

Tajam ditatapnya hamparan buih putih

Dan terkadang cipratan air asin

Menerpa kulit tangan yang kekar

Dan kujepret wajahmu dengan kamera HP-ku;

Siluet wajah tua yang pancarkan kepenatan hidup

Dan kegelisahan yang menyatu dengan arus ombak

Tentang kerasnya hidup

Dan kencangnya angin pulau poday.

Congngo'lah...

SANDALKU COPOT DI PULAU PODAY


Dari pelabuhan kalianget

Perahu bersandar

Penyeberang menuju pulau poday

Memenuhi ruang-ruang perahu

Tak ada lagi yang tersisa

Aku bersandar ditiang penyangga

Sementara yang lain merebahkan tubuhnya

Beralas lembaran karpet seadanya

Dan tiketpun menjadi penanda tuk berlabuh

Perahu menyisir ombak

Dan anginpun pecahkan kesunyian

Hamparan hitam berbuih putih

Kecipak ikan meloncat

Tolehkan pandang ke layar putih

Menuju pulau torehkan sejarah

Dan SMS pun membuka harapan

: Kayak di film dokumeneter-dokumenter

Pahlawan tanpa tanda jasa TVRI ya yah,

Penuh perjuangan pengabdian.

Dan sandalku copot

Ditelan lumpur pantai poday

Setelah kakiku turun dari perahu kecil.

Congngo'lah...

Pengikut

 

TANAH KAPOR | Creative Commons Attribution- Noncommercial License | Dandy Dandilion Designed by Simply Fabulous Blogger Templates